Makian Bahasa Aceh di Kecamatan Dewantara Aceh Utara

 

 

Iba Harliyana1*, Safriandi Safriandi2, Juni Akhyar3, Putri Rizki Yani4, Afnita Fitria5

Universitas Malikussaleh, Indonesia1

Universitas Malikussaleh, Indonesia2

Universitas Malikussaleh, Indonesia3

Universitas Malikussaleh, Indonesia4

Universitas Malikussaleh, Indonesia5

Email: [email protected]1 ; [email protected]2; juni [email protected]3

 

 

 

Abstrak

Makian sering digunakan oleh masyarakat sebagai sarana untuk mengekspresikan emosi, candaan, atau bahkan hinaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk makian dalam bahasa Aceh yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi terhadap penutur asli bahasa Aceh dari empat gampong: Bangka Jaya, Bluka Teubai, Geulumpang Sulu Barat, dan Geulumpang Sulu Timu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makian dalam bahasa Aceh terdiri atas empat bentuk utama: kata, frasa, klausa, dan kata majemuk. Sebanyak 47 makian berhasil diidentifikasi, dengan rincian 9 berbentuk kata, 17 berbentuk frasa, 14 berbentuk klausa, dan 7 berbentuk kata majemuk. Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pendokumentasian bahasa Aceh dan dapat menjadi acuan untuk edukasi penggunaan bahasa yang lebih bijak dalam kehidupan bermasyarakat.

 

Kata kunci: makian; bentuk; bahasa Aceh

 

 

 

Abstract

Swearing is often used by communities as a means of expressing emotions, jokes, or even insults. This study aims to describe the forms of swearing in the Acehnese language used by the community in Dewantara Subdistrict, North Aceh Regency. This research employed a qualitative approach with a descriptive method. Data were collected through interviews and observations involving native Acehnese speakers from four villages: Bangka Jaya, Bluka Teubai, Geulumpang Sulu Barat, and Geulumpang Sulu Timu. The results show that Acehnese swearing comprises four main forms: words, phrases, clauses, and compound words. A total of 47 instances of swearing were identified, consisting of 9 words, 17 phrases, 14 clauses, and 7 compound words. This research contributes to the documentation of the Acehnese language and can serve as a reference for educating the public about more mindful language use in social contexts.

 

Keywords: Curses; forms;Acehnese language

 

*Correspondence Author: Iba Harliyana

Email: [email protected]

 

 

PENDAHULUAN

 

Bahasa sering dihubungkan dengan emosi karena sejak kecil kita telah mengunakan bahasa ibu sebagai pilihan untuk komunikasi juga mengutarakan ekspresi kemarahan. Oleh kerena itu, William (Lubna, 2020), mengatakan bahwa ketika kita menggunakan bahasa kedua atau asing, komponen emosional sering hilang; penulis (atau penutur) biasanya secara terpisah telah menggunakan dan berhubungan dengan bahasa sebagai alat, bukan sebagai sarana tanda pengenal budaya. Berdasarkan perihal tersebut bahasa ibu (bahasa Aceh) sering dipakai untuk mengekspresikan emosi seseorang terutama dalam lingkungan terdekat, sama halnya dengan makian dalam perkembangannya makian digunakan untuk mengekspresikan beberapa perasaan seperti emosi, takjub, terkejut/latah bahkan pujian dan hinaan, selain itu makian juga banyak digunakan untuk sapaan atau gurauan kepada pihak yang telah dianggap akrab.

