Gambaran Faktor Risiko Pasien Nyeri Punggung Bawah di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate

 

 

Muhammad Adzan Al Qadri 1,� Lely M. Pontoh 2, Fera The 3

Universitas Khairun, Ternate 1

Universitas Khairun, Ternate 2

Universitas Khairun, Ternate 3

Email: [email protected]*

 

 

Abstrak

 

Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang terjadi di daerah punggung bawah pada daerah lumbal (L1-L5). Jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan indeks massa tubuh (IMT) merupakan beberapa faktor risiko yang dapat mengakibatkan NPB. Hingga saat ini belum ada data faktor resiko NPB di Kota Ternate. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor risiko pasien NPB di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif berbasis data rekam medis pasien NPB dengan penentuan sampel menggunakan teknik total sampling. Hasil analisis data menemukan bahwa dari 58 pasien NPB, kejadian tertinggi dialami oleh perempuan (52%), rentang usia 46-65 tahun atau kategori lanjut usia (48%), pekerjaan golongan non-PNS (82%) terutama ibu rumah tangga (29%), dan perhitungan IMT pada kategori normal (54%). Dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar pasien NPB merupakan perempuan, usia 46-65 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan IMT kategori normal. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mempertajam temuan ini.

 

Kata kunci: faktor risiko, nyeri punggung bawah

 

 

 

Abstract

Low back pain (LBP) is pain that occurs in the lower back in the lumbar region (L1-L5). Age, gender, occupation, and body mass index (BMI) are some of the risk factors that can lead to LBP. Until now, there is no data on risk factors for LBP in Ternate City. This study aims to determine the description of the risk factors for LBP patients at Dr. H. Chasan Boesoirie Hospital Ternate. This study uses a retrospective descriptive method based on medical record data of LBP patients with the determination of the sample using the total sampling technique. The results of data analysis found that of 58 patients with LBP, the highest incidence was experienced by women (52%), age range 46-65 years or the elderly category (48%), non-civil servant occupations (82%) especially housewives (29%), and BMI calculations in the normal category (54%). Can be concluded that, most of the LBP patients are women, aged 46-65 years, working as housewives with a normal BMI category. Further research is needed to sharpen these findings.

 

Keywords: risk factors, low back pain

 

*Correspondence Author: Muhammad Adzan Al Qadri

Email: [email protected]

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

 

PENDAHULUAN

 

Perdarahan tergolong dalam satu dari sekian permasalahan vital yang ada pada bidang obstetri dan ginekologi. Perdarahan selalu memberikan dampak berupa kefatalan terhadap ibu, utamanya pada saat dilaksanakannya tindakan yang tidak di tangani dan terlambat di lakukanya tindakan, sehingga sarana dan penanganan yang tepat pada perdarahan merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam memberikan kelayakan dalam pelayanan obstetri. Kejadian perdarahan obstetri dapat ditemukan setiap waktu, diantaranya ketika masa kehamilan, persalinan ataupun nifas. Kejadian perdarahan tersebut perlu digolongkan ke dalam keadaan akut serta serius, hal tersebut berdampak pada akibat buruk baik terhadap ibu maupun janin dalam kandungan. Wanita hamil atau melahirkan yang mengalami kejadian perdarahan harus secara cepat ditemukan penyebabnya dan harus segera diberikan pertolongan dengan baik dan tepat (Cunningham et al., 2022).

Nyeri punggung bawah (NPB) atau low back pain (LBP) merupakan nyeri yang terjadi di daerah punggung bawah pada bagian diskus invertebralis lumbal atau lumbosakral (L4-L5 dan L5-S).1 Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) mendefinisikan NPB sebagai nyeri yang dirasakan pada daerah punggung bawah berupa nyeri lokal maupun nyeri radikuler. Nyeri ini umumnya dirasakan di antara sudut iga pada daerah lumbal atau lumbosakral yang biasanya disertai penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.2 NPB diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu NPB spesifik dan NPB non-spesifik. Berdasarkan perjalanan klinisnya, NPB dibagi menjadi dua yaitu NPB akut dan NPB kronik.3,4 Beberapa faktor risiko yang sangat berhubungan erat dengan keluhan NPB yaitu hereditas, usia, jenis kelamin, deformitas postur tubuh, pekerjaan, dan kelainan struktur tulang belakang. Faktor risiko lainnya yang berkaitan dengan NPB yaitu stres, indeks massa tubuh (IMT) yang tinggi, obesitas, dan merokok. Risiko terjadinya NPB juga dapat disebabkan oleh adanya penyakit yang berasal dari luar spinal, misalnya penyakit atau kelainan yang terdapat pada testis dan ovarium.5,6

