PROFIL KELENGKAPAN RESEP ANTIHIPERTENSI TERHADAP PASIEN ANTIHIPERTENSI DI APOTEK NURANI MAJALAYA

 

 

Edwin Fauzi Romansyah1*, Rida Emelia2

Polteknik Piksi Ganesha Bandung1, 2

[email protected]1, [email protected]2

 

 

 

Abstrak

Received:

Revised  :

Accepted:

02-09-2021

15-09-2021

24-09-2021

Latar Belakang: Pengkajian resep adalah proses pengkajian terhadap penulisan resep oleh tenaga kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, farmasetik dan klinis baik resep rawat jalan maupun rawat inap. Pengkajian resep terdiri dari pengkajian secara administrasi, farmasetik dan klinis.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi kesesuaian kelengkapan resep secara administrasi dan farmasetka dari dokter spesialis dalam di salah satu RSUD di Kabupaten Bandung.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan desain Cross Sectional.

Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah total resep Antihipertensi yang tidak memenuhi standar pelayanan kefarmasian dan kelengkapan administrasi meliputi umur pasien sebesar 0%, alamat pasien sebesar 0%, dan jenis kelamin berjumlah 0%. Sedangkan secara farmasetik yang tidak memenuhi standar pelayanan kefarmasian diantaranya kekuatan obat sebesar 0% dan stabililitas sebesar 0%.

Kesimpulan: Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pengkajian resep Antihipertensi secara administrasi dan farmasetik tidak memenuhi standar pelayanan kefarmasian

Kata kunci: pengkajian resep; antihipertensi; kelengkapan

                    administrasi; kelengkapan farmasetik.

 

 

 

 

Abstract

 

Background: Prescription Assessment is the process of reviewing prescription writing by pharmaceutical personnel starting from the selection of administrative, pharmacetic and clinical requirements both outpatient and inpatient prescriptions. Prescription assessment consists of administrative, pharmacetic and clinical assessments.

Objective: The study aims to the suitability of administrative and pharmaceutical prescription completeness from pediatricians at one of the Hospitals in Bandung regency

Methods: This research is  a descriptive observational with cross sectional design.

Results: The results showed that the total number of antihypertensive prescriptions that do not meet the standards of pharmaceutical services and administrative completeness includes the patient's age by 0% The patient's address is 0%, and the gender is 0%. While pharmaceutically that does not meet pharmaceutical service standards including drug strength by 0% and stabilility by 0%.

Conslusion: The results of the study can be concluded that the assessment of antihypertensive prescriptions administratively and pharmaceutically does not meet pharmaceutical service standards.

Keywords: recipe assessment; antihypertension;

                  administrative completeness; pharmacetic

                  completeness.

*Coresponden Author : Edwin Fauzi Romansayh

Email : [email protected]

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

 

 

PENDAHULUAN

 

Pengkajian resep merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yang bertanggung jawab langsung kepada pasien dengan maksud untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari seorang pasien. Jika ditemukan ketidaksesuaian dari hasil pengkajian, maka seorang apoteker harus menghubungi dokter penulis resep (Depkes, 2016).

Pemberian obat secara aman merupakan perhatian utama ketika melaksanakan pemberian obat kepada pasien. Sebagai petugas yang terlibat langsung dalam pemberian obat, petugas harus mengetahui yang berhubungan dengan peraturan dan prosedur dalam pemberian obat karena hamper semua kejadian eror dalam pemberian obat terkait dengan peraturan dan prosedur. Petugas harus mengetahui informasi tentang setiap obat sebelum diberikan kepada pasien untuk terjadinya kesalahan. Melaksanankan pemberian obat secara benar dan sesuai intruksi dokter, mendokumentasikan dengan benar dan memonitor efek dari obat merupakan tanggung jawab dari semua petugas yang terlibat dalam pemberian obat. Jika obat tidak diberikan seperti yang seharusnya maka kejadian medication error dapat terjadi (Organization, 2007). Menurut (Depkes, 2008) kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama dari 10 besar insiden yang dilaporkan dan dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing dan administrating (Kusuma & Nugraheni, 2018).

