Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Agustus 2021, 1 (8), 947-953
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
DOI : 10.36418/cerdika.xxx http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika
KORELASI ALBUMIN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA INA KAKA AMBON
Frenky Aipassa
1
, Ramdhani M Natsir
2
, Prasetyawati
3
Poltekkes Kemenkes Maluku
1, 2, 3
Faipassa04@gmail.com
1
, ramdhani_apt@yahoo.com
2
, watick.one@gmail.com
3
Abstrak
Received:
Revised :
Accepted:
24-06-2021
09-08-2021
24-08-2021
Latar Belakang: Hipertensi merupakan penyakit yang
paling banyak diderita para lansia. Albuminuria adalah suatu
kondisi yang ditandai dengan adanya albumin (yang
merupakan protein darah) dalam urin.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi
albumin dengan derajat hipertensi.
Metode: Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan
desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mendiskripsikan pristiwa - pristiwa urgen yang terjadi pada
masa kini dengan pendekatan cross sectional. Populasi dari
penelitian ini adalah pasien hipertensi di Panti Tresna
Werdha Ina Kaka Ambon. Pengambilan sampel
menggunakan metode sampling accidental yaitu teknik
pengambilan responden yang kebetulan ada atau tersedia
disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.
Hasil: Hipertensi berdasarkan kelompok derajat hipertensi
terbanyak yaitu hipertensi derajat dua dan hipertensi derajat
tiga yang masing-masing berjumlah 7 orang (35 %)
sedangkan hipertensi derajat satu berjumlah 6 orang (30 %).
Karakteristik kadar albuminuria terbanyak adalah kadar 100
mg/dl berjumlah 11 orang (55 %), dan yang lainnya yaitu
kadar 50 mg/dl berjumlah 6 orang (30 %) dan kadar 20
mg/dl berjumlah 3 orang (15 %).
Kesimpulan: terdapat hubungan yang signifikan antara
albuminuria dengan derajat hipertensi pada pasien lansia
sehingga semakin tinggi derajat hipertensi maka semakin
tinggi kadar albuminuria dengan hasil perhitungan
didapatkan nilai signifikasi 0,037 (p < 0,05) pada uji chi-
square.
Kata kunci: albuminuria; derajat hipertensi; urin.
Abstract
Background: Hypertension is a disease that mostly affects
the elderly. Albuminuria is a condition characterized by the
presence of albumin (which is a blood protein) in the urine.
Objective: This study aims to determine the correlation
between albumin and the degree of hypertension.
Method: The research will be conducted using a descriptive
research design that aims to describe the urgent events that
are happening in the present with a cross-sectional
Frenky Aipassa, Ramdhani M Natsir, Prasetyawati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(8), 947-
953
Korelasi Albumin dengan Derajat Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Ina Kaka
Ambon 948
approach. The population of this study was hypertensive
patients at Panti Tresna Werdha Ina Kaka Ambon. Sampling
using accidental sampling method, namely the technique of
taking respondents who happen to be there or available in a
place according to the context of the study.
Results: Hypertension based on the highest degree of
hypertension group, namely hypertension grade two and
hypertension degree three, each of which amounted to 7
people (35%) while hypertension first degree amounted to 6
people (30%). Characteristics of the highest levels of
albuminuria were levels of 100 mg/dl amounted to 11 people
(55%), and the others, namely levels of 50 mg/dl amounted
to 6 people (30%) and levels of 20 mg/dl amounted to 3
people (15%).
Conclusion: In conclusion, there is a significant
relationship between albuminuria and the degree of
hypertension in elderly patients so that the higher the degree
of hypertension, the higher the albuminuria level, with the
calculation results obtained a significance value of 0.037 (p
<0.05) in the chi-square test.
Keywords: albuminuria; degree of hypertension; urine.
*Correspondence: Ramdhani M Natsir
Email: ramdhani_ap[email protected]
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah mengalami peningkatan, yang
memberikan gejala berlanjut pada suatu organ target di tubuh (Mina Sarunan, 2019). Hal
ini dapat menimbulkan kerusakan yang lebih berat, misalnya stroke (terjadi pada otak dan
menyebabkan kematian yang cukup tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi kerusakan
pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada otot jantung).
Hipertensi juga dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal, penyakit pembuluh lain dan
penyakit lainnya.
Umumnya penyakit hipertensi terjadi pada orang yang sudah berusia lebih dari 40
tahun (Lestari & Lelyana, 2010). Penyakit ini tidak menunjukkan gejala yang nyata dan
pada stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan
penderitanya. (Syamsudin, 2011). Hal ini didukung oleh peneliti (Zahara, 2019) bahwa
hipertensi tidak mempunyai gejala khusus sehingga sering tidak disadari oleh
penderitanya.