Kata makian merupakan kata-kata yang memang digunakan untuk memaki. Ljung (Prasetiyo, 2021) mengatakan bahwa kata makian adalah kata yang digunakan sebagai saluran emosi dan sikap yang dinyatakandengan cara nonteknis. Makian juga dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk pilihan bahasa untuk mengomunikasikan ungkapan perasaan atau emosional seseorang dalam artian yang mengeluarkan kata atau ucapan keji (Depdikas dalam Armaya dkk. 2020:2). Sejalan dengan pendapat tersebut, Montagu (dalam Kusmana & Afria, 2018:176) menyatakan bahwa makian terbentuk ketika seseorang bereaksi akibat ada faktor pemicu dari luar dirinya sehingga terjadilah perubahan emosi. Lebih lanjut, Ridwan (Armaya dkk. 2020:2) mengatakan bahwa makian adalah salah satu gejala dalam penggunaan bahasa sebuah kelompok masyarakat untuk mengutarakan pendapat, keinginan atau maksud. Selain itu, makian juga merupakan pernyataan sikap atau emosional penutur seperti gembira, sedih, haru, cinta dan berani.

Pernyataan sikap atau emosional ini lebih lanjut disebut juga emotive speech atau luapan perasaanyang berkembang dan surut dalam waktu singkat (Jacobson dalam Husaini dan Harun, 2020:451). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa makian merupakan ragam bahasa atau kalimat yang mempunyai nilai rendah dan yang berkesan kotor bagi masyarakat yang berwujud mencerca, mengejek dan mengutuk orang dengan sumpah serapah. Berdasarkan observasi awal oleh peneliti, ditemukan sejumlah makian yang digunakan oleh masyarakat Aceh di kecamatan tersebut. Makian yang dimaksud, misalnya sebagai berikut.

Aneuk ramjadah �anak kurang ajar�

Makna aneuk ramjadah lebih kepada anak yang suka menjelek-jelekkan orang tuanya sendiri. Gradasi haram dan aneuk ramjadah lebih tinggi tinimbang aneuk ceulaka, aneuk hana diaja, atau aneuk kureung aja.

Penelitian ini menarik dilakukan karena beberapa alasan berikut. Pertama, kajian makian ini unik untuk diteliti. Hal ini dapat dikatakan unik karena satu contoh makian dapat mengekspresikan beberapa perasaan seperti emosi, takjub, terkejut/latah bahkan pujian dan hinaan. Kedua, peneliti tertarik meneliti persoalan tersebut karena banyaknya penggunaan kata makian dalam masyarakat hingga menjadi suatu fenomena tersendiri, mulai dari anak-anak hingga kaum muda, bahkan orang tua juga ikut menggunakan kata makian dalam mengekspresikan perasaannya. Kata makian yang dilontarkan juga sangat bervariasi, misalnya berbentuk kata dasar, frase atau bahkan klausa. Ketiga, penelitian mengenai kata makian bahasa Aceh perlu dilakukan sebagai bentuk pendokumentasian atau pendataan ungkapan bahasa Aceh terutama kata-kata makian. Pendataan ini dapat dijadikan sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat luas mengenai penggunaan bahasa Aceh yang kurang baik untuk digunakan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk makian dalam bahasa Aceh di Kecamatan Dewantara Aceh Utara? Adapun tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk makian dalam bahasa Aceh di Kecamatan Dewantara Aceh Utara.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Ibrahim (2018:52) pendekatan kualitatif adalah cara kerja penelitian yang menekankan pada aspek pendalaman data demi mendapatkan kualitas dari hasil suatu penelitian. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di 4 Gampong di Kecamatan Dewantara, yaitu Gampong Bangka Jaya, Bluka Teubai, Geulumpang Sulu Barat, dan Geulumpang Sulu Timu. Alasan peneliti memilih ke 4 gampong tersebut karena merupakan daerah yang paling banyak masyarakatnya menggunakan kata makian sehingga mempermudah peneliti dalam memperoleh data yang dibutuhkan selama proses penelitian dan masalah yang akan diteliti yang ada di tempat tersebut. Adapun data penelitian ini adalah data lisan yang diperoleh melalui wawancara, perekaman sehingga merupakan data alami. Sumber data penelitian ini ialah penutur asli bahasa Aceh di Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara. Adapun yang dijadikan sumber data penutur asli masyarakat Kecamatan Dewantara.Penelitian ini hanya dilakukan di Kecamatan Dewantara, tetapi tidak setiap gampong. Hal ini disebabkan di Kecamatan Dewantara hanya memiliki satu dialek. Adapun beberapa gampong yang peneliti tentukan, seperti Gampong Bangka Jaya, Bluka Teubai, Geulumpang Sulu Barat, dan Geulumpang Sulu Timu. Informan penelitian ini adalah orang yang mengetahui atau menguasai bahasa Aceh. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik simak, cakap. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data lisan. Teknik simak digunakan untuk memperoleh data dengan cara menyimak penggunaan bahasa, sedangkan teknik cakap berupa percakapan antara peneliti dan informan. Teknik ini memiliki teknik lanjutan yaitu SLC (Simak Libat Cakap). Teknik analisis data penelitian ini dilakukan dengan berpedoman pada teknik analisis data oleh Miles dan Huberman (Sugiyono, 2018:246-253). Adapun teknik yang dimaksud adalah sebagai berikut: Data Reduction (Reduksi Data), Data Display (Penyajian Data), dan Conclusion Drawing/Verification.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Makian dalam bahasa Aceh di Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, yang dianalisis pada penelitian ini berfokus pada bentuk makian. Hasil penelitian ini terdapat 47 makian. Data penelitian ini diperoleh dari 4 gampong yaitu Gampong Bangka Jaya, Bluka Teubai, Geulumpang Sulu Barat, dan Geulumpang Sulu Timu. Setelah dilakukan analisis data penelitian, ditemukan bentuk makian terdiri dari 9 makian berbentuk kata, 17 makian berbentuk frasa, 14 makian berbentuk klausa dan 7 makian berbentuk kata majemuk. Hasil data makian bahasa Aceh di Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara merupakan hasil yang bersumber dari wawancara dan pengamatan masyarakat terhadap makian di Kecamatan Dewantara.