Penelitian oleh Susanti (2013), kejadian ketidaksesuaian pada fase prescribing menunjukkan resep yang tidak terbaca sebesar 0,3%, nama pasien berupa singkatan 12% dan tidak  menuliskan satuan dosis 59%. Berdasarkan penelitian (Widayati et al., 2011). Ketidaklengkapan dan ketidakjelasan penulisan resep merupakan bentuk prescribing error yang merugikan pasien terlebih pada anak-anak. Kesalahan pengobatan pada anak-anak dapat memperparah penyakitnya dan merusak organ tubuh anak-anak. Mengingat sistem enzim yang terlibat dalam metabolisme obat pada  anak-anak  belum  terbentuk  atau  sudah  ada  namun  dalam  jumlah  yang sedikit, sehingga metabolismenya belum optimal. Selain itu, ginjal pada anak- anak belum berkembang dengan baik, sehingga kemampuan mengeliminasi obat belum dapat bekerja dengan optimal.

Berdasarkan BPOM RI tahun 2008 , dampak dari kejadian kesalahan pengobatan yang dapat merugikan pasien, khususnya pada pasien anak seperti adanya risiko toksisitas yang disebabkan oleh adanya variasi dosis karena banyaknya obat yang sudah jadi diracik. Pengobatan pada pediatrik biasanya lebih diperhatikan karena dilakukan penyesuaian dosis,  kontra indikasi,  efek  samping dan  pengawasan  yang ketat (Kusuma & Nugraheni, 2018).

Amerika Serikat angka kejadian medication errors antar 2-14 % dari jumlah pasien dirawat di rumah sakit, dengan 1-2 % yang  menyebabkan kerugian pasien dimana umumnya terjadi karena peresepan yang salah, kesalahan obat diperkirakan mengakibatkan 7.000 pasien meninggal sebanyak tujuh ribu per tahun di Amerika Serikat. Kejadian ini hampir serupa dengan rumah sakit di Inggris. Menurut laporan terbaru dari National Audit Commission Report on Safety Medication Errors (7 % dari semua kejadian medication errors) merupakan faktor kedua paling umum dari kejadian yang membahayakan pasien setelah jatuh (Patel, 2011). Berdasarkan penelitian di atas, peneliti bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari seorang pasien.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan desain Cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Penelitian dengan metode restrospektif ini adalah penelitian yang menganalisa data-data yang sudah ada untuk diperiksa kesesuaiannya dengan aturan yang beraku. Penulis akan menganalisa data yang diperoleh dari periode sebelumnya kemudian menghubungkan dengan landasan teori atau literatur yang digunakan sebagai pedoman hingga diperoleh gambaran sebenarnya mengenai kelengkapan resep pasien poliklinik dalam di salah satu rumah sakit di Kabupaten Bandung. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah resep pasien Antihipertensi dengan jumlah resep 59 lembar resep. Sampel ditentukan oleh rumus Slovin:

    

 

                                                    

Dimana;  n = jumlah sampel 

N = jumlah populasi   

e  = margin error              

            Berdasarkan rumus tersebut didapatkan sampel 59 resep. Setelah melalui beberapa tahap diantaranya berkaitan dengan kelengkapan resep, pengambilan data, setelah mendapatkan data dilakukan proses analisa dengan mengidentifikasi kelengkapan resep berdasarkan persyaratan administrasi resep dan farmasetika. Analisis data dilakukan menggunakan deskriptif persentase.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A. Hasil Penelitian

 

1.  Pengkajian Resep secara Administrasi

Pengkajian resep secara administrasi wajib dilakukan oleh seorang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) sebelum memproses suatu resep yang diserahkan kepada pasien. Perhitungan presentasi kelengkapan resep Antihipertensi adalah sebagai berikut :

 

% kelengkapan administrasi =

 

Berdasarkan hasil analisa perhitungan Di atas maka persentase kelengkapan resep secara administrasi adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Kelengkapan Administrasi

No

Kajian Administrasi

Jumlah Resep Lengkap

%

Jumlah Resep Tidak Lengkap

%

1

SIP dokter

59

100%

0

0%

2

Nama dan Paraf

Dokter

59

100%

0

0%

3

Tanggal resep

57

96,6%

2

3,4%

4

Nama pasien

59

100%

0

0%

5

Jenis kelamin

0

0%

59

100%

6

Alamat pasien

0

0%

59

100%

7

Umur pasien

0

0%

59

100%

Total Lembar Resep

 

59

 

 

Sumber Data : Diolah Penulis, 2021

 