World Health Organization (WHO) pada tahun 2019 mengatakan bahwa sekitar 33% masyarakat yang berada di negara berkembang mengalami nyeri punggung persisten. Di negara maju seperti Inggris, terdapat 17,3 juta orang yang pernah mengalami nyeri punggung dan didapatkan 1,1 juta orang menjadi lumpuh.5 Berdasarkan keterangan dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) dalam The American Academy of Pain Medicine, sekitar 100 juta orang dewasa di Amerika melaporkan keluhan nyeri, dengan distribusi nyeri meliputi nyeri punggung bawah (28,1%), nyeri lutut (19,5%), migrain (16,1%), nyeri leher (15,17%), nyeri bahu (9,0%), nyeri pinggul (7,19%), dan nyeri jari (7,6%).7,8

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2018 menunjukkan angka kejadian penyakit muskuloskeletal di Indonesia yang pernah terdiagnosis yaitu 11,9% dan berdasarkan gejala yaitu 24,7% dengan prevalensi di Maluku Utara sekitar 4,73%. Data prevalensi mengenai NPB di Indonesia sejauh ini belum ada dan angka NPB di Provinsi Maluku Utara belum diketahui secara pasti. Berdasarkan beberapa penelitian, penyebab terbanyak yang paling sering ditemukan di Indonesia yaitu NPB non-spesifik. Penyebab spesifik lainnya yang dianggap berpotensi menyebabkan NPB antara lain fraktur vertebra, tumor dan infeksi.5,9,10

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ramdas dan Jella di Bhaskara Medical College India pada tahun 2018, terdapat 206 individu dengan NPB yang terdiri dari 88 (42,7%) laki-laki dan 118 (57,3%) perempuan.11 Hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bandung Provinsi Jawa Barat oleh Nanda, Ieva, dan Fahmi pada tahun 2018 menunjukkan bahwa dari seluruh pasien penderita NPB yang� berkunjung dan menjalani pengobatan di Poliklinik Saraf,� terbanyak didapatkan pada kelompok usia di atas 50 tahun (39,5%). Distribusi individu berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 pasien (35,5%) dan perempuan 49 pasien (64,5%), jenis pekerjaan yang paling banyak mempengaruhi NPB yaitu 43,3%� pada ibu rumah tangga (IRT), pada pengukuran IMT diperoleh hasil terbanyak yaitu pasien dengan IMT overweight (56,6%).12

Penelitian terkait yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tidore Kepulauan oleh Zhari Zafitri pada bulan Januari hingga Juni tahun 2019, ditemukan 116 pasien yang datang ke Poliklinik Rehabilitasi Medik dengan 41 pasien diantaranya adalah penderita NPB, namun yang memenuhi kriteria hanya 34 pasien. Hasil penelitian tersebut menunjukkan aspek terbanyak yang mempengaruhi keluhan NPB antara lain, berdasarkan usia didapatkan 14 individu yang berada dalam kelompok usia 61-70 tahun (41,2%), berdasarkan jenis kelamin didapatkan 17 pasien laki-laki (50%) dan 17 pasien perempuan (50%), serta berdasarkan pekerjaan diperoleh 18 individu yang berprofesi sebagai PNS (52,9%).10

Berdasarkan uraian di atas dengan melihat beberapa faktor risiko penyebab NPB seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan indeks massa tubuh yang bisa berpotensi menurunkan tingkat kualitas hidup penderitanya pada aspek kesehatan, sosial dan ekonomi, serta dengan mengetahui kurangnya data prevalensi NPB yang ada di Provinsi Maluku Utara dan Kota Ternate, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh gambaran faktor risiko pasien nyeri punggung bawah di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate Periode 2018 - 2021.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif untuk memberikan gambaran faktor risiko pasien nyeri punggung bawah yang terdapat di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate Periode 2018 hingga 2021. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi pasien NPB di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate periode 2018 hingga 2021 dengan teknik pengambilan total sampling. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Desember 2021 hingga Januari 2022. Variabel yang diteliti adalah jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan indeks massa tubuh (IMT).