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi
di masyarakat belum terdiagnosis . Hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran tekanan
darah pada usia 18 tahun ke atas, didapatkan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar
34,1%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan
hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. (Riskesdas, 2018)
World Health Organization (WHO) dalam (Budianto & Hariyanto, 2017)
menentukan batas normal tekanan darah adalah 120 - 140 mmHg untuk tekanan sistolik
dan 80 - 90 mmHg untuk tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan hipertensi bila tekanan
darahnya di atas 140/90 mmHg. Menurut Joint National Commite on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood pressure (JNC) VII mengklasifikasikan tekanan
darah pada orang dewasa dengan usia di atas 18 tahun dalam beberapa derajat, yaitu
Frenky Aipassa, Ramdhani M Natsir, Prasetyawati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(8), 947-
953
Korelasi Albumin dengan Derajat Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Ina Kaka
Ambon 949
hipertensi derajat I apabila tekanan sistoliknya 140 - 159 mmHg dan tekanan diastoliknya
90 - 99 mmHg, hipertensi derajat II apabila tekanan darah sistoliknya >160 mmHg dan
diastoliknya > 100 mmHg, sedangkan hipertensi derajat III apabila tekanan sistoliknya >
180 mmHg dan tekanan diastoliknya > 116 mmHg (Chobanian et al., 2003).
Albumin merupakan salah satu protein, molekul protein biasanya tidak ditemukan
dalam urin, hal ini karena dalam kondisi normal, albumin darah disaring oleh ginjal
sehingga molekul besar seperti protein tetap dalam darah (Saputra, 2020). Albuminuria
dapat mendasari terjadinya diabetes, tekanan darah tinggi dan gagal jantung
Perkembangan yang lebih serius dari kondisi ini dikenal sebagai mikroalbumin.
Mikroalbumin yaitu peningkatan albumin urin yang akan menggambarkan kerusakan
endotel di glomerulus dan juga pembuluh darah sistemik (Windrati, 2003).
Hipertensi berhubungan dengan ekskresi albumin yang berkaitan dengan fungsi
ginjal. Pada penderita hipertensi, mikroalbumin berhubungan sangat erat menggambarkan
penyakit ginjal. Mikroalbumin merupakan konsekuensi kerusakan organ (ginjal) yang
terjadi karena hipertensi, dimana mikroalbumin pada penderita hipertensi berhubungan
kerusakan endotel glomerulus (Wagesetiawan, 2007). Parving dkk melaporkan pertama
sekali dijumpainya peningkatan ekskresi albumin urin pada hipertensi esensial tahun
1974. Prevalensinya pada penderita hipertensi bervariasi dari satu studi ke studi lainnya
antara 5% - 46%. Protremoli dkk mendapatkan nilai mikroalbumin yang rendah sesuai
dengan derajat hipertensi (Palmer, 2002). Pasien hipertensi usia lanjut pada panti tresna
werdha ina kaka kota ambon mengalami peningkatan tiap tahunnya terutama pada tahun
2019 dengan terapi obat hipertensi tidak terkontrol. Penelitian ini berkontribusi pada
bidang ilmu teknologi laboratorium medis terutama pada pemeriksaan albumin dengan
prinsip metode pemeriksaan Rapid Diagnostic Test menggunakan alat Micral Test terbaru
dan menghasilkan hasil pemeriksaan yang cepat dalam melakukan pemeriksaan albumin
pada pasien hipertensi.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kolerasi
albumin dengan derajat hipertensi.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif desain penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk mendiskripsikan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kini dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah pasien hipertensi dengan
penyakit penyerta di Panti Tresna Werdha Ina Kaka Ambon. Pengambilan sampel
menggunakan metode sampling accidental yaitu teknik pengambilan responden yang
kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.
Sampel diambil dengan syarat sampel yaitu responden hipertensi dengan
peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg, penggunaan minimal 1 jenis obat hipertensi,
memiliki kesadaran penuh dan tidak mengalami disorientasi tempat, waktu dan orang,
memiliki kemampuan untuk diwawancarai dengan bahasa indonesia, bersedia menjadi
responden. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 19. Data
yang terkumpul, dilakukan tabulasi data, dan diolah dengan program SPSS versi 16
dengan menggunakan uji Chi-Square dan Korelasi Pearson. Data di sajikan dalam
bentuk tabel. Analisis multivariat dengan multiple linear regression digunakan untuk
menganalis hubungan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel
dependen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Frenky Aipassa, Ramdhani M Natsir, Prasetyawati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(8), 947-
953
Korelasi Albumin dengan Derajat Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Ina Kaka
Ambon 950
Karakteristik Subjek
Karakteristik subjek dalam penelitian meliputi jenis kelamin, umur, derajat
hipertensi dan albuminuria dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
Tabel 1. Karakteristik jenis kelamin berdasarkan jenis kelamin, umur,
derajat hipertensi dan albuminuria
n = 20
%
7
35
13
65
8
40
9
45
3
15
6
30
7
35
7
35
3
15
6
30
11
55
Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa hipertensi berdasarkan jenis kelamin
terbanyak adalah perempuan yaitu berjumlah 13 orang (65 %).
