�PROFIL PERESEPAN OBAT DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI PADA PASIEN PROLANIS DI KLINIK SENO MEDIKA

 

 

Rosita Rabiatul Adawiyah1, Rida Emelia2

Politeknik Piksi Ganesha Bandung, Indonesia1,2

[email protected]1, [email protected]2

 

 

 

Abstrak

Received:

Revised� :

Accepted:

18-08-2021

08-02-2022

10-02-2022

Latar Belakang: Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) adalah program promotif dan preventif yang dikembangkan BPJS Kesehatan bekerja sama dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Prolanis adalah diabetes melitus dan hipertensi.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana profil peresepan obat pada pasien Prolanis dengan penyakit diabetes melitus dan hipertensi di Klinik Seno Medika.

Metode: Penelitian yang digunakan adalah metode non eksperimental dengan rancangan penelitian desktiptif retrosfektif. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 2 April-31 Mei 2021 dengan jumlah sampel sebanyak 60 resep.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukan responden pasien perempuan (57%), laki-laki (43%). Rentang usia 40-49 tahun (10%), 50-59 tahun (25%), 60-69 tahun (40%), 70-79 tahun (25%). Pasien yang mengidap penyakit diabetes melitus (8%), hipertensi (65%), diabetes melitus dan hipertensi (27%). Obat diabetes melitus yang digunakan, metformin (60%), glibenclamid (10%), glimepirid (30%). Obat hipertensi yang digunakan, amlodipin (77%), captopril (14%), furosemid (9%).

Kesimpulan: Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah biguanid untuk diabetes melitus dan golongan obat antagonis kalsium untuk hipertensi.

Kata kunci: obat; prolanis; hipertensi; diabates melitus.

 

 

 

 

Abstract

 

Background: The Chronic Disease Management Program (Prolanis) is a promotive and preventive program develoved by The Organizer of Social Health Insurance (BPJS Kesehatan) working with Primary Health Care (FKTP). Prolanis is a diabetes mellitus and hypertension.

Objective: This study aimed to determine the profile of drug use in patients Prolanis with diabetes mellitus and hypertension at Seno Medika Clinic.

Methods: The research method used is a non-experimental research with a retrospective descriptive research design. Data was collected from April 2nd to May 31st, 2021. The number of samples was 60 recipes.

Results: The results of this study showed that female patients (57%), male (43%). Age range 40-49 years (10%), 50-59 years (25%), 60-69 years (40%), 70-79 years (25%). Patients with diabetes mellitus (8%), hypertension (65%), diabetes mellitus and hypertension (27%). Diabetes mellitus drugs used, metformin (60%), glibenclamide (10%), glimepiride (30%). The hypertension drugs used, amlodipine (77%), captopril (14%), furosemide (9%).

Conclusion: A class of drugs most widely used is a biguanide for diabetes melitus and a class of drug antagonist calcium for hypertension.

Keywords: drug; prolanis; hypertension; diabetes mellitus.

*Correspondence Author: Rosita Rabiatul Adawiyah

Email: rradawi[email protected]

 

 

PENDAHULUAN

 

����������� Resep menurut Kepmenkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang undangan (KeMenKes, 2004). Sedangkan menurut Permenkes RI No 73 tahun 2016, resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Menkes, 2016).

����������� Menurut BPJS Kesehatan, Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (KemenKes, 2016).

����������� Program Prolanis sendiri telah dijalankan di Indonesia sejak tahun 2010. Penyakit yang termasuk ke dalam program ini adalah Diabetes Melitus tipe 2 dan hipertensi (Wardani, 2020). Program Prolanis ini dikembangkan oleh BPJS Kesehatan (Wardani, 2020). Tujuan dari program ini adalah untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil �baik� pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit (Idris, 2014). Program ini merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan pengelolaan penyakit kronis yang melakukan pendekatan promotif dan preventif yang terintegrasi (Susanti, Hartati, & Putro, 2018).

����������� Di Indonesia, jumlah penderita diabetes diperkirakan sejumlah 8,4 juta pada tahun 2000 dan diprediksi meningkat hingga lebih dari 21 juta penderita diabetes pada tahun 2030, atau menempati peringkat 2 secara jumlah di wilayah Asia Selatan, setelah India (Kemenkes, 2019). Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Organization, 2015). ��

����������� Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peresepan obat diabetes melitus dan hipertensi pada pasien prolanis di Klinik Seno Medika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana profil peresepan obat pada pasien Prolanis dengan penyakit diabetes melitus dan hipertensi di Klinik Seno Medika.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Metode penelitian yang digunakan adalah metode non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif restrosfektif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manuasia (Ibrahim & Sukmadinata, 2006). Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengkajian pada resep Prolanis di Klinik Seno Medika pada periode Maret-Mei 2021.

Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dan diolah dengan metode observasi dan dokumentasi yang disajikan dalam bentuk tabel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh resep Prolanis periode Maret-Mei 2021 sebanyak 70 resep. Sampel yang digunakan dihitung dengan menggunakan rumus slovin dengan tingkat kesalahan 5% dan jumlah populasi sebanyak 70 resep. Berikut hasil perhitungan dengan rumus slovin: �

 

n =���� N

����� 1 + Ne2

n =������� 70

����� 1+70 (0.05)2

n =������ 70

������ 1+0.175

n = 59.6

Sampel yang digunakan sebanyak 60 resep.�

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka diperoleh hasil berikut.

 

Tabel 1. Distribusi Jumlah Pasien� Prolanis Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Perempuan

34

57%

Laki-laki

26

43%

Total

60

100%

Sumber: Data Olahan Penulis

 

Pada tabel 1, menunjukan distribusi pasien Prolanis berdasarkan jenis kelamin. Total semua pasien Prolanis sebanyak 60 pasien. Pasien perempuan sebanyak 34 orang dengan persentase 57%, sedangkan pasien laki-laki sebanyak 26 orang dengan persentase 43%. Pasien Prolanis didominasi oleh pasien perempuan, pengidap penyakit hipertensi maupun diabetes melitus. Pada penyakit hipertensi, hal ini disebabkan karena adanya hubungan faktor hormonal yang lebih besar besar terdapat pada perempuan dibandingkan laki-laki (Agrina, Rini, & Hairitama, 2011).

Salah satunya hormon estrogen dan progesterone, hormon ini dapat melindungi pembuluh darah dari reaksi oksidatif akibat polusi, makanan serta mencegah pemubuluh dari peradangan. Namun, hormon estrogen dapat mempengaruhi keseimbangan sistem renin angiotensin di ginjal yang berfungsi menjaga kestabilan tekanan darah. Pada penyakit diabetes melitus, disebabkan karena perempuan memiliki riwayat kehamilan (diabetes gestasional), obesitas, penggunaan kontasepsi oral, dan tingkat stress cukup tinggi (Wells, Dipiro, & Schwinghammer, 2009).

 

Tabel 2. Distribusi Jumlah Pasien Prolanis Berdasarkan Usia

Usia Pasien

Jumlah (Orang)

Persentase

40-49

6

10%

50-59

15

25%

60-69

24

40%

70-79

15

25%

Total

60

100%

Sumber: Data Olahan Penulis

 

Pada tabel 2, menunjukan distribusi pasien Prolanis berdasarkan usia. Pada usia 40-49 tahun sebanyak 6 orang dengan persentase 10%. Usia 50-59 tahun sebanyak 15 orang dengan persentase 25%. Usia 60-69 tahun sebanyak 24 orang dengan persentase 40%. Usia 70-79 tahun sebanyak 15 orang dengan persentase 25%. Dari data tersebut, pasien dengan usia 60-69 tahun yang paling tinggi mengidap penyakit hipertensi maupun diabetes melitus dengan persentase 40%.

Tekanan darah pada usia lanjut, akan cenderung tinggi sehingga pasien dengan usian lanjut lebih besar berisiko mengalami hipertensi. Bertambahnya umur mengakibatkan tekanan darah meningkat, karena dinding arteri pada usia lanjut akan mengalami penebalan yang mengakibatkan penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan mulai menyempit (Azizah & Yuliani, 2018).

Pada penyakit diabetes melitus, resiko mengidap penyakit tersebut mneingkat seiring bertambahnya usia. Menurut American Diabates Association (ADA) (2014), menyatakan bahwa usia 45 tahun keatas merupakan faktor risiko terjadinya diabetes melitus. Semakin usia bertambah, maka fungsi kerja organ pun akan menurun, hal ini pula menyebabkan menurunnya sensitivitas insulin dan menurunnya fungsi tubuh untuk metabolisme glukosa (Association, 2014).