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis pasien NPB. Data dari rekam medis dicatat kemudian dipindah pada tabel yang memuat instrumen-instrumen penelitian yang digunakan sebelum melakukan analisis data. Tabel tersebut berupa tabel deskriptif yang menampilkan jumlah dan proporsi kasus NPB berdasarkan variabel yang diteliti. Teknik analisis data dilakukan secara univariat dengan metode deskriptif untuk melihat gambaran masing-masing variabel yang akan diteliti. Data yang telah dikumpulkan akan diolah menggunakan aplikasi Statistical Product and Service Solutions (SPSS), kemudian hasil analisis data akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi (n) berupa perhitungan jumlah kasus dan persentase jumlah kasus NPB.

�

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Dari total populasi sebanyak 94 kasus NPB yang tercatat di bagian rekam medis RSUD Dr. H. Chasan Boesoire Ternate Periode 2018 hingga 2021, terdapat 54 kasus NPB yang memenuhi kriteria variabel penelitian. Kelengkapan penulisan data rekam medis pasien di RSUD Dr. H. Chasan Boeisirie Ternate bervariasi, dari tertulis lengkap hingga tidak tertulis lengkap. Data yang hilang tersebut tetap dicatat sebagai bukti bahwa terdapat beberapa penulisan rekam medis yang tidak lengkap, sehingga menjadi bahan evaluasi bagi rumah sakit terkait.

Berdasarkan jenis data yang tersaji di rekam medis pasien RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate, sebanyak 4 jenis instrumen variabel penelitian yang dapat diteliti, yaitu jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan indeks massa tubuh (IMT).

 

Tabel 1. Gambaran Faktor Risiko Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien

Jenis Kelamin

(n)

Persentase (%)

Laki-Laki

28

48

Perempuan

30

52

 

Berdasarkan data yang tersaji di atas, kasus NPB terbanyak berdasarkan jenis kelamin pasien terjadi pada perempuan (52%).

 

Tabel 2. Gambaran Faktor Risiko Berdasarkan Usia Pasien

Rentang Usia

Klasifikasi

(n)

Persentase (%)

12-25 Tahun

Remaja

5

9

26-45 Tahun

46-65 Tahun

>65 Tahun

Dewasa

Lanjut Usia

Manula

15

28

10

26

48

17

 

 

Berdasarkan data yang tersaji di atas, kasus NPB terbanyak berdasarkan usia pasien terjadi pada rentang usia 46-65 tahun (48%) atau berada pada kategori lanjut usia berdasarkan klasifikasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Tabel 3. Gambaran Faktor Risiko Pada Laki-Laki Berdasarkan Usia Pasien

Rentang Usia

Klasifikasi

(n)

Persentase (%)

12-25 Tahun

Remaja

-

0

26-45 Tahun

46-65 Tahun

>65 Tahun

Dewasa

Lanjut Usia

Manula

8

16

4

29

57

14

 

Berdasarkan data yang tersaji di atas, kasus NPB terbanyak pada jenis kelamin laki-laki berdasarkan kelompok usia terjadi pada rentang usia 46-65 tahun (57%) atau kategori lanjut usia.

 

Tabel 4. Gambaran Faktor Risiko Pada Perempuan Berdasarkan Usia Pasien

Rentang Usia

Klasifikasi

(n)

Persentase (%)

12-25 Tahun

Remaja

5

17

26-45 Tahun

46-65 Tahun

>65 Tahun

Dewasa

Lanjut Usia

Manula

7

12

6

23

40

20

 

Berdasarkan data yang tersaji di atas, kasus NPB terbanyak pada jenis kelamin perempuan berdasarkan kelompok usia terjadi pada rentang usia 46-65 tahun (40%) atau kategori lanjut usia.

 

Tabel 5. Gambaran Faktor Risiko Berdasarkan Distribusi Golongan Pekerjaan Pasien

Golongan Pekerjaan

(n)

Persentase (%)

PNS

10

18

Non-PNS

48

82

 

Berdasarkan data yang tersaji di atas, kasus NPB terbanyak berdasarkan golongan pekerjaan pasien terjadi pada individu yang bekerja bukan sebagai pegawai negeri sipil atau Non-PNS (82%).