Bentuk-Bentuk Makian

Setelah dianalisis data diketahui bahwa bentuk-bentuk makian bahasa Aceh terdiri dari 4 bentuk, yaitu bentuk kata, frasa, klausa, dan kata majemuk.

A.  Bentuk Kata

Wijana dan Rohmadi (2022:116) menyatakan bahwa makian yang berbentuk kata dapat dibedakan menjadi dua, yakni makian monomofermik dan makian berbentuk polimorfemik. Polimorfemik dapat dibedakan menjadi dua juga yakni makian berafiks, makian berbentuk ulang, dan makian berbentuk majemuk.

Setelah dilakukan analisis data, ditemukan makian berbentuk kata yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Makian yang dimaksud diklasifikasikan sebagi berikut.

 

Tabel 1. Monomorfemik dan Polimorfemik

No

monomorfemik

Polimorfemik

1.

Pal�h

Makeuh

2.

�k

N�kkeuh

3.

Bui

 

4.

As�e

 

5.

Pungo

 

6.

Pa�ak

 

7.

J�n

 

�������� Sumber referensi data tabel:Devi. dkk.

 

1.    Monomorfemik

a.    Pal�h �Licik� (M01)

Kata pal�h memiliki arti licik, kata pal�h termasuk makian berbentuk kata karena merupakan nomina dasar atau umum hal ini dapat dijelaskan bahwa kata pal�h berbentuk monomorfemik karena hanya terdiri dari satu morfem yang tidak dapat dibagi menjadi dua morfem atau lebih jika dibagikan kata pal�h menjadi tidak memiliki makna misalnya pa dan l�h.

b.   �k �Tai� (M02)

Kata �k memiliki arti �tai� kata �k termasuk makian berbentuk kata karena kata �k merupakan nomina dasar atau umum hal ini dapat dijelaskan bahwa kata �k berbentuk monomorfemik karena hanya terdiri dari satu morfem yang tidak dapat dibagi menjadi dua morfem atau lebih.

