Sri Rahayu, Kiki Loviana, Rida Emelia/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(9), 1240-1246
Gambaran Penggunaan Obat Pada Pasien Appendicitis Terhadap Kesehatan Usus Di
Rumah Sakit Annisa Cikarang 1242
fekolit dalam lumen appendiks atau adanya benda asing seperti cacing dan biji-bijian
(Awaluddin, 2020).
Penyakit radang usus buntu disebabkan oleh bakteri dan makan cabai bersama
bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tidak tercerna dalam tinja dan
menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asing. gejala radang usus buntu umumnya
mengalami sakit perut, terutama dimulai di sekitar pusar dan bergerak kesamping kanan
bawah, penurunan nafsu makan, mual dan muntah, serta diare (Wiyandra & Yenila, 2018).
Apendiktomi harus segera dilakukan apabila penderita mengalami serangan
apendisitis akut (Bachur et al., 2012). Apendiksitis bila tidak ditangani secara cepat,
maka akan menimbulkan komplikasi, komplikasi tersering yang dialami pasien
apendiksitis akut adalah apendiksitis perforasi dengan pasien apendiksitis perforasi tanpa
peritonitis umum 23 orang (39,7%), sedangkan yang telah mengalami peritonitis
umum sebanyak 14 orang (24,1%) (Shiddiq, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan
7% penduduk di Negara Barat menderita apendisitis dan terdapat lebih dari
200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunnya. Badan
World Health Organization (WHO) menyebutkan insidens apendisitis di Asia
dan Afrika pada tahun 2014 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total
populasi (Organization, 2014). Di Indonesia insiden apendisitis cukup tinggi, terlihat
dengan adanya peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Depkes RI tahun 2016, kasus apendisitis pada tahun 2016
sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2017 jumlah pasien apendisitis
sebanyak 75.601 orang (Depkes, 2016). Dinkes Jawa Timur menyebutkan pada tahun 2017
jumlah kasus apendisitis di Jawa Timur sebanyak 5.980 penderita dan 177
penderita diantaranya menyebabkan kematian (Nurlina et al., 2019).
Pada tahun 2009 dan 2010 appendicitis merupakan penyakit tidak menular
tertinggi kedua di Indonesia terhadap pasien rawat inap. Informasi data yang diperoleh dari
Kementerian Kesehatan RI tahun 2009 kejadian appendicitis di Indonesia sebesar 596.132
orang dengan persentase 3,36% dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 621.435 orang
dengan persentase 3,53% (RI, 2008).Nyeri yang ditimbulkan oleh appendicitis dapat
mengganggu aktifitas sehari-hari. Salah satu tindakan yang harus ditempuh untuk
menghilangkan nyeri secara permanen yaitu dengan cara appendiktomi. Appendiktomi
merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi untuk mengangkat usus buntu
yang yang terinfeksi. Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi lebih lanjut seperti peritonitis atau abses (Waisani & Khoiriyah, 2020).
Nyeri yang terkontrol sangat perlu dilakukan setelah operasi karena dapat
mengurangi kecemasan, dapat bernafas lebih lega, dan dapat mentoleransi mobilisasi
dengan cepat. Selain penanganan secara farmakologi, teknik non farmakologi juga
dapat digunakan dalam pengelolaan nyeri yaitu dengan melakukan teknik relaksasi, yang
merupakan tindakan eksternal yang dapat mempengaruhi respon internal individu
terhadap nyeri. Penanganan nyeri melalui teknik relaksasi yaitu meliputi nafas dalam,
masase, relaksasi otot, meditasi dan perilaku (Wulandari, 2021).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
gambaran penggunaan obat pada pasien appendicitis di Rumah Sakit Annisa Cikarang
mulai saat pasien masuk, selama operasi, setelah operasi dan sampai pasien pulang dari
ruangan rawat inap.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan survei cross sectional yang
merupakan jenis metode penelitian observasi yang bersifat menganalisis serangkaian data