Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, September 2021, 1 (9), 1240-1246
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
DOI : 10.36418/cerdika.v1i9.183 http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika
GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN APPENDICITIS
TERHADAP KESEHATAN USUS DI RUMAH SAKIT ANNISA
CIKARANG
Sri Rahayu
1*
, Kiki Loviana
2
, Rida Emelia
3
Politeknik Piksi Ganesha, Bandung, Indonesia
1, 2, 3
srirahayu1251@gmail.com
1*
, kikiloviana@gmail.com
2
, emeliarida1310@gmail.com
3
Abstrak
Received:
Revised :
Accepted:
03-08-2021
11-09-2021
24-09-2021
Latar Belakang: Appendicitis merupakan radang pada
appendiks dan lebih dikenal dengan radang usus buntu yang
dapat menyerang semua umur baik laki-laki ataupun
perempuan sehingga menyebabkan nyeri abdomen yang
dapat mengganggu aktifitas sehari-hari dan salah satu
tindakan yang harus ditempuh adalah dengan appendiktomi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui obat
anestesi apa saja yang digunakan serta obat-obat yang
digunakan sebelum, sedang dan setelah operasi juga obat yang
dibawa pulang pada saat pulang rawat inap.
Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif dengan survey cross sectional yang
dikumpulkan pada tahun 2020 dari seluruh populasi (415
orang) dan sampel (80 orang) dengan menggunakan data
rekam medik. Penentuan sampel dengan menggunakan
rumus Slovin.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan usia terbanyak yang
mengalami appendicitis adalah 14-22 tahun sebanyak 32.5%
(26 orang) dan terjadi pada perempuan sebanyak 71,25% (57
orang) dengan diagnosa appendicitis akut sebanyak 62,5%
(50 orang) serta menggunakan anestesi lokal 90% (72 orang)
dan dirawat selama 4 hari sebanyak 50% (40 orang). Pola
terapi yang digunakan sebelum operasi adalah kombinasi
Cairan RL + Ceftriaxone inj sebanyak 55% (44 orang), pada
saat operasi kombinasi Cairan RL + Bunascan inj +
Ondansetron 8 mg inj + Ranitidine inj + Tramadol inj
sebanyak 43,75% (35 orang), setelah operasi kombinasi
Cairan RL + Ceftriaxon inj + Ketorolac inj + Ranitidin inj
sebanyak 23,75% (19 orang) dan kombinasi Cairan RL +
Ceftriaxon inj + Ranitidin inj + Tofedex inj sebanyak 23,75%
(19 orang), obat yang dibawa pulang rawat kombinasi Asam
Mefenamat 500 mg tab + Cefixime 200 mg tab + Ranitidin
tab sebanyak 27,5% (22 orang).
Kesimpulan: Usia pasien terbanyak yang mengalami
appendisitis di Rumah Sakit Annisa Cikarang yaitu pada usia
14 22 tahun sebanyak 32,5%(26 orang) dan terjadi pada
pada perempuan sebanyak 71,25%(57 orang.
Kata kunci: appendicitis; usia pasien; obat appendicitis.
Sri Rahayu, Kiki Loviana, Rida Emelia/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(9), 1240-1246
Gambaran Penggunaan Obat Pada Pasien Appendicitis Terhadap Kesehatan Usus Di
Rumah Sakit Annisa Cikarang 1241
Abstract
Background: Appendicitis is inflammation of the appendix
and is better known as appendicitis that can affect all ages,
both men and women, causing abdominal pain that can
interfere with daily activities and one of the actions that
must be taken is appendectomy.
Objective: This study aims to determine what anesthetic
drugs are used and the drugs used before, during and after
surgery as well as drugs that are taken home when
hospitalized.
Methods: The research method used is descriptive research
with a cross sectional survey collected in 2020 from the
entire population (415 people) and samples (80 people)
using medical record data. Determination of the sample
using the Slovin formula.