 

Tabel 6. Gambaran Faktor Risiko Berdasarkan Distribusi Jenis Pekerjaan Pasien

Jenis Pekerjaan

(n)

Persentase (%)

Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Pegawai Pemerintah

8

14

POLRI

1

2

Pengacara

1

2

Bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS)

Ibu Rumah Tangga (IRT)

Wiraswasta

Petani

Pelajar

Tenaga Honorer

Pensiunan

Sopir

17

15

6

5

2

2

1

29

26

10

9

3

3

2

 

 

Berdasarkan data yang tersaji di atas, kasus NPB terbanyak pada jenis pekerjaan pasien terjadi pada ibu rumah tangga atau IRT (29%).

 

 

Tabel 7. Gambaran Faktor Risiko Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) Pasien

IMT (kg/m2)

Kategori

(n)

Persentase (%)

<18,5

Underweight

5

3

18,5-22,9

23-24,9

25-29,9

>30

Normal

Overweight

Obesitas I

Obesitas II

31

15

8

2

54

26

14

3

 

Berdasarkan data yang tersaji di atas, kasus NPB terbanyak berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) pasien terjadi pada IMT 18,5-22,9 (54%) atau berada pada kategori normal menurut klasifikasi World Health Organization (WHO).

 

Pembahasan

Hasil data penelitian yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah kasus yang berhubungan dengan NPB berdasarkan jenis kelamin paling banyak terjadi pada perempuan (52%). Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramdas dan Jella pada 206 individu di Bhaskara Medical College India yang memperoleh kejadian NPB tertinggi pada perempuan (57,3%).11 Studi lainnya yang berbeda dengan hasil penelitian ini didapatkan oleh hasil penelitian Astuti dkk terhadap 84 responden pengumpul sampah di Kecamatan Bandung Wetan yang menunjukkan bahwa kejadian NPB paling banyak dialami oleh laki-laki (88%).3

Menurut teori, secara fisiologis terdapat perbedaan persepsi serta sensitivitas nyeri pada laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan kadar hormon, dimana kadar hormon estrogen dan progesteron lebih banyak pada perempuan dan kadar hormon testosteron lebih banyak pada laki-laki. Hormon estrogen pada perempuan berinteraksi dengan neurotransmiter untuk memodulasi respon nyeri pada jalur pengenalan nyeri yang dapat memicu peningkatan sensitivitas nyeri pada serabut saraf spinal, sehingga dapat menimbulkan sensasi nyeri yang dirasakan menjadi lebih meningkat. Selain itu, hormon estrogen juga berperan dalam menjaga tulang dari sel-sel penghancur tulang (osteoclast).12

Seiring bertambahnya usia dan perempuan sudah masuk pada fase menopause, proses degenerasi dapat menyebabkan produksi hormon estrogen menjadi berkurang dan berakibat pada terjadinya penurunan kepadatan tulang yang dapat menimbulkan kerusakan tulang. Faktor lainnya yang dianggap berperan terhadap terjadinya keluhan NPB pada perempuan yaitu kehamilan, keluhan NPB pada kehamilan dapat terjadi karena adanya peningkatan beban tubuh yang berlebih ketika seorang perempuan sedang mengandung Hormon testosteron pada laki-laki termasuk dalam hormon androgen yang dapat memberikan efek analgesik pada nyeri, namun pada laki-laki biasanya melakukan pekerjaan yang lebih berat dan lebih lama dibandingkan perempuan sehingga dapat memicu terjadinya peningkatan masalah kesehatan pada muskuloskeletal. Berdasarkan perbedaan fisiologis serta kebiasaan antara laki-laki dan perempuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki potensi yang sama untuk mengalami keluhan NPB.12,13

Hasil data penelitian yang disajikan pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah kasus yang berhubungan dengan NPB berdasarkan usia paling banyak terjadi pada rentang usia 45-65 tahun atau kategori lanjut usia dengan kejadian terhadap laki-laki (57%) pada Tabel 4, perempuan (40%) pada Tabel 3 dan secara keseluruhan (48%) yang dapat dilihat pada tabel 2. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh An Nanda dkk terhadap 76 individu di RSUD Kota Bandung yang memperoleh kejadian NPB tertinggi pada usia >50 tahun (39,5%).12 Studi lainnya yang memperoleh hasil yang serupa dengan hasil penelitian ini didapatkan oleh Zhari terhadap 34 pasien NPB di Poliklinik Rehabilitasi Medik RSUD Tidore Kepulauan yang menunjukkan bahwa kejadian NPB paling banyak terjadi pada lanjut usia hingga manula (61-70 tahun) dengan persentase kejadian 41,2%.10