c.    Bui �Babi� (M03)�

Kata bui memiliki arti �babi� kata bui termasuk makian berbentuk kata karena merupakan nomina dasar atau umum hal ini dapat dijelaskan bahwa kata bui berbentuk monomorfemik karena hanya terdiri dari satu morfem yang tidak dapat dibagi menjadi dua morfem atau lebih.

d.   As�eAnjing� (M04)

Kata as�e memiliki arti �anjing�, kata as�e termasuk makian berbentuk kata karena merupakan nomina dasar atau umum hal ini dapat dijelaskan bahwa kata as�e berbentuk monomorfemik karena hanya terdiri dari satu morfem yang tidak dapat dibagi menjadi dua morfem atau lebih.

2.    polimorfemik

a.    Makeuh �Mamakmu� (M08)

Kata makeuh memiliki arti �mamakmu� kata makeuh termasuk makian berbentuk kata karena merupakan polimorfemik berpola-keuh. Pola-keuh merupakan pola yang menunjukkan satuan morfem, hal ini dapat diketahui karena �keuh merupakan satuan gramtikal terkecil pada suatu kalimat yang menunjukkan kata ganti milik. Makeuh terdiri dari dua morfem yang terikat yaitu ma dan disisipkan kata keuh yang menunjukkan kata ganti milik. Kata keuh pada makeuh tidak dapat dipisahkan walaupun keuh memiliki makna.

b.   N�kkeuh �Nenekmu� (M09)

Kata n�kkeuh memiliki arti �nenekmu� kata n�kkeuh termasuk makian berbentuk kata karena merupakan polimorfemik berpola-keuh. Pola-keuh merupakan pola yang menunjukkan satuan morfem. Hal ini dapat diketahui karena �keuh merupakan satuan gramatikal terkecil pada suatu kalimat yang menunjukkan kata ganti milik. N�kkeuh terdiri dari dua morfem yang terikat yaitu n�k dan disisipkan kata keuh yang menunjukkan kata ganti milik. Kata keuh pada n�kkeuh tidak dapat dipisahkan walaupun keuh memiliki makna.

c.    Makian Berbentuk Frasa

Makian bentuk frasa adalah makian yang terdiri atas penggabungan dua kata atau lebih, yang tidak memiliki unsur predikat dan tidak berpotensi menjadi kalimat. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk membentuk frasa makian dalam bahasa Indonesia, yakni dasar disertai makian, seperti dasar sial, dasar kampungan dan disertai-mu seperti mamakmu! (Wijana dan Rohmadi, 2022). Sedangkan dalam bahasaAceh lebih dominan disertai lag�e.

Makian berbentuk frasa yang terdapat dalam bahasa Aceh yang dituturkan oleh masyarakat Dewantara adalah sebagai berikut.

1)   Pukoi maKemaluan ibu� (M10)

Pukoi ma memiliki arti kemaluan ibu, pukoi ma termasuk ke dalam bentuk makian jenis frasa. pukoi ma digolongkan sebagai frasa Karena pukoi ma memiliki dua morfem yang tidak terdapat predikat. Adapun pola pembentukkan frasa yaitu kata benda + kata benda. Pukoi termasuk kata benda dan ma kata benda. Jadi, pukoi ma termasuk kedalam frasa nomina karena jenis frasa yang terbentuk dari penggabungan kata benda.

2)   Aneuk t�t maKemaluan ibu� (M11)

Aneuk t�t ma termasuk kedalam makian berbentuk frasa karena merupakan gabungan gramatikal yang bersifat nonpredikatif. Aneuk t�t ma terdiri dari tiga kata aneuk,t�t dan ma yang bila dipisahkan tidak ada yang menduduki fungsi predikat. Adapun pola pembentukan frasa aneuk t�t ma yaitu kata benda + kata benda. Aneuk t�t sebagai kata benda dan ma juga kata benda.

