Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Terdakwa Anak Dalam Kasus Penyalahgunaan Narkotika



Anindia Julianti Marshanda
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, Indonesia

Email: [email protected]

 

 

 

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dimana anak bertindak sebagai perantara dari jual beli narkotika hingga mengkonsumsi narkotika. Dalam penelitian ini memakai metode kepustakaan normatif. Metode yang digunakan seperti pendekatan Undang-Undang yang berkaitan dengan peradilan anak, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan penjelasan dan analisis putusan untuk menentukan perlindungan hukum yang bisa diterima oleh anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur bahwa anak-anak wajib dilindungi dari penyalahgunaan narkotika sejak awal proses penyidikan dan penangkapan. Anak pelaku tindak pidana harus menerima hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam UU.

 

Kata kunci: Anak, Penyalahgunaan Narkotika, Perlindungan Hukum

 

Abstract

This research was conducted to see how legal protection is for children involved in narcotics abuse where children act as intermediaries from buying and selling narcotics to consuming narcotics. This research uses normative literature methods. The methods used include the legal approach relating to juvenile justice, the case approach, and the conceptual approach. This research was conducted to provide an explanation and analysis of decisions to determine the legal protection that can be received by children who abuse narcotics. The research results show that Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System regulates that children must be protected from narcotics abuse from the start of the investigation and arrest process. Children who commit criminal acts must receive punishment in accordance with the applicable provisions of the law.

 

Keywords: Children, Narcotics Abuse, Legal Protection

 

*Correspondence Author: Anindia Julianti Marshanda

Email: [email protected]

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

 

PENDAHULUAN

 

Anak-anak memiliki peran penting dalam pemerintahan yang melindungi hak semua anak untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan, serta perlindungan terhadap diskriminasi dan kekerasan (Zaini, 2020). Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak merupakan hal yang paling utama untuk kelangsungan hidup mereka. Anak-anak perlu dilindungi dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh perkembangan pesat globalisasi komunikasi dan informasi, kemajuan teknologi, serta ilmu pengetahuan (Susilo, 2019). Perlindungan anak di Indonesia didasarkan pada Pancasila, UUD 1945, dan Konvensi Hak Anak PBB, dengan prinsip dasar mencakup tidak adanya diskriminasi, hak hidup, tumbuh, dan berkembang, serta kepentingan terbaik bagi anak (UU Perlindungan Anak, 2020). Memasuki fase pertumbuhan remaja, anak-anak sering kali mengalami perubahan emosi yang tidak stabil, dan rasa ingin tahu yang besar terhadap hal-hal yang dapat berdampak negatif, termasuk penyalahgunaan narkotika (Rahman, 2022).

Penyalahgunaan narkotika di kalangan anak-anak, baik sebagai pengguna maupun pengedar, telah menjadi masalah serius yang sulit diatasi dan terus dibahas baik di tingkat nasional maupun internasional (Harsono, 2023). Penggunaan narkotika dapat menyebabkan kerusakan fisik, mental, emosional, serta mengganggu hubungan sosial (Saputra, 2021). Selain itu, narkotika juga membahayakan masa depan anak, sehingga diperlukan langkah-langkah untuk mencegah, menangani, dan memberantas peredaran narkotika secara menyeluruh (Yusuf, 2021). Pengguna narkotika yang mayoritas adalah anak-anak usia sekolah, sering kali dipengaruhi oleh pergaulan teman sebaya, di mana tekanan sosial menjadi faktor penting yang mendorong mereka untuk mencoba hal berbahaya (Nugroho, 2020). Selain itu, faktor lingkungan, pendidikan yang minim tentang narkotika, dan kurangnya pengawasan orang tua menjadi penyebab penyalahgunaan narkotika di kalangan anak-anak (Hadi, 2021).