Results: The results showed that the most age who
experienced appendicitis were 14-22 years as many as
32.5% (26 people) and 71.25% (57 people) women with a
diagnosis of acute appendicitis as many as 62.5% (50
people) and using local anesthesia 90% (72 people) and
treated for 4 days as many as 50% (40 people). The pattern
of therapy used before surgery was a combination of RL +
Ceftriaxone inj as much as 55% (44 people), at the time of
surgery the combination of RL + Bunascan inj +
Ondansetron 8 mg inj + Ranitidine inj + Tramadol inj
43.75% (35 people) , after surgery the combination of RL +
Ceftriaxone inj + Ketorolac inj + Ranitidine inj was
23.75% (19 people) and the combination of RL +
Ceftriaxone inj + Ranitidine inj + Tofedex inj was 23.75%
(19 people), the drugs that were brought home treatment
combination Mefenamic Acid 500 mg tab + Cefixime 200
mg tab + Ranitidine tab as much as 27.5% (22 people).
Conclusion: The age of the most patients who experienced
appendicitis at the Annisa Cikarang Hospital was at the age
of 14-22 years as many as 32.5% (26 people) and it
occurred in women as many as 71.25% (57 people.
Keywords: appendicitis; patient age; appendicitis drug.
*Coresponden Author : Sri Rahayu
*Email : srirahayu1251@gmail.com
PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi di Indonesia.
Apendisitis memerlukan tindakan bedah, karena termasuk dalam peradangan akut.
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, insiden
apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen
lainnya (Depkes, 2009). Appendicitis adalah peradangan pada appendiks atau pada
umumnya lebih dikenal dengan radang usus buntu. Appendicitis dapat menyerang baik laki-
laki ataupun perempuan pada semua umur yang dapat menyebabkan nyeri abdomen. Faktor
penyebab peradangan ini karena predeposisi yaitu hiperflasia dari folikel limfoid, adanya
Sri Rahayu, Kiki Loviana, Rida Emelia/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(9), 1240-1246
Gambaran Penggunaan Obat Pada Pasien Appendicitis Terhadap Kesehatan Usus Di
Rumah Sakit Annisa Cikarang 1242
fekolit dalam lumen appendiks atau adanya benda asing seperti cacing dan biji-bijian
(Awaluddin, 2020).
Penyakit radang usus buntu disebabkan oleh bakteri dan makan cabai bersama
bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tidak tercerna dalam tinja dan
menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asing. gejala radang usus buntu umumnya
mengalami sakit perut, terutama dimulai di sekitar pusar dan bergerak kesamping kanan
bawah, penurunan nafsu makan, mual dan muntah, serta diare (Wiyandra & Yenila, 2018).
Apendiktomi harus segera dilakukan apabila penderita mengalami serangan
apendisitis akut (Bachur et al., 2012). Apendiksitis bila tidak ditangani secara cepat,
maka akan menimbulkan komplikasi, komplikasi tersering yang dialami pasien
apendiksitis akut adalah apendiksitis perforasi dengan pasien apendiksitis perforasi tanpa
peritonitis umum 23 orang (39,7%), sedangkan yang telah mengalami peritonitis
umum sebanyak 14 orang (24,1%) (Shiddiq, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan
7% penduduk di Negara Barat menderita apendisitis dan terdapat lebih dari
200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunnya. Badan
World Health Organization (WHO) menyebutkan insidens apendisitis di Asia
dan Afrika pada tahun 2014 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total
populasi (Organization, 2014). Di Indonesia insiden apendisitis cukup tinggi, terlihat
dengan adanya peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Depkes RI tahun 2016, kasus apendisitis pada tahun 2016
sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2017 jumlah pasien apendisitis
sebanyak 75.601 orang (Depkes, 2016). Dinkes Jawa Timur menyebutkan pada tahun 2017
jumlah kasus apendisitis di Jawa Timur sebanyak 5.980 penderita dan 177
penderita diantaranya menyebabkan kematian (Nurlina et al., 2019).
Pada tahun 2009 dan 2010 appendicitis merupakan penyakit tidak menular
tertinggi kedua di Indonesia terhadap pasien rawat inap. Informasi data yang diperoleh dari
Kementerian Kesehatan RI tahun 2009 kejadian appendicitis di Indonesia sebesar 596.132
orang dengan persentase 3,36% dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 621.435 orang
dengan persentase 3,53% (RI, 2008).Nyeri yang ditimbulkan oleh appendicitis dapat
mengganggu aktifitas sehari-hari. Salah satu tindakan yang harus ditempuh untuk
menghilangkan nyeri secara permanen yaitu dengan cara appendiktomi. Appendiktomi
merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi untuk mengangkat usus buntu
yang yang terinfeksi. Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi lebih lanjut seperti peritonitis atau abses (Waisani & Khoiriyah, 2020).