�����������������������

������ Tabel 3. Distribusi Jumlah Pasien Prolanis Berdasarkan Penyakit

Penyakit

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Diabetes Melitus

5

8%

Hipertensi

39

65%

Diabates dan Hipertensi

16

27%

Total

60

100%

Sumber: Data Olahan Penulis

 

Pada tabel 3, menunjukan distribusi pasien Prolanis berdasarkan penyakit yang diderita. Sebanyak 5 orang yang mengidap diabetes melitus dengan persentase 8 %. Sebanyak 39 orang yang mengidap hipertensi dengan persentase 65%. Sebanyak 16 orang yang mengidap penyakit keduanya yaitu hipertensi dan diabetes melitus dengan persentase 27%. Dari data tersebut, pasien Prolanis paling banyak mengidap hipertensi dengan persentase 65%. Menurut data riskedas 2018, pengidap penyakit hipertensi sebanyak 34,1%. Sedangkan pengidap penyakit diabetes sebanyak 8,9%. Menurut data klaim BPJS, hipertensi merupakan penyakit terbanyak di Indonesia.

 

Tabel 4. Distribusi Persentase Obat Hipertensi yang Digunakan

Jenis Obat

Jumlah Obat

Persentase (%)

Amlodipin

53

77%

Captopril

10

14%

Furosemide

6

9%

Total

69

100%

Sumber: Data Olahan Penulis

 

Pada tabel 4, menunjukan distribusi persentase obat hipertensi yang digunakan pasien Prolanis. Amlodipin digunakan sebanyak 53 kali peresepan dengan persentase 77%. Captopril digunakan sebanyak 10 kali peresepan dengan persentase 14%. Furosemid digunakan sebanyak 6 kali peresepan dengan persentase 9%. Amlodipin merupakan obat yang sering diresepkan untuk hipertensi dengan persentase 77%. Amlodipin merupakan obat hipertensi golongan antagonis kalsium atau CCB (Pakingki, Mongi, Maarisit, & Karundeng, 2019).

Amlodipin merupakan obat pilihan pertama yang diresepkan oleh dokter untuk terapi hipertensi (Indrawan, Husna, & Padmasari, 2021). Mekanisme kerja amlodipine adalah dengan menghambat jalan masuk kalsium ke dalam otot jantung dan dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan denyut jantung melambat dan pembuluh darah melebar (Fajar, 2020). Amlodipine biasa digunakan sebagai obat tunggal/monoterapi ataupun kombinasi dengan captopril dan furosemide.

Captopril merupakan obat hipertensi golongan ACE Inhibitor, mekanisme kerja obat ini adalah dengan cara menghambat terbentuknya angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosterone (Hendarti, 2016). Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya sekresi aldosterone akan menyebabkan eksresi air, natrium dan retensi kalium (Setiawati, 2007).

Furosemide merupakan obat hipertensi golongan diuretik kuat. Mekanisme kerjanya yaitu dengan membuang kelebihan garam (natrium) dan cairan di dalam tubuh untuk menormalkan tekanan darah. Diuretik bekerja dengan meningkatkan eksresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstra seluler, akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah (Tanu, Gan, & Sulistia, 1972). Menurut JNC 7, kombinasi obat yang efektif adalah ACEI dan CCB dan diuretik.

 

Tabel 5. Distribusi Persentase Obat Diabates Melitus yang Digunakan

Jenis Obat

Jumlah Obat

Persentase (%)

Metformin

18

60%

Glibenclamid

3

10%

Glimepirid

9

30%

Total

30

100%

Sumber: Data Olahan Penulis

 

Pada tabel 5, menunjukan distribusi persentase obat diabetes melitus yang digunakan pasien Prolanis. Metformin digunakan sebanyak 18 kali peresepan dengan persentase 60%. Glibenclamid digunakan sebanyak 3 kali peresepan dengan persentase 10%, glimepiride digunakan sebanyak 9 kali peresepan dengan persentase 30%. Metformin merupakan obat yang sering digunakan dalam terapi diabetes, yaitu dengan persentase 60%. Metformin adalah obat diabetes golongan biguanida. Metformin adalah obat pilihan pertama yang diresepkan dokter kepada pasien diabetes melitus tipe 2.

Jika dengan metformin kadar gula tetap tidak terkontrol, biasanya metformin dikombinasikan dengan golongan obat lain. Mekanisme kerja metformin yaitu dengan menghambat pembentukan glukosa di hati. Glibenclamid dan glimepiride adalah obat golongan sulfonilurea. Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan menstimulasi sel beta pancreas untuk memproduksi lebih banyak insulin. Penggunaan sulfonilurea meiliki efek samping berupa hipoglikemia, tidak diajurkana untuk pasien lanjut usia. Sedangkan golongan biguanida bekerja dengan menurukan konsenterasi glukosa dalam darah tanpa menyebabkan hipoglikemi. Apabila tujuan terapi metformin untuk penurunan HbA1c pasien kurang dari 7,5% maka diberikan terapi kombinasi dengan golongan sulfonilurea.