Perlindungan anak merupakan usaha untuk memastikan bahwa anak mendapatkan hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dengan martabat serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Ministry of Women's Empowerment and Child Protection, 2020). Anak yang menjadi penyalahguna narkotika dalam penelitian ini adalah mereka yang berusia 12 hingga 18 tahun dan diduga menggunakan narkotika tanpa izin hukum (Saputro, 2023). Walaupun mereka melanggar hukum, anak tetap dianggap memiliki kelemahan dan kekurangan yang membutuhkan perlindungan (Yusuf, 2022). Oleh karena itu, penting untuk melindungi anak-anak dari penggunaan narkotika dengan memberikan pendekatan yang tepat (Sartono, 2021).

Hukum di Indonesia mengenai anak-anak didasarkan pada Konvensi Hak Anak yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, yang menetapkan tanggung jawab hukum negara untuk melindungi anak-anak (Sembiring, 2023). Penerapan hukuman penjara pada anak yang terlibat dalam kasus narkotika sering kali dianggap tidak efektif dalam mengatasi masalah anak (Sulistyo, 2022). Sebaliknya, hal ini malah memperburuk pelanggaran yang mereka lakukan (Herlambang, 2020). UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) bertujuan untuk menjamin kepentingan anak yang berkonflik dengan hukum, serta mendorong pendekatan keadilan restoratif guna menghindari pemidanaan (Rohmad, 2023). Pasal 112 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa proses hukum terhadap anak-anak yang berkonflik dengan narkotika harus mempertimbangkan situasi khusus mereka, termasuk kebutuhan untuk melindungi hak-hak anak (Ihsan, 2023).

Putusan Nomor 07/Pid.Sus-Anak/2023/PN Bpp menyebutkan bahwa Anak A yang berusia 13 tahun terlibat dalam penyalahgunaan narkotika sebagai perantara dalam jual beli narkotika jenis sabu yang diperoleh dari pacarnya (Putusan, 2023). Sedangkan, pada Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2023/PN Bpp, Anak B terlibat dalam konsumsi narkotika jenis sabu dengan alasan agar dapat bekerja lebih keras sebagai penyelam pencari besi tua di laut (Putusan, 2023). Dalam menjatuhkan hukuman kepada Anak A dan Anak B, hakim mempertimbangkan faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan, sesuai dengan Pasal 112 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Hukumonline, 2023).

Dalam penelitian ini, kebaruan terlihat dalam perbandingan dengan penelitian sebelumnya, seperti: (1) "Analisis Hukum Mengenai Penyalahgunaan Narkotika oleh Anak dalam Perspektif Kriminologi" (Putusan No. 311 K/Pid.Sus/2014), (2) "Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Menjadi Kurir Narkotika Golongan I" (Putusan No. 121/Pid.B/2012/Pn.Jpr), dan (3) "Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Menjadi Perantara dalam Transaksi Narkotika" (Putusan No. 12/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Lbb) (Putusan, 2023). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana perlindungan hukum terhadap anak dalam kasus penyalahgunaan narkotika serta bentuk perlindungan yang diberikan dalam kasus tersebut (Dewi, 2020). Penelitian ini memberikan kontribusi teoritis bagi pengetahuan hukum pidana, terutama mengenai perlindungan anak dalam konteks penyalahgunaan narkotika, dan memberikan manfaat praktis bagi penegak hukum, orang tua, serta masyarakat untuk mencegah anak terlibat dalam tindak pidana narkotika (Soeharto, 2022).

 

 

METODE PENELITIAN

 

A.    Objek Penelitian

Objek penelitian adalah pokok masalah yang ingin diteliti untuk mendapatkan data yang lebih tepat. Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah putusan pengadilan tentang perlindungan hukum terhadap terdakwa anak dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Untuk meneliti objek tersebut, dilakukan analisis terhadap isi putusan terkait pertimbangan hakim. Dalam putusan Nomor 07/Pid.Sus-Anak/2023/PN Bpp dan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2023/PN Bpp, hakim mempertimbangkan bahwa terdakwa anak A dan terdakwa anak B diajukan ke persidangan dengan dakwaan yang disusun secara alternatif oleh Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mengacu pada ketentuan Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), jika dalam hukum materiil seseorang diancam dengan penjara dan denda dalam jumlah yang sama, denda dapat diganti dengan pelatihan kerja. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa anak A selama 8 bulan di LPKA dan pelatihan kerja selama 2 bulan di Dinas Sosial, sedangkan untuk terdakwa anak B, hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan pelatihan kerja selama 1 bulan.