Nyeri yang terkontrol sangat perlu dilakukan setelah operasi karena dapat
mengurangi kecemasan, dapat bernafas lebih lega, dan dapat mentoleransi mobilisasi
dengan cepat. Selain penanganan secara farmakologi, teknik non farmakologi juga
dapat digunakan dalam pengelolaan nyeri yaitu dengan melakukan teknik relaksasi, yang
merupakan tindakan eksternal yang dapat mempengaruhi respon internal individu
terhadap nyeri. Penanganan nyeri melalui teknik relaksasi yaitu meliputi nafas dalam,
masase, relaksasi otot, meditasi dan perilaku (Wulandari, 2021).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
gambaran penggunaan obat pada pasien appendicitis di Rumah Sakit Annisa Cikarang
mulai saat pasien masuk, selama operasi, setelah operasi dan sampai pasien pulang dari
ruangan rawat inap.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan survei cross sectional yang
merupakan jenis metode penelitian observasi yang bersifat menganalisis serangkaian data
Sri Rahayu, Kiki Loviana, Rida Emelia/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(9), 1240-1246
Gambaran Penggunaan Obat Pada Pasien Appendicitis Terhadap Kesehatan Usus Di
Rumah Sakit Annisa Cikarang 1243
variabel penelitian yang telah dikumpulkan pada tahun 2020 dari seluruh jenis populasi dan
sampel dengan menggunakan data rekam medik (medical record) pasien Rumah Sakit
Annisa Cikarang yang telah menjalani operasi appendiktomi (Soendari, 2012). Penelitian
ini menggunakan rumus slovin untuk mengetahui jumlah sampel pasien appendiktomi
(Setiawan, 2007). Populasi sampel dalam penelitian ini sebanyak 80 orang sampel
mengunakan pola terapi penggunaan cairan RL + Ceftriaxon inj.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Distribusi pasien appendisitis berdasarkan usia
Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Annisa Cikarang, pada Januari
Desember 2020 dengan sampel data Rekam Medik sebanyak 80 orang dapat dilihat dari
tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi usia pasien appendicitis
n
%
2
2,5
26
32,5
13
16,25
17
21,25
6
7,5
11
13,75
5
6,25
80
100
Berdasarkan tabel 1, dari hasil penelitian yang ditampilkan dalam tabel di atas dapat
disimpulkan bahwa usia yang paling tinggi mengalami appendiktomi adalah pada usia 14
22 tahun yaitu sebanyak 32,5% dan yang paling rendah pada usia 5 13 tahun sebanyak
2,5%.
2. Distribusi jenis kelamin pasien appendicitis
Tabel 2. Distribusi jenis kelamin pasien appendicitis
Jenis Kelamin n
%
Laki - Laki
23
28,75
Perempuan
57
71,25
Total
80
100
Berdasarkan tabel 2, jenis kelamin yang banyak mengalami appendiktomi adalah
pada perempuan yaitu 71,25% (57 orang), sedangkan laki-laki 28.75% (23 orang).
3. Jenis diagnosa pada pasien appendicitis di Rumah Sakit Annisa Cikarang
Tabel 3. Jenis diagnosa pada pasien appendicitis
di Rumah Sakit Annisa Cikarang
Jenis Diagnosa
n
%
Akut
50
62,5
Kronik
30
37,5
Sri Rahayu, Kiki Loviana, Rida Emelia/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(9), 1240-1246
Gambaran Penggunaan Obat Pada Pasien Appendicitis Terhadap Kesehatan Usus Di
Rumah Sakit Annisa Cikarang 1244
Total
80
100
Berdasarkan tabel 3 di atas, hasil dari diagnosa pada pasien appenditicitis di Rumah
Sakit Annisa Cikarang dengan jenis diagnosa akut n sebanyak 50 dan persentasenya 62,5%,
sedangkan dengan jenis diagnosa kronik sebanyak 30 dan 37,5%. Dapat disimpulkan
bahwa pasien dengan diagnosa appenditicitis di Rumah Sakit Annisa Cikarang jenis
diagnosa akut lebih banyak dialami pasien.
4. Obat anestesi yang digunakan di Rumah Sakit Annisa Cikarang
Tabel 4. obat anestesi yang digunakan di Rumah Sakit Annisa Cikarang
Berdasarkan tabel 4 di atas, hasil obat anetesi Bunascan inj (Buvipacain)
yang lebih banyak dikonsumsi oleh pasien sebab pasien appenditicitis di Rumah Sakit
Annisa Cikarang.