Sumber Data : Diolah Penulis, 2021

 

2.    Pengkajian Resep Secara Farmasetik

Pengkajian resep secara farmasetika dilakukan seorang farmasi setelah melakukan pengkajian administrasi. Perhitungan presentase dilakukan untuk mengetahui analisis kelengkapan pada resep. Perhitungan persentase kelengkapan resep Antihipertensi dapat dilihat pada tabel 2

% kelengkapan Farmasetika =

dari hasil perhitungan data menurut rumus diatas, maka hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

 

Tabel 2 Kelengkapan Farmasetika

No

Kajian

Farmasetika

Jumlah resep lengkap

Jumlah

 

%

Jumlah resep tidak lengkap Jumlah

 

%

1

Nama Obat

59

100%

0

0%

2

Kekuatan Obat

0

0%

59

100%

3

Bentuk Sediaan

59

100%

0

0%

4

Jumlah Obat

59

100%

0

0%

5

Dosis

59

100%

0

0%

6

Aturan/Cara Pakai 

59

100%

0

0%

7

Stabilitas

0

0%

59

100%

 

Total Resep

 

59

 

 

Sumber Data : Diolah Penulis, 2021

 

Sumber Data : Diolah Penulis 2021

 

B. Pembahasan

 

Berdasarkan gambar 1 diketahui bahwa pengkajian resep administrasi pasien poliklinik dalam di salah satu Rumah Sakit di Kabupaten Bandung sebagian besar komponennya telah mencapai 100% yaitu nama pasien, tanggal resep, nama dan SIP dokter, nama/stempel ruangan, no registrasi pasien. Sedangkan untuk alamat pasien, jenis kelamin, tanggal resep dan umur pasien belum mencapai 100%. Artinya masih ada beberapa resep yang ditemukan tidak mencantumkan komponen-komponen resep tersebut.

Pencantuman SIP dokter dalam resep diperlukan untuk menjamin keamanan pasien, bahwa dokter tersebut mempunyai hak dan dilindungi undang-undang dalam memberikan terapi pengobatan kepada pasien (Mamarimbing et al., 2012). dalam penelitian ini kelengkapan penulisan Nama dan SIP dokter telah mencapai persentasi 100%, artinya dari 59 sampel resep antihipertensi dokter telah mencantumkan komponen tersebut.

Pencantuman Nama dan paraf dokter juga merupakan hal yang penting untuk dicantumkan, jika terjadi kesalahan dalam hal peresepan maka petugas kefarmasian dapat langsung menghubungi dokter yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi terkait dengan terapi obat yang diberikan kepada pasien. dalam penelitian ini pencantuman Nama dan paraf dokter sudah mencapai persentase 100% lengkap.

dalam penulisan resep, pencantuman tanggal resep diperlukan karena berkaitan dengan keamanan pasien. Selain itu dapat memudahkan petugas farmasi untuk mendokumentasikan dan untuk menelusuri apabila pasien mengalami alergi terhadap obat-obatan tertentu yang dikonsumsi sebelumnya atau informasi lain yang dibutuhkan. dalam penelitian ini penulisan tanggal resep hampir mencapai 100% yaitu 96,6%. dalam kategori tanggal resep, penyebab ketidaklengkapannya adalah karena kesibukan dalam melayani pasien, dokter lupa mencantumkan tanggal resep. Tetapi hal ini tidak berpotensi terjadinya medication error atau kesalahan pengobatan kepada pasien karena di dalam persyaratan pasien yaitu SEP sudah terdapat tanggal dilakukannya pemeriksaan dan dibuatnya resep.

Pencantuman nama pasien di dalam resep sangat berguna karena menghindari tertukarnya obat dengan pasien lain pada waktu pelayanan di apotek (Bilqis, 2015). dalam penelitian ini semua resep mencantumkan nama pasien sehingga diperoleh persentasenya sebesar 100% dengan jumlah resep sebanyak 59 lembar. Dalam hal ini dokter berperan baik dalam proses penyembuhan pasien sehingga tidak berpotensi terjadinya Medications error.