B.     Alat dan Bahan Penelitian

Objek penelitian adalah pokok masalah yang ingin diteliti untuk mendapatkan data yang lebih tepat. Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah putusan pengadilan tentang perlindungan hukum terhadap terdakwa anak dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Untuk meneliti objek tersebut, dilakukan analisis terhadap isi putusan terkait pertimbangan hakim. Dalam putusan Nomor 07/Pid.Sus-Anak/2023/PN Bpp dan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2023/PN Bpp, hakim mempertimbangkan bahwa terdakwa anak A dan terdakwa anak B diajukan ke persidangan dengan dakwaan yang disusun secara alternatif berdasarkan Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mengacu pada ketentuan Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), jika dalam hukum materiil seseorang diancam dengan penjara dan denda dalam jumlah yang sama, denda dapat diganti dengan pelatihan kerja. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa anak A selama 8 bulan di LPKA dan pelatihan kerja selama 2 bulan di Dinas Sosial, sedangkan untuk terdakwa anak B, hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan pelatihan kerja selama 1 bulan.

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan yang bersifat normatif. Penelitian dilakukan dengan cara menjelaskan dan menganalisis isi putusan. Pendekatan yang digunakan meliputi pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) sesuai dengan metode yang dikembangkan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A. Bahan penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah bahan pustaka yang memuat pengetahuan ilmiah atau penelitian baru terkait fakta maupun ide. Sedangkan data sekunder adalah bahan pustaka yang berasal dari sumber pustaka terkait.

Bahan hukum primer yang digunakan antara lain adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta Pasal 76c KUHP dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Bahan hukum sekunder yang digunakan mencakup buku-buku hukum dan penelitian hukum, di antaranya karya Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., Dr. Wagiati Soeltotjo, S.H., M.S., Dr. M. Sholehuddin, S.H., M.H., dan berbagai jurnal terkait perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika. Bahan hukum tersier berupa jurnal, internet, kamus, ensiklopedia, dan peraturan internal yang relevan digunakan sebagai penunjang bahan hukum primer dan sekunder dalam penelitian ini.

 


HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A.    Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Penyalahgunaan Narkotika Pada Putusan Nomor 07/Pid.Sus-Anak/2023/Pn Bpp & Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2023/Pn Bpp

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, perlindungan anak didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang menjamin dan melindungi anak serta hak-haknya untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta perlindungan hukum terhadap anak, termasuk hak asasi fundamental dan kesejahteraan anak. Perlindungan anak terkait erat dengan sektor pembangunan nasional. Jika tidak ada perlindungan anak, banyak masalah sosial yang dapat merusak stabilitas, keamanan, dan kemajuan negara. Anak-anak harus dilindungi secara sosial, mental, dan fisik agar mereka sehat dan hak-haknya terpenuhi. Dalam penelitian ini, subjek yang dipilih oleh penulis adalah terdakwa anak dalam Putusan Nomor 07/Pid.Sus-Anak/2023/Pn Bpp dan Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2023/Pn Bpp, yang kemudian disebut sebagai Putusan 1 dan Putusan 2. Untuk terdakwa anak dalam penelitian ini, disebut sebagai anak A dalam Putusan 1 dan anak B dalam Putusan 2. Terdakwa anak A dalam Putusan 1 adalah seorang anak yang berusia 13 tahun 11 bulan yang bertindak sebagai perantara dalam transaksi jual beli narkotika golongan I jenis sabu. Terdakwa anak A mendapatkan narkotika jenis sabu dari pacarnya dan menjadi perantara dalam transaksi jual beli narkotika sebanyak dua kali.