3)   Lag� bui seperti babi� (M12)

Lag� bui memiliki arti seperti babi, lag� bui termasuk ke dalam bentuk makian jenis frasa karena lag� bui adalah gabungan dua kata yang berbentuk kesatuan nonpredikatif. Satuan tersebut digolongkan sebagai frasa Karena terdapat dua morfem, yaitu lag� dan bui. Kedua morfem tersebut tidak ada yang menduduki fungsi predikat.

d.   Makian Berbentuk Klausa

Makian berbentuk klausa dibentuk dengan menambahkan pronominal (pada umumnya) dibelakang pada referen itu, penempatan pronominal di belakang makian dimaksudkan untuk memberikan penekanan pada bentuk-bentuk makian itu (Wijana & Rohmadi, 2022).

Makian berbentuk klausa yang sering digunakan oleh masyarakat Dewantara adalah sebagai berikut.

1)   Pap maMengajak ibumu bercinta (M26)

Pap ma memiliki artimengajak ibumu bercintapap ma digolongkan ke makian berjenis klausa. Pap ma dikatakan klausa karena merupakan satuan gramatik yang terdiri atas subjek dan predikat dimana pap sebagai predikat dan ma sebagai subjek, selain itu pap ma juga dapat memenuhi fungsi sintaksis dalam sebuah kalimat yang memiliki makna yang lengkap, dapat dibentuk menjadi bagian dari kalimat lain berupa kalimat runtutan kata-kata berkontruksi.

2)   �ok mamenyetubuhi ibu� (M36)

�ok ma memiliki arti �menyetubuhi ibu�, �ok ma digolongkan ke makian berjenis klausa. �ok ma dikatakan klausa karena merupakan satuan gramatik yang terdiri atas subjek dan predikat dimana�ok sebagai predikat dan ma sebagai subjek, selain itu �ok ma juga dapat memenuhi fungsi sintaksis dalam sebuah kalimat yang memiliki makna yang lengkap, dapat dibentuk menjadi bagian dari kalimat lain berupa kalimat runtutan kata-kata berkontruksi.

3)   Pap ku mengajak ayah bercinta� (M37)

Pap ku memiliki artimengajak ayah bercinta�, pap ku dikatakan klausa karena merupakan satuan gramatik yang terdiri atas subjek dan predikat dimana pap sebagai predikat dan ku sebagai subjek, selain itu papku juga dapat memenuhi fungsi sintaksis dalam sebuah kalimat yang memiliki makna yang lengkap, dapat dibentuk menjadi bagian dari kalimat lain berupa kalimat runtutan kata-kata berkontruksi.

 

4)   Pap m�k mengajak ibu bercinta� (M38)

Pap m�k memiliki arti �mengajak ibu bercinta�, pap m�k dikatakan klausa karena merupakan satuan gramatik yang terdiri atas subjek dan predikat dimana pap sebagai predikat dan m�k dalam artian sama seperti ma yaitu �ibu� sebagai subjek, selain itu pap m�k juga dapat memenuhi fungsi sintaksis dalam sebuah kalimat yang memiliki makna yang lengkap, dapat dibentuk menjadi bagian dari kalimat lain berupa kalimat runtutan kata-kata berkontruksi.

5)   Kajak l�t makeuh pergi kejar mamakmu� (M28)

Kajak l�t makeuh memiliki arti �pergi kejar ibumu�, kajak l�t makeuh digolongkan sebagai klausa karena terdapat tiga morfem, yaitu kajak predikat l�t sebagai keterangan dan makeuh sebagai objek.

6)   Pue kapeg�t makeuh inan sedang apakau di situ sialan!� (M29)

Pue kapeg�t makeuh inan merupakan bentuk makian dari klausa. Pue kapeg�t makeuh inan digolongkan sebagai klausa karena terdapat tiga morfem, yaitu kapeugot sebagai predikat dan makeuh sebagai subjek.