 

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data pasien Prolanis perempuan (57%) dan pasien Prolanis laki-laki (43%).Pasien prolanis dengan usia 40-49 tahun (10%), usia 50-59 tahun (25%), usia 60-69 tahun (40%), dan usia 70-79 tahun (25%).Pasien Prolanis yang mengidap penyakit hipertensi (65%), diabetes melitus (8%), diabetes melitus disertai dengan hipertensi (27%). Obat yang dugunakan untuk terapi hipertensi, amlodipine (77%), captopril (14%), furosemide (9%). Obat yang digunakan untuk terapi diabetes melitus, metformin (60%), glibenclamid (10%), glimepiride (30%). Obat yang banyak digunakan untuk hipertensi adalah golongan antagonis kalsium dan ACE inhibitor. Obat yang banyak digunakan untuk diabetes melitus adalah golongan biagunida dan sulfonilurea.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agrina, Agrina, Rini, Sunarti Swastika, & Hairitama, Riyan. (2011). Kepatuhan lansia penderita hipertensi dalam pemenuhan diet hipertensi. Sorot, 6(1), 46�53. http://dx.doi.org/10.31258/sorot.6.1.46-53

Association, American Diabetes. (2014). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care, 37(Supplement_1), S81�S90. https://doi.org/10.2337/dc14-S081

Azizah, Nur, & Yuliani, Feri Catur. (2018). Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Desa Sukorejo Kecamatan Wonosari Klaten. STIKES DUTAGAMA KLATEN, 10(2), 31�44. https://dx.doi.org/10.5737/v10i2.429

Fajar, D. R. (2020). Pola Penggunaan Obat Hipertensi Pada Pasien Geriatri Rawat Jalan Di Rumah Sakit TK. II Pelamonia Makassar Pada Bulan Januari-Maret. Sasambo Journal Of Pharmacy, 1(1), 22�25. 10.29303/sjp.v1i1.20

Hendarti, Hana Fitri. (2016). Evaluasi Ketepatan Obat dan Dosis Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015. FKIK UIN Jakarta.

Ibrahim, Inne, & Sukmadinata, Nana Syaodih. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Idris, Fachmi. (2014). Panduan praktis Prolanis (Program pengelolaan penyakit kronis). Jakarta: BPJS.

Indrawan, Ketut Krisna, Husna, Nadia, & Padmasari, Siwi. (2021). Evaluasi Pola Penggunaan Obat Antihipertensi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Tahun 2020. Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

Kemenkes. (2019). Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 20 tahun 2019 tentang penyelenggaraan pelayanan. (April 2005), 3.

KemenKes, R. I. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

KeMenKes, R. I. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197. MENKES/SK/X/2004, tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta

Menkes, R. I. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Organization, World Health. (2015). Report of the 6th meeting of the WHO advisory group on integrated surveillance of antimicrobial resistance with AGISAR 5-year strategic framework to support implementation of the global action plan on antimicrobial resistance (2015-2019), 10-12 June 2015

Pakingki, Priska Juanita, Mongi, Jeane, Maarisit, Wilmar, & Karundeng, Einstein Z. Z. S. (2019). Pola Peresepan Penyakit Gagal Ginjal Di Instalasi Rawat Inap Rs. Gunung Maria Tomohon. Biofarmasetikal Tropis, 2(2), 109�119.

Setiawati, A. (2007). Interaksi Obat dalam Gunawan. SG, Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth, Farmakologi Dan Terapi:, Edisi, 5.

Susanti, Ida, Hartati, C. Sri, & Putro, Gurendro. (2018). Kualitas Pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) Pasien Diabetes Militus di Klinik Prima Medika Sidoarjo. Jurnal Manajerial Bisnis, 1(03).

Tanu, Ian, Gan, H. S. Vincent, & Sulistia, G. (1972). Farmakologi dan terapi. Jabatan Kimia, Fakulti Sains, Universiti Teknologi Malaysia.

Wardani, Ayunytyah Eka. (2020). Pelaksanaan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) Pada Penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Kabupaten Soppeng. Universitas Hasanuddin.

Wells, B. G., Dipiro, J. T., & Schwinghammer, T. L. (2009). Dip iro CV, Eds. Pharmacotherapy Handbook, New York, NY, USA: The McGrawHill Com panies. Inc.

� 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).