Sedangkan terdakwa anak B dalam Putusan 2 adalah seorang anak (usia tidak terdeteksi) yang melakukan transaksi jual beli narkotika. Anak B membeli narkotika golongan I jenis sabu sebanyak 0,10 gram dari seseorang yang tidak dikenalnya. Terdakwa anak B mengakui telah membeli narkotika jenis sabu sebanyak tiga kali dari orang yang berbeda. Terdakwa anak B membeli narkotika dengan maksud untuk dikonsumsi agar dapat bekerja sebagai penyelam pencari besi tua di laut tanpa merasa mudah lelah. Dalam penelitian ini, ditemukan adanya perbedaan dalam pemenuhan penegakan hukum untuk mewujudkan perlindungan hukum, yang dapat dilihat dari perbandingan Putusan 1 dan Putusan 2 terhadap anak A dan anak B.

 

Tabel 1. di bawah ini merangkum perbandingan antara Putusan 1 dan Putusan 2:

No

Indikator

Putusan 1

Putusan 2

1

Dasar Hukum

Pasal 112 Ayat (1) UU Nomolr 35 Tahun 2009.

Pasal 112 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009.

2

Tuntutan JPU

Tuntutan penahanan pidana penjara selama 1 tahun di LPKA Samarinda di Tenggarong dan pidana pelatihan kerja selama 3 bulan di Dinas Sosial Kota Balikpapan.

Tuntutan penahanan pidana penjara selama 2 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp. 400.000.000 subsidair melaksanakan kerja sosial selama 2 bulan.

3

Putusan Hakim

Penahanan pidana penjara selama 8 bulan di LPKA Samarinda di Tenggarong dan pidana pelatihan kerja selama 2 bulan di Dinas Sosial Kota Balikpapan.

Penahanan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp. 400.000.000 dan jika terdakwa anak B tidak membayar denda maka akan diganti dengan melaksanakan kerja sosial selama 1 bulan.

4

Pertimbangan Hakim

Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa terdakwa anak A mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Hakim juga mempertimbangkan bahwa anak tersebut hanya disuruh untuk menjual narkotika golongan I jenis sabu-sabu. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juncto Pasal 197 huruf f KUHAP, hakim juga perlu mempertimbangkan keadaan terdakwa anak A yang dapat meringankan hukuman yang akan dijatuhkan. Hakim melihat bahwa terdakwa anak A bersikap jujur dan menyesali perbuatannya. Selain itu, hakim memperhatikan bahwa terdakwa anak A masih berusia muda dan diharapkan dapat memperbaiki tingkah lakunya, serta terdakwa anak A belum pernah dihukum sebelumnya.

Menurut hakim, terdakwa anak B terbukti memenuhi unsur memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I jenis sabu-sabu. Karena unsur ini bersifat alternatif, terdakwa anak B dianggap memenuhi kriteria tersebut apabila salah satu unsurnya terbukti. Hakim juga memutuskan bahwa terdakwa anak B harus tetap ditahan dengan alasan yang cukup kuat, mengingat tindakan tersebut bertentangan dengan undang-undang dan melibatkan barang berbahaya yang berpotensi merusak.

 