Hubungan antara albuminuria terhadap hipertensi
Hubungan antara albuminuria terhadap hipertensi dapat dilihat pada tabel 2
berikut :
Tabel 2. Hubungan antara albuminuria terhadap hipertensi
Tekanan
Darah
Kadar albuminuria
Total
P
Value
+
(20 mg/dl)
++
(50 mg/dl)
+++
(100 mg/dl)
n
%
n
%
n
%
N
%
Derajat satu
2
33,3
2
33,3
2
33,3
6
100
0,037
Derajat dua
1
14,3
4
57,2
2
28,5
7
100
Derajat tiga
0
0
0
0
7
100
7
100
Total
3
15
6
30
11
55
20
100
Berdasarkan tabel 2 hasil analisis menggunakan uji chi square didapatkan nilai
signifikansi 0,037 (p < 0,05) yang secara statistik menunjukkan hubungan antara
albuminuria dengan derajat hipertensi pada penderita hipertensi.
B. Pembahasan
Karakteristik Subjek Penelitian
Hipertensi merupakan sebuah penyakit kronis yang terus meningkat dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor terjadinya hipertensi dibagi menjadi 2 faktor
resiko yaitu yang dapat dimodifikasi dan tidak dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi adalah umur dan jenis kelamin sedangkan faktor resiko yang dapat
Frenky Aipassa, Ramdhani M Natsir, Prasetyawati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(8), 947-
953
Korelasi Albumin dengan Derajat Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Ina Kaka
Ambon 951
dimodifikasi adalah obesitas, kurang berolahraga atau aktivitas, merokok, stress dan
pola makan (Yogiantoro, 2009).
Hasil analisis data pada tabel 1 menyatakan bahwa penderita hipertensi
perempuan lebih tinggi sebanyak 13 orang (65 %) dibandingkan dengan penderita
laki-laki sebanyak 7 orang (35 %). Menurut Kusumawaty, Hidayat and Ginanjar
(2016), kejadian hipertensi pada perempuan lebih tinggi ketika perempuan memasuki
usia tua/paruh baya yang mengalami menopause karena mengalami penurunan
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan sehingga
perempuan menjadi lebih rentan terhadap hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Sari, (2016) bahwa lansia yang menderita hipertensi didominasi oleh
wanita dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 55 %.
Hasil analisis data pada tabel 1 juga menyatakan bahwa usia 70 79 tahun
merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita hipertensi dan disusul
dengan usia 60 69 tahun. Hasil analisis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Bin Mohd Arifin & Weta, 2016), angka insiden hipertensi sangat tinggi terutama
pada populasi lanjut usia (lansia), usia dengan rentang 60 tahun keatas mencapai
prevalensi 60 % sampai 80 % dari populasi lansia. Diperkirakan 2 dari 3 lansia
mengalami hipertensi. Keadaan ini didukung oleh penelitian ini yang menunjukkan
bahwa prevalensi hipertensi meningkat seiiring dengan pertambahan usia. Tingginya
hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur disebabkan oleh perubahan alami pada
jantung, hormon, dan struktur pembuluh darah besar akibat proses degenerasi,
sehingga dinding pembuluh darah kehilangan elastisitas dan kelenturannya, serta
menjadi kaku. Darah yang dipompa oleh jantung akan melewati pembuluh arteri yang
telah kaku, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sistolik (Gray et al., 2011).
Pernyataan ini juga didukung oleh data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 yang mendapatkan hasil bahwa prevalensi hipertensi tinggi pada usia 55-64
tahun dan 65-74 tahun (Riskesdas, 2018)
Derajat hipertensi pada tabel 1 menunjukkan hipertensi derajat dua dan
hipertensi derajat tiga yang masing-masing berjumlah 7 orang (35 %) sedangkan
hipertensi derajat satu berjumlah 6 orang (30 %). Pernyataan ini sejalan dengan
penelitian Gray L, dkk tahun 2011 terhadap 18.881 orang (Gray et al., 2011) Hal ini
berkaitan dengan kepatuhan minum obat. Keberhasilan pengobatan hipertensi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kepatuhan meminum obat
antihipertensi, sehingga dapat mengendalikan tekanan darah dalam batas normal.