7)   Pue hana geu aja l� makeuh apa ga diajarkan mamakmu!� (M30)

Pue hana geuaja l� makeuh memiliki arti apa ga diajarkan mamakmu!, pue hana geuaja l� makeuh merupakan bentuk makian dari klausa. Pue hana geuaja l� makeuh digolongkan sebagai klausa karena terdapat tiga morfem, yaitu hana geuaja sebagai predikat dan makeuh sebagai subjek.

8)   Kajak blah makeuh pergi ikut mamakmu� (M31)

Kajak blah makeuh memiliki arti pergi ikut mamakmu, kajak blah makeuh merupakan bentuk makian dari klausa. Kajak blah makeuh digolongkan sebagai klausa karena terdapat tiga morfem, yaitu kajak sebagai predikat dan blah sebagai subjek makeuh sebagai objek.

9)   Kapeurunoe aneukkeuh b�k meubajeung that ajari anakmu jangan seperti anak haram� (M32)

Kapeurunoe aneukkeuh b�k meubajeung that memiliki arti ajari anakmu jangan seperti anak haram, kapeurnoe aneukkeuh b�k meubajeung that merupakan bentuk makian dari klausa.Kapeurunoe aneukkeuh b�kmeubajeug that digolongkan sebagai klausa karena terdapat lima morfem, yaitu kapeurunoe sebagai predikat aneukkeuh sebagai subjek dan meubajeungthat sebagai keterangan.

10)    Lag� kaph� akaikeuh �seperti kafir akalmu� (M33)

Lag� kaph� akaikeuh merupakan bentuk makian dari klausa. Lag� kaph� akaikeuh digolongkan sebagai klausa karena terdapat empat morfem, yaitu lag� kaph� sebagai prediket dan kah sebagai subjek.

11)    Saboh kruekeuh bangai �satu keluargamu bodoh� (M34)

Saboh kurekeuh bangai merupakan bentuk makian dari klausa. Saboh kruekeuh bangai digolongkan sebagai klausa karena, terdapat tiga morfem, yaitu Saboh kruekeuh sebagai subjek danbangai sebagai keterangan.

e.    Makian Berbentuk Kata Majemuk

Setelah dilakukan analisis data ditemukan bahwa dalam bahasa Aceh yang dipakai oleh masyarakat Kecamatan Dewantara juga terdapat makian berbentuk kata majemuk. Kata majemuk merupakan konsep sintaksis bukan konsep semantis. Subroto dalam Wahidah (2021:280) mengemukakan bahwa kata mejemuk adalah gabungan dua kata tunggal atau dua morfem dasar menghasilkan kata mejemuk yang menghasilkan arti baru. Hasil ini berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Wijana dan Rohmadi (2022) yaitu Bentuk-bentuk kebahasaan makian bahasa Indonesia secara formal dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni makian berbentuk kata, berbentuk frasa (kelompok kata), dan klausa.

1)   Th� bangai �Bodoh sekali� (M45)

Th� bangai memiliki arti bodoh sekali, th� bangai termasuk ke dalam bentuk makian jenis kata majemuk. Th� bangai digolongkan sebagai kata majemuk karena th� bangai terdiri dari dua kata yaitu th� dan bangai. Masing-masing kata mempunyai makna yakni th� �kering�, dan bangai �bodoh�. Kedua morfem ini kemudian menjadi satuan makna baru yaitu bentuk makian yang merujuk pada keadaan merendahkan atau menghina mental seseorang.

2)   Aneuk haramjadah �anak kurang ajar� (M42)

Aneuk haramjadah memiliki arti anak kurang ajar, aneuk haramjadah merujuk pada keadaan yang tidak menyenangkan, satuan lingual ini masuk ke dalam golongan kata majemuk yang terdiri dari aneuk �anak�dan haram jadah �haram� yang jika digabungkan artinya berbeda dengan arti perkata. Pemanfaatan kata ini cenderung digunakan atau dimanfaatkan untuk mengungkapkan makian untuk mengekspresikan kekesalan karena anak yang tidak tau batas dan tidak tau sopan santun dan wujud kekecewaan orang tua pada anaknya.