Menurut teori, proses degenerasi atau penuaan secara fisiologis seringkali dapat menimbulkan beberapa masalah pada tulang, khususnya pada daerah tulang belakang. Seiring bertambahnya usia, risiko untuk mengalami NPB akan semakin meningkat karena terdapat masalah pada daerah tulang belakang, misalnya kelainan pada daerah diskus intervertebralis. Proses degenerasi pada daerah diskus intervertebralis dapat memicu timbulnya masalah pada tulang belakang yang bermanifestasi klinis terhadap munculnya sensasi nyeri.12

Nyeri yang timbul dapat terjadi karena perubahan elastisitas diskus yang menjadi berkurang akibat proses degenerasi, sehingga permukaan diskus intervertebralis yang berfungsi sebagai penyangga beban tubuh menjadi tidak maksimal. Selain itu, munculnya penyebab lain seperti sel nekrosis juga dapat mempengaruhi struktur tulang belakang pada kejadian NPB, hal tersebut dikarenakan sel nekrosis dapat memicu pelepasan sitokin yang berperan terhadap sensitisasi ujung saraf bebas sehingga bermanifestasi terhadap munculnya persepsi nyeri. Pada usia produktif atau pada fase usia muda, seorang individu akan cenderung jarang mengalami masalah pada kesehatan tulang, hal ini dikarenakan fisiologis tubuh yang masih berada dalam tahap proses pertumbuhan dan pematangan. Namun pada usia muda, kesehatan tulang tetap bisa terganggu akibat dari infeksi, tumor, maupun mekanisme trauma yang dialami oleh seorang individu.14 Oleh karena itu, disimpulkan bahwa proses degenerasi yang terjadi seiring bertambahnya usia dapat memicu peningkatan terjadinya keluhan NPB pada seseorang yang sudah memasuki masa lanjut usia.

Hasil data penelitian yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah kasus yang berhubungan dengan NPB berdasarkan golongan pekerjaan paling banyak ditemukan pada golongan Non-PNS (82%). Berdasarkan jenis pekerjaan, kejadian NPB tertinggi ditemukan pada ibu rumah tangga atau IRT (29%) yang dapat dilihat pada tabel 6. Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh An Nanda dkk di RSUD Kota Bandung yang menyebutkan bahwa kejadian NPB tertinggi ditemukan pada individu yang bekerja sebagai IRT (43,3%).12 Perbandingan hasil penelitian lainnya yang tidak serupa dengan hasil penelitian ini diperoleh oleh Ramdas dan Jella di Bhaskara Medical College India yang menemukan bahwa jenis pekerjaan yang paling banyak mempengaruhi NPB yaitu buruh (38,3%) dan petani (23,3%).11

Menurut teori, kegiatan fisik IRT di rumah seperti mencuci pakaian, menyapu, menggendong anak, memasak, dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya yang melibatkan posisi serta sikap tubuh yang kurang baik berpotensi dapat menimbulkan keluhan NPB. Pada pekerjaan rumah tangga yang dilakukan setiap hari, misalnya posisi membungkuk maupun mengangkat beban berat dapat menyebabkan masalah kesehatan pada muskuloskeletal seperti NPB. Kegiatan kerja yang dilakukan dalam waktu lama dan dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan pemendekan otot yang akan menimbulkan sensasi nyeri, hal ini disebabkan karena terjadinya iskemia pada jaringan otot dan kerja otot yang lebih banyak mengeluarkan energi setiap hari, misalnya pada jenis pekerjaan IRT, buruh, dan petani.12 Oleh karena itu, jenis pekerjaan yang melibatkan aktivitas fisik yang lebih banyak dan dilakukan secara berulang-ulang dapat meningkatkan risiko terjadinya keluhan NPB pada suatu individu.

Hasil data penelitian yang disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah kasus yang berhubungan dengan NPB berdasarkan perhitungan indeks massa tubuh (IMT) paling banyak ditemukan pada IMT 18,5-22,9 atau kategori normal (54%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh An Nanda dkk di RSUD Kota Bandung yang menyebutkan bahwa kejadian NPB paling banyak ditemukan pada pasien dengan IMT kategori overweight (56,6%).12 Hasil tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulana dkk terhadap 47 responden di RSUD dr. Zaionoel Abidin Banda Aceh yang menjelaskan bahwa kasus NPB paling banyak dialami oleh individu dengan IMT >25 atau pada kategori overweight hingga obesitas.15