B. Pembahasan
Pola terapi yang digunakan sebelum, saat dan setelah operasi appendicitis di
Rumah Sakit Annisa Cikarang pola terapi yang digunakan sebelum operasi
appendicitis di Rumah Sakit Annisa Cikarang 55% (44 orang) dari 80 orang sampel
mengunakan pola terapi penggunaan cairan RL + Ceftriaxon inj. Hal ini bertujuan
sebagai profilaksis sebagai pencegah infeksi insisi pembedahan (Makani &
Andayani, n.d. 2019).
Pola terapi yang digunakan pada saat operasi appendicitis di Rumah Sakit
Annisa Cikarang yang terbanyak adalah berupa pemberian cairan Cairan RL +
Bunascan inj + Ondansetron 8 mg inj + Ranitidin inj + Tramadol inj 43,75% (35
orang). Pola terapi obat yang digunakan setelah operasi appendicitis terabanyak
adalah dengan pola terapi pemeberian cairan RL + Ceftriaxon inj + Ketorolac inj +
Ranitidin inj sebanyak 23,75% (19 orang) dan dengan pola terapi Cairan RL +
Ceftriaxon inj + Ranitidin inj + Tofedex inj sebanyak 23.75% (19 orang).
Berdasarkan penelitian pola terapi obat pulang pada pasien appendicitis di
Rumah Sakit Annisa Cikarang pada tahun 2020 adalah dengan pola kombinasi Asam
Mefenamat 500 mg tab + Cefixime 200 mg tab + Ranitidin tab sebanyak 27,5% (22 orang).
Dengan pemberian kombinasi analgetik dan antibiotik pada saat pulang bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah infeksi dan juga memulihkan luka insisi yang
dilakukan pada saat pembedahan di ruang operasi.
Pada terapi pengobatan Appendicitis selalu diberikan antibiotik karena
Appendicitis merupakan penyakit yang disebabkan infeksi oleh bakteri (Dewi, n.d.). Faktor
pencetusnya seperti yang dikemukakan oleh Awaluddin adalah menjadi media bagi bakteri
(Escherichia Coli) untuk berkembang biak, maka antibiotik ini digunakan untuk menekan
perkembangbiakan bakteri. Selain antibiotik diperlukan juga obat analgetik (penawar
nyeri), analgetik sendiri dapat merangsang peningkatan asam lambung maka sebagai
profilaksis diberikan Ranitidin tab (golongan H
2
blocker).
Obat Anestesi
n
%
Bunascan inj (Buvipacain)
72
90
Bunascan inj + Recofol inj
3
3,75
Recofol inj (Propofol)
5
6,25
Total
80
100
Sri Rahayu, Kiki Loviana, Rida Emelia/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(9), 1240-1246
Gambaran Penggunaan Obat Pada Pasien Appendicitis Terhadap Kesehatan Usus Di
Rumah Sakit Annisa Cikarang 1245
Lama rawat inap pada pasien appendicitis di Rumah Sakit Annisa Cikarang pada
tahun 2020 berdasarkan penelitian yang terbanyak adalah 50% (4 hari). Hal ini pada
umumnya pasien menunjukkan bahwa kondisi kesehatannya mengalami perbaikan
dibandingkan dengan pada saat sebelum operasi, kemudian melanjutkan pemulihan luka di
rumah setelah pulang dari rawat inap.
KESIMPULAN
Usia pasien terbanyak yang mengalami appendisitis di Rumah Sakit Annisa
Cikarang yaitu pada usia 14 22 tahun sebanyak 32,5%(26 orang) dan terjadi pada pada
perempuan sebanyak 71,25%(57 orang. Diagnosa yang paling banyak ditegakkan oleh
dokter bedah di Rumah Sakit Annisa Cikarang adalah appendisitis akut sebanyak 62,5%(50
orang). Jenis anestesi yang banyak digunakan pada saat operasi appendicitis di Rumah
Sakit Annisa Cikarang adalah anestesi lokal sebanyak 90% (72 orang).