3)   Biek PKI �keturunan PKI� (M47)

Biek PKI memiliki arti keturunan PKI, biek PKI termasuk makian berbentuk kata majemuk. Satuan lingual tersebut merujuk pada keadaan yang sangat tidak mengenakan yang berwujud menghina lawan bicaranya dihubungkan dengan keadaan terkutuk seseorang yaitu biek PKI �keturunan PKI�. Satuan lingual ini termasuk ke dalam kata majemuk karena penggabungan dua morfem yang mengandung makna kata benda menjadi makna baru yakni biek �satu nenek� dan PKI

 

 

KESIMPULAN

 

Penelitian ini mengungkapkan bahwa makian dalam bahasa Aceh yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, memiliki ragam bentuk yang unik dan mencerminkan ekspresi emosional penuturnya. Penelitian ini menemukan empat bentuk utama makian, yaitu berbentuk kata, frasa, klausa, dan kata majemuk. Sebanyak 47 makian berhasil diidentifikasi dari masyarakat empat gampong: Bangka Jaya, Bluka Teubai, Geulumpang Sulu Barat, dan Geulumpang Sulu Timu. Bentuk makian berbentuk kata ditemukan sebanyak 9, frasa sebanyak 17, klausa sebanyak 14, dan kata majemuk sebanyak 7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan makian tidak hanya terbatas pada ekspresi negatif, tetapi juga digunakan dalam konteks sapaan akrab atau candaan. Penelitian ini memberikan wawasan mendalam mengenai kekayaan linguistik bahasa Aceh, khususnya dalam konteks sosial dan budaya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk pendokumentasian dan edukasi terkait penggunaan bahasa Aceh secara bijak di masyarakat.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aqilah, F., & Juita, N. (2023). Ungkapan Makian Bahasa Minangkabau dalam Interaksi Anak Muda di Nagari Limo Koto Kecamatan Koto VII Kabupaten Sijunjung. Persona: Language and Literary Studies, 2(3), 462. https://persona.ppj.unp.ac.id/index.php/prsn/article/view/169

Armaya, D. dkk. (2020). Makian dalam Bahasa gayo Lues. Jurnal Bahasa dan Sastra, 14(2), 2. https://jurnal.usk.ac.id/JLB/article/view/18807

Devi, S. dkk. (2021). Morfologi Bahasa Aceh Gampong Leuge Peureulak dengan Gampong Keude Peureulak Tahun 2021. Jurnal Samudara Bahasa, 4(2), 2. https://www.academia.edu/download/84526573/2761.pdf

Hendaryan. (2015). Ekspresi Kesantunan dalam Tuturan Bahasa Indonesia Oleh Penutur Dwibahasawan Sunda-Indonesia [Universitas Pendidikan Indonesia]. http://repository.upi.edu/id/eprint/21696

Husaini, & Harun, M. (2020). Makian dalam Bahasa Aceh (Studi pada masyarakat Aceh Barat). Master Bahasa, 8(2), 451. https://jurnal.usk.ac.id/MB/article/view/22158

Husnah, A., & Herniti, E. (2022). Analisis Bentuk Kata Makian pada Kolom Komentar Akun @kekeyi cantik di Tik Tok (Kajian Sosiolinguistik). Berkala Ilmiah Pendidikan, 2(1), 47. https://journal.kurasinstitute.com/index.php/bip/article/view/380

Ibrahim. (2018). Metode Penelitian Kualitatif (M. E. Kurnanto (ed.)). Alfabeta.