Penulisan umur pasien dalam resep sangat perlu, dari 59 resep antihipertensi menghasilkan persentase 0%, artinya bahwa dari semua sampel resep antihipertensi belum mencantumkan umur pasien. Kelengkapan administrasi kategori jenis kelamin merupakan status etiologi seorang yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. dari 59 resep antihipertensi yang dikaji, semua resep tidak mencantumkan jenis kelamin pasien sehingga didapat presentasi 0%, artinya tidak satupun resep mencantumkan jenis kelamin pasien. Hal ini dikarenakan jenis kelamin pasien sudah tertera di alam persyaratan pasien yaitu di dalam SEP (surat elegalibitas pasien).

Alamat pasien berguna sebagai identitas pasien apabila terjadi kesalahan dalam pemberian obat atau obat tertukar dengan pasien lain (Pratiwi, 2018). Pada penelitian ini pencantuman alamat pasien di dalam resep menghasilkan presentasi 0% yang artinya tidak ada satupun lembar resep dari 59 sampel yang mencantumkan alamat pasien. Hal ini disebabkan karena di dalam lembar resep tersebut tidak tersedia format yang bertuliskan alamat pasien untuk diisi oleh dokter penulis resep di karenakan sudah tertera di dalam kartu registrasi pasien sehingga hal ini tidak berpotensi terjadinya medication errors.

Berdasarkan gambar 2 diketahui bahwa pengkajian resep farmasetik pasien poliklinik dalam di salah satu Rumah Sakit di Kabupaten Bandung sebagian besar komponennya telah mencapai 100% yaitu nama obat, jumlah obat, dosis obat dan aturan pakai. Sedangkan untuk kekuatan obat, bentuk sediaan dan stabilitas belum mencapai 100%. Artinya masih ada beberapa resep yang ditemukan tidak mencantumkan komponen-komponen resep tersebut.

Kelengkapan farmasetika meliputi kategori nama obat. Nama obat wajib tertulis dalam resep. Tujuannya adalah untuk mengetahui zat aktif yang terkandung dalam obat. pada penelitian ini kelengkapan penulisan Nama obat telah mencapai persentase 100%, artinya dari 59 sampel resep antihipertensi, dokter telah mencantumkan komponen tersebut. Jika dalam  suatu  resep  tidak  dilengkapi  kekuatan  obat  maka  dapat  terjadi  kekeliruan dalam  memberikan  kekuatan  yang  diperlukan  sehingga  dosis  yang  diberikan  bisa tidak mencapai efek terapi.

Pada penelitian ini komponen kekuatan obat pada resep menghasilkan presentasi 0%. Artinya  dari 59 lembar resep, tidak ada satupun yang mencantumkan kekuatan obat. Tetapi hal ini tidak menjadi masalah serius untuk pasien, karena pola penulisan resep disini jika dokter meresepkan obat tanpa kekuatan sediaannya sedangkan kekuatan sediaan yang beredar lebih dari satu maka dipilih yang paling kecil. Selain itu juga tidak masalah jika dokter meresepkan obat tanpa kekuatan sediaan jika obat tersebut hanya satu sediaan yang beredar.

Selain itu jumlah obat wajib ditulis dalam resep jumlah obat ini sangat menentukan batas waktu penggunaan obat oleh pasien. Ketidaklengkapan jumlah obat pada resep dapat menghambat pelayanan terhadap pasien, karena harus mengkonfirmasi dokter penulis resep terlebih dahulu. Mengingat kesibukan dokter, pasien diminta menunggu. Dari 59 resep yang dikaji semuanya mencantumkan jumlah obat jadi presentasi nya lengkap 100%.

Bentuk sediaan merupakan formulasi obat dari suatu produk yang siap untuk diminum atau dipakai oleh penderita supaya mencapai efek terapi yang diinginkan (Khairunnisa, 2018). Pada penelitian ini presentasi keterangan bentuk sediaan pada resep yaitu 100 %. Tetapi ini tidak begitu menjadi masalah serius, karena bisa dilihat dari jumlah obatnya dan dari keterangan dosisnya. Dosis merupakan kadar dari sesuatu (kimia, fisik, biologis) yang dapat memengaruhi organisme. Dosis biasanya diperuntukan bagi kadar obat atau agen lain yang diberikan untuk tujuan terapi (Aditya, 2018). pada penelitian ini presentasi dosis adalah 100% lengkap, artinya dari 59 lembar resep yang dikaji mencantumkan dosis obat.