Kepatuhan minum obat juga dipengaruhi oleh hubungan pasien dengan petugas
kesehatan dan dukungan lingkungan social maupun keluarga (Krousel-Wood et al.,
2009)
Kadar albuminuria pada tabel 1 menunjukkan kadar 100 mg/dl berjumlah 11
orang (55 %), dan yang lainnya yaitu kadar 50 mg/dl berjumlah 6 orang (30 %) dan
kadar 20 mg/dl berjumlah 3 orang (15 %). Hasil yang mempengaruhi nilai positif
pada strip micral test adanya sampel urin yang mengalir ke lembar konjugat pada
strip. Jika terdapat albumin maka akan berikatan dengan antibodi berlabel emas.
Sisanya akan terikat, sehingga zona deteksi hanya dicapai oleh molekul konjugat.
Tergantung kadar albumin, hasil warna menunjukkan rentang antara putih ke merah.
Pengumpulan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
sampel urin sewaktu yang menggambarkan keadaan pada saat itu dan banyak hal yang
dapat mempengaruhi hasil. Pemeriksaan rasio albumin kreatinin digunakan untuk
melihat sebagai mana peningkatan albuminuria, yang menggambarkan kemampuan
ginjal bekerja. Albuminuria mempunyai peran sebagai petanda resiko mortalitas
kardiovaskular dan prediktor progresivitas penyakit ginjal dan jumlah protein yang
dikeluarkan melalui urin berkolerasi dengan besarnya penurunan LFG (laju filtrasi
Glomerulus) (Surya et al., 2018)Semakin lama pasien menderita hipertensi maka
semakin meningkat albuminuria, dan semakin banyak penyakit penyerta.
Frenky Aipassa, Ramdhani M Natsir, Prasetyawati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(8), 947-
953
Korelasi Albumin dengan Derajat Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Ina Kaka
Ambon 952
Hubungan Albuminuria dengan Derajat Hipertensi
Pengolahan data pada tabel 2 menggunakan metode chi square pada hipertensi
penderita hipertensi pada kategori hipertensi derajat tiga memiliki kadar albuminuria
tertinggi sebanyak 7 orang dengan kadar albumin 100 mg/dl sebanyak 7 orang
dibandingkan dengan penderita hipertensi pada kategori hipertensi derajat dua
sebanyak 7 orang dengan kadar albumin 100 mg/dl sebanyak 2 orang, kadar 50 mg/dl
sebanyak 4 orang dan kadar 20 mg/dl sebanyak 1 orang. Penderita hipertensi pada
kategori hipertensi derajat satu memiliki kadar albuminuria sebanyak 6 orang dengan
kadar 100 mg/dl, kadar 50 mg/dl dan kadar 20 mg/dl masing-masing sebanyak 2
orang.
Hasil analisis didapatkan nilai signifikansi 0,037 (p < 0,05) yang secara
statistik menunjukkan hubungan antara albuminuria dengan derajat hipertensi pada
penderita hipertensi. Semakin tinggi derajat hipertensi semakin tinggi nilai
albuminuria. Hal ini menggambarkan terjadinya kerusakan ginjal kedepannya. Protein
yang ditemukan dalam urin menggambarkan keadaan dari abnormalitas atau
perubahan permeabilitas vaskuler sistemik. Peningkatan filtrasi protein akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein dalam lumen tubulus, protein tersebut
akan mengalami reabsorpsi oleh sel tubulus proksimal dan apabila terjadi secara
berlebihan akan menyebabkan akumulasi protein di dalam retikulum endolisosom.
Sehingga hipertensi yang telah berlangsung lama yang akan menyebabkan sklerosis
glomerulus dan nefrosklerosis yang diakibatkan oleh hipertensi yang dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang akan berkembang secara progresif.
Ginjal mempunyai peranan dalam memfiltrasi, protein yang lolos dalam urin
mengindikasikan adanya gangguan pada glomerulus yang dapat menyebabkan
peningkatan intraglomerular yang kemudian akan berkembang menjadi nefroklerosis.
Glomerulus tidak bisa bekerja dengan baik maka banyak protein yang beredar kembali
ke aliran darah, sehingga viskositas darah menjadi kental. Jantung memberi tekanan
untuk memompa darah dengan lebih, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara albuminuria dengan derajat hipertensi
pada pasien lansia sehingga semakin tinggi derajat hipertensi maka semakin tinggi kadar
albuminuria dengan hasil perhitungan didapatkan nilai signifikasi 0,037 (p < 0,05) pada
uji chi-square.