Kurniawan, A. F. (2019). Pemahaman Ekoleksikon Kelautan pada Generasi Milenial dalam Bahasa Melayu Batubara di Desa Dahari Selebar Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara. Universitas Sumatera Utara. https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/14837

Kusmana, A., & Afria, R. (2018). Analisis Ungkapan Makian dalam Bahasa Kerinci: Studi Sosiolinguistik. Titian: Jurnal Ilmu Humaniora, 14(2), 176. https://mail.online-journal.unja.ac.id/titian/article/view/6090

Lubna, S. (2020). Nyumpah: Ungkapan Kemarahan dalam Masyarakat Melayu Pontianak Kalimantan Barat. Tuah Talino, 13(2), 271. https://scholar.archive.org/work/qygkz3xl6ven7nzqpebihmflti/access/wayback/https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/tuahtalino/article/download/1836/1036

Mailani, O. dkk. (2022). Bahasa Sebagai Alat Komunikasi Dalam Kehidupan Manusia. KAMPRET Journal, 1(2), 3. https://plus62.isha.or.id/index.php/kampret/article/view/8/6

Novita, N. A., & Adek, M. (2022). Makian dalam Bahasa Minangkabau di Media Sosial Instagram. Persona: Language and Literary Studies, 1(1), 17. https://persona.ppj.unp.ac.id/index.php/prsn/article/download/7/2

Nurpita, R. dkk. (2021). Analisis Persamaan dan Perbedaan Pelafalan dalam Bahasa Aceh antara Dialek Aceh Selatan dan Dialek Aceh Utara. Jurnal Dedikasi Pendidikan, 5(2), 418. http://jurnal.abulyatama.ac.id/index.php/dedikasi/article/view/1957

Prasetiyo, A. B. (2021). Kata Kasar dan Makian Berbahasa Jawa dalam Tuturan Cak Percil di Youtube. Genta Bahtera: Jurnal Ilmiah Kebahasaan Dan Kesastraan, 7(1), 72. https://scholar.archive.org/work/hhq2jyf7tras7g2war4gkg3jam/access/wayback/http://gentabahtera.kemdikbud.go.id/index.php/gentabahtera/article/download/148/pdf

Rustinar, E. (2020). Kearifan Lokal Bahasa Melayu Bengkulu pada Makian Bentuk Majemuk Beracuan Binatang. Seminar Internasional Riksa Bahasa XIV, 102. http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa/article/view/1334

Saragih, D. K. (2022). Dampak Perkembangan Bahasa Asing terhadap Bahasa Indonesia di Era Globalisasi. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(1), 2571. https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/view/3312/2781

Sari, N. M., & Siagian, I. (2023). Dampak Penggunaan Bahasa Gaul yang Menjadi Bahasa Superior Masyarakat Terhadap Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(1), 2597. https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/5608/4704

Subhayani, dkk. (2020). Restrukturisasi Sapaan Kekerabatan Bahasa Aceh sebagai Pendidikan Strategi Tutur Sapa bagi Kaum Muda Aceh. Jurnal Serambi Ilmu, 21(1), 118. https://ojs.serambimekkah.ac.id/index.php/serambi-ilmu/article/view/1901

Tihabsah. (2022). Aceh Memiliki Bahasa, Suku, Adat dan Beragam Budaya. Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora, X(7), 740. https://mail.ojs.serambimekkah.ac.id/serambi-akademika/article/view/4937

Wahidah, B. Y. K. (2021). Perbedaan Jenis Frasa Nomina dan Kata Majemuk Nomina. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 7(3), 280. http://jurnal.peneliti.net/index.php/JIWP/article/view/980

Wijana, I. D. P., & Rohmadi, M. (2018). Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Wijana, I. D. P., & Rohmadi, M. (2022). Sosiolinguistik: Kajian Tori dan Analisis. Pustaka Belajar.

Wildan. (2020). Kaidah Bahasa Aceh. Banda Aceh: GEUCI.

Wulandari, A. (2022). Penggunaan Kata Makian Oleh Warganet pada Kolom Komentar Vidio Unggahan di Saluran Youtube Lutfi Agizal [Universitas Hasanuddin]. http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/27784/

� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).