Pola terapi obat pasien appendicitis sebelum operasi di Rumah Sakit Annisa
Cikarang adalah kombinasi cairan RL + Ceftriaxon inj sebanyak 55%(44 orang). Pola terapi
obat pasien appendicitis pada saat operasi di Rumah Sakit Annisa Cikarang adalah
kombinasi cairan RL + Bunascan inj + Ondansetron 8 mg inj + Ranitidin inj + Tramadol inj
sebanyak 43.75% (35 orang). Pola terapi obat pasien appendicitis setelah operasi di Rumah
Sakit Annisa Cikarang adalah pemeberian cairan RL + Ceftriaxon inj + Ketorolac inj +
Ranitidin inj sebanyak 23,75% (19 orang) dan dengan pola terapi Cairan RL + Ceftriaxon
inj + Ranitidin inj + Tofedex inj sebanyak 23.75% (19 orang) . Pola terapi obat pasien
appendicitis di Rumah Sakit Annisa Cikarang pada saat pulang adalah kombinasi Asam
Mefenamat 500 mg tab + Cefixime 200 mg tab + Ranitidin tab sebanyak 27,5% (22 orang).
Lama rawat inap pasien appendicitis di Rumah Sakit Annisa Cikarang adalah 4 hari
sebanyak 50% (40 orang).
BIBLIOGRAFI
Awaluddin, A. (2020). Faktor Risiko Terjadinya Apendisitis Pada Penderita Apendisitis Di
Rsud Batara Guru Belopa Kabupaten Luwu Tahun 2020. Jurnal Kesehatan Luwu
Raya, 7(1), 6772.
Bachur, R. G., Dayan, P. S., Bajaj, L., Macias, C. G., Mittal, M. K., Stevenson, M. D.,
Dudley, N. C., Sinclair, K., Bennett, J., & Monuteaux, M. C. (2012). The effect of
abdominal pain duration on the accuracy of diagnostic imaging for pediatric
appendicitis. Annals of Emergency Medicine, 60(5), 582590.
Depkes, R. I. (2009). Profil kesehatan indonesia. Jakarta: Depkes RI, 200.
Depkes, R. I. (2016). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia.
Dewi, A. A. W. T. (n.d.). Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada Pasien
Operasi Apendisitis Akut Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Baptis Batu Jawa
Timur Tahun 2011.
Makani, M., & Andayani, T. M. (2019). Pengaruh Pemberian Antibiotik Profilaksis
Terhadap Infeksi Luka Operasi pada Pasien Bedah Obstetri dan Ginekologi di RSUP
Dr. Sardjito. Majalah Farmaseutik, 17(1), 2937.
Nurlina, I. E., Sulistyowati, A., Putra, K. W. R., & Annisa, F. (2019). Asuhan keperawatan
pada sdr. S dengan diagnosa medis post operasi apendiktomy di ruang dahlia rs
brawijaya tk iii surabaya. Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.
Organization, W. H. (2014). WHO guidelines for indoor air quality: household fuel
combustion. World Health Organization.
RI, D. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indoneia Nomor. 129 Tahun 2009
Sri Rahayu, Kiki Loviana, Rida Emelia/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(9), 1240-1246
Gambaran Penggunaan Obat Pada Pasien Appendicitis Terhadap Kesehatan Usus Di
Rumah Sakit Annisa Cikarang 1246
Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI.
Setiawan, N. (2007). Penentuan ukuran sampel memakai rumus slovin dan tabel krejcie-
morgan: telaah konsep dan aplikasinya. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Shiddiq, M. (2013). Suhu Tubuh Dan Nilai Granulosit Praoperasi Pasien Apendisitis Akut
Berkomplikasi Di Rsud Dokter Soedarso Pontianak Tahun 2012. Jurnal Mahasiswa
PSPD FK Universitas Tanjungpura, 2(1).
Soendari, T. (2012). Metode Penelitian Deskriptif. Bandung, UPI. Stuss, Magdalena &
Herdan, Agnieszka, 17.
Waisani, S., & Khoiriyah, K. (2020). Penurunan Intensitas Skala Nyeri Pasien Appendiks
Post Appendiktomi Menggunakan Teknik Relaksasi Benson. Ners Muda, 1(1), 68
77.
Wiyandra, Y., & Yenila, F. (2018). Sistem Pakar Deteksi Apendisicitis. Jurnal KomtekInfo,
5(3), 8191.
Wulandari, K. (2021). Gambaran Pengelolaan Nyeri Akut Pada Pasien Post Apendiktomi
Di Rsud Sanjiwani Gianyar Tahun 2021. Jurusan Keperawatan 2021.
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).