Aturan atau cara penggunaan obat merupakan komponen penting dalam resep. Aturan atau cara penggunaan obat ini adalah cara yang dianjurkan dalam penggunaan obat oleh dokter kepada pasien. Sehingga dalam pemberian informasi tentang penggunaan obat tidak bisa dan dapat dimengerti secara jelas oleh pasien. Aturan pakai ini sangat berpengaruh pada tepatnya cara penggunaan dan lama waktu penggunaan obat. dari 59 lembar resep yang dikaji menghasilkan presentase 100% lengkap (Fourianalistyawati, 2012).

Stabilitas diartikan bahwa obat (bahan obat sediaan obat) disimpan pada kondisi penyimpanan tertentu di dalam kemasan penyimpanan dan pengangkutan tidak menunjukan perubahan sama sekali atau berubah dalam batas yang diperbolehkan (Wahyuni et al., 2019). dalam penelitian ini stabilitas obat menghasilkan persentase sebesar 0%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar resep tidak mencantumkan komponen stabilitas obat. Tetapi hal ini tidak berpotensi terjadinya medication errors karena pada sebagian kemasan obat sudah tertera cara penyimpanan obatnya harus dalam suhu berapa dan untuk resep racikan, stabilitas obatnya sudah tertera di dalam etiket obat.

 

 

KESIMPULAN

 

Dilihat dari aspek kelengkapan resep administrasi dan farmasetika menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 76 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, maka dapat disimpulkan bahwa dari jumlah total resep pediatrik kategori neonatus yang tidak memenuhi Standar Pelayanan Kefarmasian dari kelengkapan resep secara administrasi diantaranya umur pasien sebesar 0%, alamat pasien sebesar 0% dan Jenis kelamin  pasien sebesar 0%. Secara farmasetika yang tidak memenuhi Standar Pelayanan Kefarmasian diantaranya kekuatan obat sebesar 0% dan stabilitas sebesar 0%.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aditya, R. (2018). Efektivitas Pemberian Minyak Zaitun Terhadap Lama Penyembuhan Luka Bakar Derajat Iia Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus). University of Muhammadiyah Malang.

 

Bilqis, S. U. (2015). Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015.

 

Depkes, R. I. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes. SK/IV/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal di Rumah Sakit. www. depkes. go. id.

 

Depkes, R. I. (2016). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia.

Fourianalistyawati, E. (2012). Komunikasi Yang Relevan Dan Efektif Antara Dokter Dan Pasien. Jurnal Psikogenesis, 1(1), 82–87. https://doi.org/10.24854/jps.v1i1.37

 

Khairunnisa, N. (2018). Formulasi Sediaan Masker Gel Ekstrak Etanol Biji Jagung (Zea Mays L.). Institut Kesehatan Helvetia.

 

Kusuma, V., & Nugraheni, A. Y. (2018). Pengkajian Resep Pada Fase Prescribing Resep Pediatri Di Apotek Mandiri Kota Surakarta Tahun 2017. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

 

Mamarimbing, M., Fatimawali, F., & Bodhi, W. (2012). Evaluasi Kelengkapan Administratif Resep dari Dokter Spesialis Anak Pada Tiga Apotek di Kota Manado. PHARMACON, 1(2).

 

Organization, W. H. (2007). Promoting safety of medicines for children. World Health Organization.

 

Patel, R. (2011). Medication Errors in Medical Practice. IHI Open School (England) Conference 19 Th March 2011, Birmingham University.

 

Pratiwi, D. R. (2018). Analisis Kelengkapan Administratif Resep di Apotek Bhumi Bunda Ketejer Praya, Lombok Tengah. Jurnal Kesehatan Qamarul Huda, 6(1), 6–11. https://doi.org/10.37824/jkqh.v6i1.2018.6

 

Wahyuni, Y. S., Erjon, E., & Aftarida, R. (2019). Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Stabilitas Klindamisin Fosfat Dalam Sediaan Emulgel Dengan Hydroxypropyl Methylcellulose (Hpmc) Sebagai Gelling Agent. Journal of Pharmaceutical And Sciences, 2(2), 36–42. https://doi.org/10.36490/journal-jps.com.v2i2.27

 

Widayati, A., Suryawati, S., de Crespigny, C., & Hiller, J. E. (2011). Self medication with antibiotics in Yogyakarta City Indonesia: a cross sectional population-based survey. BMC Research Notes, 4(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/1756-0500-4-491

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).