Menurut teori, faktor risiko dengan IMT di atas normal sangat berpotensi menyebabkan terjadinya NPB. Pada suatu individu dengan berat badan yang berlebih membuat lemak yang ada di dalam tubuh disalurkan ke daerah abdomen dan dapat menimbulkan terjadinya penimbunan lemak, hal ini membuat kinerja lumbal dalam menopang beban tubuh menjadi meningkat. Ketika berat badan suatu individu bertambah, tulang belakang akan semakin tertekan untuk menerima beban sehingga memudahkan terjadinya kerusakan pada struktur tulang belakang. Pada individu dengan IMT yang berlebih juga tidak hanya menyebabkan NPB secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung. Penyebab tidak langsung ini berkaitan erat dengan gabungan beberapa faktor lain seperti kebiasaan sehari-hari suatu individu, misalnya merokok dan melakukan pekerjaan berat yang membutuhkan kekuatan fisik. Individu dengan IMT yang berlebih dan ditambah dengan kebiasaan merokok akan semakin meningkatkan risiko terjadinya masalah pada muskuloskeletal, khususnya keluhan NPB.

 

 

KESIMPULAN

 

Penelitian ini menggambarkan secara garis besar angka kejadian faktor risiko nyeri punggung bawah pada pasien di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie setiap tahunnya. Sebagian besar hasil penelitian ini memiliki persamaan dengan beberapa teori yang ada, hal ini menunjukkan bahwa peran dari faktor risiko sangat berpengaruh terhadap timbulnya keluhan NPB. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kejadian NPB terhadap beberapa faktor risiko yang telah diteliti untuk mempertajam temuan ini.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Malfliet A, Ickmans K, Huysmans E, Coppieters I, Willaert W, Bogaert W Van, et al. Best Evidence Rehabilitation for Chronic Pain Part 3 : Low Back Pain. Journal of Clinical Medicine. 2019;1�24.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Panduan Praktis Klinis Neurologi Nyeri Punggung Bawah. 2016. 89�93 p.

Astuti I, Septriana D, Romadhona N, Achmad S, Kusmiati M. Nyeri Punggung Bawah serta Kebiasaan Merokok , Indeks Massa Tubuh , Masa Kerja , dan Beban Kerja pada Pengumpul Sampah. Integrasi Kesehatan dan Sains (JIKS). 2019;1(22):74�8.

Allegri M, Montella S, Salici F, Valente A, Marchesini M, Compagnone C, et al. Mechanisms of low back pain : a guide for diagnosis and therapy. F1000 Research. 2019;5:1�13.

Kumbea NP, Asrifuddin A, Sumampouw OJ. Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Nelayan. Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine. 2021;2:21�6.

Alnaami I, Awadalla NJ, Alkhairy M, Alburidy S, Alqarni A, Algarni A, et al. Prevalence and factors associated with low back pain among health care workers in southwestern Saudi Arabia. BMC Musculoskeletal Disorders. 2019;5:1�7.

Tanra AH. Nyeri Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. 2019;1�2.

Sahara R, Pristya TYR. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) pada Pekerja. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 2020;19(3):92�9.

Riset Kesehatan Dasar. RISKESDAS Laporan Provinsi Maluku Utara. 2018. 147 p.

Zhari ZG, Pontoh LM, Umasangadji H. Karakteristik Pasien Nyeri Punggung Bawah di Poliklinik Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Daerah Kota Tidore Kepulauan Periode Januari - Juni 2019. Kieraha Medical Journal. 2019;1(1):44�53.

Ramdas J, Jella V. Prevalence and Risk Factors of Low Back Pain. International Journal of Advances in Medicine. 2018;5(5):1120�3.

An Nanda, Nur N, Akbar IB, Hakim FA. Gambaran Faktor Risiko Pasien Nyeri Punggung Bawah di RSUD Kota Bandung Periode Januari-Desember 2018. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung, Indonesia. 2018;88.

Humaryanto. Deteksi Dini Osteoporosis Pasca Menopause. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi. 2017;164�77.

Andarini S, S. BPP, Praja DW. Hubungan Antara Usia, Indeks Massa Tubuh, Jenis Kelamin Dengan Osteoporosis. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2020;34�40.

Maulana RS, Mutiawati E, Azmunir. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Tingkat Nyeri Pada Penderita Low Back Pain (LBP) di Poliklinik Saraf RSUD dr. Zinoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Biomedis. 2016;1�6.

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).