BIBLIOGRAFI
Bin Mohd Arifin, M., & Weta, I. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Kelompok Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Upt Puskesmas
Petang I Kabupaten Badung Tahun 2016. E-Jurnal Medika Udayana.
Budianto, A., & Hariyanto, T. (2017). Hubungan perilaku merokok dan minum kopi
dengan tekanan darah pada laki-laki dewasa di desa Kertosuko kecamatan Krucil
Kabupaten Probolinggo. Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 2(2).
https://doi.org/10.33366/nn.v2i2.443
Chobanian, A. V, Bakris, G. L., Black, H. R., Cushman, W. C., Green, L. A., Izzo Jr, J.
L., Jones, D. W., Materson, B. J., Oparil, S., & Wright Jr, J. T. (2003). The seventh
report of the joint national committee on prevention, detection, evaluation, and
treatment of high blood pressure: the JNC 7 report. Jama, 289(19), 25602571.
10.1001/jama.289.19.2560
Gray, L., Lee, I. M., Sesso, H. D., & Batty, G. D. (2011). Blood pressure in early
Frenky Aipassa, Ramdhani M Natsir, Prasetyawati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(8), 947-
953
Korelasi Albumin dengan Derajat Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Ina Kaka
Ambon 953
adulthood, hypertension in middle age, and future cardiovascular disease mortality:
HAHS (Harvard Alumni Health Study). Journal of the American College of
Cardiology. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2011.07.045
Krousel-Wood, M., Islam, T., Webber, L. S., Re, R. N., Morisky, D. E., & Muntner, P.
(2009). New medication adherence scale versus pharmacy fill rates in seniors with
hypertension. American Journal of Managed Care.
Kusumawaty, J., Hidayat, N., & Ginanjar, E. (2016). Hubungan Jenis Kelamin dengan
Intensitas Hipertensi pada Lansia di Wilayah Factors Related Events Sex with
Hypertension in Elderly Work Area Health District Lakbok Ciamis. Jurnal Mutiara
Medika. https://doi.org/10.18196/mmjkk.v16i2.4450
Lestari, D., & Lelyana, R. (2010). Hubungan Asupan Kalium, Kalsium, Magnesium, dan
Natrium, Indeks Massa Tubuh, serta Aktifitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi
pada Wanita Usia 3040 Tahun. Program Studi Ilmu Gizi.
Mina Sarunan, P. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. K Pada Ny. M Dengan
Kasus Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Wajah Jaya Kecamatan Lasalimu
Kabupaten Buton. Poltekkes Kemenkes Kendari.
Palmer, B. F. (2002). Renal Dysfunction Complicating the Treatment of Hypertension.
New England Journal of Medicine. https://doi.org/10.1056/nejmra020676
RISKESDAS. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Saputra, A. T. J. (2020). Perbedaan Hasil Pemeriksaan Urin Rutin (Protein, Glukosa,
Ph) Dengan Urin Analyzer Urit-50 Dan Metode Carik Celup. Unimus.
Sari, Y. K. (2016). Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di
Puskesmas Nglegok Kabupaten Blitar. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of
Ners and Midwifery), 3(3), 262265. https://doi.org/10.26699/jnk.v3i3.art.p262-265
Surya, A. M., Pertiwi, D., & Masrul, M. (2018). Hubungan Protein Urine dengan Laju
Filtrasi Glomerulus pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik Dewasa di RSUP Dr.
M.Djamil Padang tahun 2015-2017. Jurnal Kesehatan Andalas.
https://doi.org/10.25077/jka.v7i4.903
Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakalogi Kardiovaskuler dan Renal. Salemba Medika.
Wagesetiawan, C. (2007). Hubungan Tingkat Hipertensi Dengan Kejadian
Mikroalbuminuria Pada Anak Obesitas Usia 12-14 Tahun Correlation Between
Degree Of Hypertension And Microalbuminuria In 12-14 Years Old’s Obese
Children. Diponegoro University.
Windrati, D. M. H. (2003). Profil Albuminuria Fase Akut Dan Pasca Fase Akut Stroke
Iskemik Dan Dalam Hubungannya Dengan Beberapa Faktor Risiko. Program
Pendidikan Pasca sarjana Universitas Diponegoro.
Yogiantoro, M. (2009). Hipertensi Esensial. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Zahara, F. (2019). Hubungan Antara Kecemasan Dengan Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Di Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Psikologi Kognisi, 2(1),
4253. http://dx.doi.org/10.22303/kognisi.2.1.2017.42-53
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).