Berdasarkan tabel di atas, terdapat beberapa perbedaan dan persamaan antara Putusan 1 dan Putusan 2 terhadap anak A dan anak B. Persamaan yang ditemukan antara kedua putusan adalah dasar hukum yang digunakan, yaitu Pasal 112 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009, meskipun tuntutan yang diajukan berbeda. Hakim dalam kedua putusan mempertimbangkan bahwa terdakwa anak A dan anak B dihukum karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkoba, namun mereka juga dihargai karena mengakui perbuatannya secara terbuka, masih muda, dan belum pernah dihukum sebelumnya. Terdapat kelalaian dalam menuliskan putusan terkait identitas anak A dan anak B yang tidak disamarkan, padahal seharusnya nama anak disamarkan agar mereka mendapatkan perlindungan dari diskriminasi oleh masyarakat. Hal ini melanggar Pasal 3 jo Pasal 19 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang menyatakan bahwa identitas anak harus dirahasiakan dalam media cetak maupun elektronik. Namun, dalam Putusan 1 dan Putusan 2, identitas anak A dan anak B serta nama orang tua mereka tidak disamarkan.Salah satu cara untuk melindungi anak secara hukum adalah dengan melindungi hak asasi dan kebebasan mereka. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dibuat untuk meningkatkan perlindungan anak di Indonesia dan melindungi berbagai kepentingan yang berkaitan dengan kesejahteraan anak. Bentuk perlindungan hukum yang diterapkan adalah perlindungan hukum represif, yang merupakan upaya perlindungan terakhir. Anak yang melakukan tindak kejahatan dalam hal ini mendapatkan perlindungan berupa pidana penjara, denda yang harus dibayar oleh anak, dan hukuman tambahan sesuai dengan undang-undang untuk memulihkan keadaan setelah terjadi penyimpangan.

Sebagai contoh, pada kasus pengedaran narkotika yang melibatkan anak, terjadi pada tahun 2023 dalam Putusan 1, di mana polisi mengamankan terdakwa anak A yang berusia 13 tahun 11 bulan. Anak A mengaku baru saja mengantarkan satu paket narkotika jenis sabu kepada temannya. Dalam pengembangan kasus ini, terdakwa anak A telah menjadi perantara dalam transaksi jual beli narkotika sebanyak dua kali. Anak A mengaku mendapatkan narkotika tersebut dari pacarnya, yang menyuruhnya menjadi perantara. Hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa anak A adalah pidana penjara selama 8 bulan di LPKA dan pelatihan kerja selama 2 bulan di Dinas Sosial.

Contoh lain adalah kasus terdakwa anak B yang juga terlibat dalam kasus narkotika pada tahun 2023 dalam Putusan 2. Anak B diamankan oleh polisi yang berpakaian preman saat melakukan transaksi jual beli narkotika. Anak B telah melakukan transaksi narkotika jenis sabu sebanyak tiga kali dan mengonsumsi narkotika tersebut dengan tujuan agar lebih kuat saat bekerja sebagai penyelam pencari besi tua di laut. Hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa anak B adalah pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp400.000.000, atau jika tidak dibayar, diganti dengan kerja sosial selama 1 bulan.

Dalam proses peradilan terhadap terdakwa anak A dan anak B, terjadi beberapa perbedaan namun juga ada persamaan dalam Putusan 1 dan Putusan 2. Tabel perbandingan antara kedua putusan tersebut menunjukkan bahwa pada terdakwa anak A, tidak dilakukan penahanan, sedangkan terdakwa anak B ditahan oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim selama 30 hari. Tidak ada penjelasan yang jelas dalam kedua putusan terkait proses penangkapan, apakah terjadi kekerasan atau paksaan. Pada tahap penyidikan, terdakwa anak A didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan, sementara anak B didampingi oleh penasihat hukum, pembimbing kemasyarakatan, dan orang tua.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, perlindungan hukum terhadap anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika diatur mulai dari proses penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan, hingga pemasyarakatan. Anak-anak harus diperlakukan secara manusiawi dan dipertimbangkan kebutuhannya sesuai dengan usianya. Selain itu, undang-undang juga melindungi identitas anak, untuk menghindari dampak negatif yang dapat mempengaruhi masa depan mereka. Namun, dalam kasus ini, Pengadilan Negeri Balikpapan tidak melindungi identitas terdakwa anak, yang menyimpang dari Pasal 3 dan Pasal 19 UU No. 11 Tahun 2012..

B.     Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Terdakwa Anak Pada Putusan Nomor 07/Pid.Sus-Anak/2023/Pn Bpp & Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2023/Pn Bpp

Salah satu cara untuk melindungi hukum anak adalah dengan melindungi hak asasi dan kebebasan mereka. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dibuat untuk meningkatkan perlindungan anak di Indonesia dan menjaga kepentingan yang berkaitan dengan kesejahteraan anak. Bentuk perlindungan hukum yang diterapkan adalah perlindungan hukum represif, yang merupakan upaya perlindungan terakhir. Anak yang melakukan tindak kejahatan, dalam hal ini, mendapatkan perlindungan akhir seperti pidana penjara, denda yang harus dibayar, serta hukuman tambahan lainnya sesuai dengan undang-undang, dengan tujuan untuk memulihkan keadaan setelah terjadinya penyimpangan.

Sebagai contoh, kasus pengedaran narkotika yang melibatkan anak terjadi pada tahun 2023, dalam putusan pertama, di mana polisi menangkap terdakwa anak A, yang berusia 13 tahun 11 bulan. Anak A mengaku telah mengantarkan paket narkotika jenis sabu kepada temannya. Dalam pengembangan kasus ini, anak A telah menjadi perantara dalam transaksi jual beli narkotika sebanyak dua kali, di mana ia mendapatkan narkotika dari pacarnya. Hukuman yang dijatuhkan kepada anak A adalah pidana penjara selama 8 bulan di LPKA dan pelatihan kerja selama 2 bulan di Dinas Sosial. Contoh lain adalah anak B, yang juga terlibat dalam kasus narkotika pada tahun 2023, di mana ia ditangkap oleh polisi berpakaian preman saat melakukan transaksi narkotika. Anak B mengonsumsi narkotika jenis sabu sebanyak tiga kali dan mengakui bahwa narkotika tersebut dibeli untuk dikonsumsi saat bekerja sebagai penyelam pencari besi tua di laut. Hukuman yang dijatuhkan kepada anak B adalah pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp 400.000.000, atau jika tidak dibayar, diganti dengan kerja sosial selama 1 bulan.

Dalam proses peradilan terhadap anak A dan anak B, terdapat beberapa perbedaan dan kesamaan dalam putusan pertama dan kedua. Sebagai contoh, anak A tidak mengalami penahanan, sementara anak B ditahan oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim selama 30 hari. Selain itu, tidak ada penjelasan mengenai proses penangkapan terhadap kedua anak, apakah ada kekerasan atau paksaan yang terjadi. Dalam proses penyidikan, anak A didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan, sedangkan anak B didampingi oleh penasihat hukum, pembimbing kemasyarakatan, dan orang tua.

Pelaksanaan peradilan juga menunjukkan bahwa anak A dijamin haknya untuk tidak ditahan, namun identitasnya tidak disamarkan dalam putusan. Hal serupa terjadi pada anak B, yang ditahan, dan identitasnya juga tidak disamarkan dalam putusan, yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengharuskan kerahasiaan identitas anak.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, perlindungan hukum terhadap anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba diatur mulai dari proses penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan dan pemasyarakatan. Anak-anak harus dilayani secara manusiawi dan diperlakukan sesuai dengan kebutuhan mereka berdasarkan usia. Selain itu, undang-undang ini juga melindungi identitas anak untuk menghindari dampak negatif pada masa depan mereka. Pengadilan Negeri Balikpapan tidak mengambil langkah-langkah yang tepat dalam melindungi identitas anak, yang menyimpang dari ketentuan undang-undang tersebut.

 

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa terdakwa anak A dan B yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika berhak mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Proses penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan menunjukkan bahwa kedua terdakwa anak memperoleh perlindungan hukum. Untuk menjamin kesejahteraan anak, perlindungan fisik, mental, dan sosial harus diberikan kepada mereka, serta memastikan bahwa tidak ada tindakan yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Namun, terungkap bahwa identitas terdakwa anak A dan B dipublikasikan dalam putusan tersebut, yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang mewajibkan identitas anak untuk dirahasiakan. Berdasarkan pembahasan tersebut, penulis memberikan beberapa saran, yaitu hakim yang mengadili perkara narkotika dengan terdakwa anak di bawah umur yang bertindak sebagai perantara atau pengguna seharusnya memberikan perlindungan berupa rehabilitasi, karena penerapan pidana penjara memiliki dampak negatif bagi perkembangan anak. Rehabilitasi dianggap lebih tepat untuk membantu anak terbebas dari ketergantungan narkotika serta memperbaiki mental mereka sehingga dapat diterima kembali di lingkungannya. Selain itu, pengadilan di Balikpapan tidak menjaga kerahasiaan identitas terdakwa anak, yang bertentangan dengan Pasal 3 juncto Pasal 19 UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA, di mana identitas anak seharusnya dirahasiakan agar mereka terlindungi secara hukum, termasuk dari potensi gangguan psikologis akibat pengungkapan identitas.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Dewi, A. P. (2020).hukum hukum hukum anak dalam dalam narkotika. Jurnal Hukum Dan Keadilan, 5(2), 120-130.

Hadi, A. (2021).dan dan lingkungan pengawasan orang tua penyalahgunaan narkotikaika di remaja. Jurnal Psikologi Remaja, 8(1), 45-56.

Harsono, T. (2023).Tantangan penanganan annarkotika di Indonesia. Jurnal Kriminologi Nasional, 10(1), 23-34.

Herlambang, R. (2020).yang Efektivitas hukum pidana anak dalam narkotika. Jurnal Ilmu Hukum, 7(2), 200-215.

Hukumonline. (2023).Pasal 112 UU Narkotika: Perlindungan: Bagi hukum anak dalam narkotika.

Ihsan, M. (2023).Pendekatan keadilan restoratif dalam dalam anak. Jurnal Hukum Pidana, 6(2), 178-188.

Kartono, K. (2020).Hak dalam anak hukum hukum di Indonesia. Jurnal Hukum Dan Keadilan, 4(3), 56-70.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2020).perlindungan bahasa dari dari kekerasan dan diskriminasi. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Nugroho, E. (2020).Faktor faktor penyalahgunaan narkotika di remaja. Jurnal Sosiologi Remaja, 7(3), 98-109.

P Pbahasa Pengadilan Negara Negeri Balikpapanas 07/Pid.Sus-Anak/2023/PN Bpp. (2023).Kasus penyalahgunaan narko ditikatik anak. Balikpapan.

P P dari Pengadilan Negeri Balikpapan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2023/PN Bpp. (2023).Kasus penyalahgunaan narko olehtikatik anak anak untuk pribadi konsumsi. Balikpapan.

Rahman, H. (2022).Sosial Sosialan narkotika pada pada anak-anak. Jurnal Sosial Masyarakat, 9(1), 33-42.

Rohmad, A. (2023).Penerapan pepenapan restisarisatif dalam dalam kasus anak pengguna narkotika. Jurnal Peradilan Pidana Anak, 12(2), 160-172.

Saputra, D. (2021).fisik fisik mental antik penyalahgunaan narkotika pada remaja. Jurnal Kesehatan Remaja, 11(2), 89-102.

Saputro, F. (2023).Perlindungan hukum anak-kanak sebagai penyalahguna narkotika di Indonesia. Jurnal Hukum Pidana Anak, 9 (2), 132-145.

Sartono, H. (2021).Upaya pencegahan dalam dalam pencetik narkotika pada remaja. Jurnal Kriminologi Modern, 5(1), 20-33.

Sembi, A. (2023).Ratifikasi Konvensi Hak Anak di Indonesia dan perlindungannya pada pada tanggal anak. Jurnal Hak Manusia Asasi Manusia, 15(3), 77-89.

Soeharto, Aku. (2022).Peran dalam masyarakat pencegahan penyalahgunaan narkotika pada anak-anakanak. Jurnal Sosial Dan Hukum, 6(2), 114-126.

Sulistyo, D. (2022).Penerapan hukum hukum anak anak dalam narkotika. Jurnal Hukum Pidana Anak, 8(1), 105-118.

Yusuf, M. (2021).dalam rumah perlindungan sistem pidana pidana anak di Indonesia. Jurnal Hukum Anak dan Perlindungan, 10(3), 90-102.

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).