Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Juli 2021, 1 (7), 892-909
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
DOI : 10.36418/cerdika.xxx http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERBUKAAN
INFORMASI PUBLIK DI KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
REPUBLIK INDONESIA
Yogi Sumarsono Wibowo
1
, Gabriella Susilowati
2
, Riant Nugroho
3
Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI
1
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian
2
Rumah Reformasi Kebijakan
3
s.wibowo2010@gmail.com, y[email protected]om,
yayasanrumahreformasi@gmail.com
Abstrak
Received:
Revised :
Accepted:
09-06-2021
11-07-2021
27-07-2021
Latar Belakang: Lahirnya Undang-Undang No. 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) merupakan
momentum sejarah bagi perwujudan berdemokrasi di
Indonesia, sejarah panjang di Indonesia menunjukkan bahwa
periode sebelum reformasi tahun 1998 untuk mengakses
informasi publik merupakan suatu barang yang mewah untuk
mendapatkannya.
Tujuan: Penelitian ini memberikan gambaran tentang
bagaimana implementasi keterbukaan publik di Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang lahir berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang merupakan
lembaga yang dilahirkan di era reformasi.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan keadaan subjek/objek penelitian
pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak.
Hasil: Lembaga KPPU merupakan jawaban dari tuntutan
demokrasi ekonomi tahun 1989. Sebagai Badan Publik (BP),
KPPU mempunyai kewajiban menjalankan Undang-Undang
KIP. Sepanjang perjalanan KPPU RI selama 20 tahun, banyak
informasi yang harus diketahui oleh masyarakat sebagai
pemegang demokrasi, yang salah satunya adalah demokrasi
mendapatkan hak akses informasi.
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa
implementasi keterbukaan publik di KPPU sudah cukup baik
dari aspek kelembagaan maupun substansi. Meskipun dalam
hal implementasi belum memenuhi harapan publik, namun
KPPU berupaya keras untuk mewujudkan praktek
keterbukaan informasi publik. Penelitian ini diperkirakan
memberikan manfaat dalam perkembangan implementasi
keterbukaan publik di Indonesia, sehingga perlu mendapatkan
perhatian dari Badan Publik agar kepercayaan publik lebih
baik lagi.
Kata kunci: KPPU RI, keterbukaan informasi publik,
implementasi kebijakan publik.
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 893
Abstract
Background: The birth of Law no. 14 of 2008 concerning
Openness of Public Information (KIP) is a historical
momentum for the realization of democracy in Indonesia,
Indonesia's long history shows that the period before the
1998 reformation to access public information was a luxury
to obtain.
Objective: This study provides an overview of how the
implementation of public disclosure in the Business
Competition Supervisory Commission (KPPU), which was
born based on Law Number 5 of 1999, is an institution that
was born in the reform era.
Methods: This study uses descriptive research methods,
namely problem solving procedures investigated by
describing the current state of the subject/object of research
based on visible facts.
Results: The KPPU institution is the answer to the demands
of economic democracy in 1989. As a Public Agency (BP),
KPPU has the obligation to implement the KIP Law.
Throughout the 20-year journey of KPPU RI, there is a lot
of information that must be known by the public as the
holder of democracy, one of which is that democracy has the
right to access information.
Conslusion: This study concludes that the implementation of
public disclosure at KPPU is sufficient, both in terms of
institutional and substance. Although in terms of
implementation, it has not met public expectations, KPPU
strives to realize the practice of public information
disclosure. This research is expected to provide benefits in
the development of the implementation of public disclosure
in Indonesia, so it needs to get attention from the Public
Agency so that public trust is even better.
Keywords: KPPU RI, public information disclosure, public
policy implementation.
Coresponden Author : Yogi Sumarsono Wibowo
Email : s.wibowo2010@gmail.com
PENDAHULUAN
Demokrasi adalah suatu nilai universal yang telah diakui oleh seluruh negara di
dunia. Salah satu hak dalam berdemokrasi adalah hak setiap warga negara mendapatkan
kebebasan informasi. Kebebasan mendapatkan informasi sudah dinyatakan dalam
Resolusi 59 (1) Majelis Umum PBB pada tahun 1946, yang menyatakan bahwa hak
kebebasan informasi merupakan hak fundamental dan tanda dari seluruh kebebasan yang
akan menjadi titik perhatian PBB dan diakui dalam pasal 19 Deklarasi Universal HAM
PBB. Implementasi deklarasi HAM PBB tersebut diperkuat dengan pengakuan atas hak
informasi dengan perubahan kedua Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pasal 29 F. Menurut (Maddox, 2007) terdapat dua aspek penting yang berhubungan
dengan hak untuk informasi tanpa larangan-larangan dan hak untuk menerima informasi
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 894
secara terbuka dan tanpa pembatasan-pembatasan. Kedua aspek hak untuk informasi ini
bersifat timbal balik dan saling memengaruhi (pelaksanaan yang tergantung pada
pelaksanaan yang lain.
Lahirnya demokrasi pasca reformasi tahun 1989, hak informasi mendapatkan
tempat melalui Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik No. 14 Tahun 2008 yang
ditandatangani pada tanggal 30 April 2008. Undang-Undang ini memberikan kewajiban
kepada setiap Badan Publik (BP) untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi
publik untuk mendapatkan informasi publik, dengan pengecualian beberapa informasi
tertentu. Undang-Undang ini juga dimaksudkan sebagai instrumen pengembangan
pribadi setiap insan dengan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi
ketahanan nasional. Setiap warga negara mempunyai hak untuk memperoleh informasi
yang merupakan hak asasi manusia. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu
ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Keterbukaan informasi publik
merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan
negara dan BP lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik dan
pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan warga
masyarakat informasi.
Tujuan keterbukaan informasi publik yaitu: menjamin hak warga negara untuk
mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses
pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan
pengelolaan BP yang baik; mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang
transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup orang banyak;
mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan BP untuk
menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin pada tanggal 28 September 2020 dalam
Diskusi Publik Peringatan Hari Hak Sedunia menyampaikan:
“Keterbukaan informasi publik merupakan ruh demokrasi yang menetapkan
kewajiban transparansi dan akuntabilitas pada badan publik, sekaligus membuka
saluran partisipasi masyarakat dalam setiap perumusan dan pelaksanaan
program pembangunan. Oleh karena itu, Wapres menegaskan bahwa
keterbukaan informasi publik merupakan salah satu komitmen pemerintah
Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasional. Terwujudnya
keterbukaan informasi di seluruh badan publik merupakan elemen penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih”.
Keterbukaan informasi merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat
dalam mendapatkan saluran informasi pembuat kebijakan yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dijelaskan oleh Wapres
sebagai berikut:
“Hal ini selaras dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang juga telah memberikan jaminan bagi seluruh warga
negara untuk berkomunikasi dan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, serta menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. Sesuai mandat Ayat 3 Pasal 28 D UUD 1945, setiap
warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
Implementasi keterbukaan informasi masih belum maksimal dilaksanakan oleh
BP, meskipun kepatuhan pelaksanaan Undang Undang ini sudah dilaksanakan sejak
2010. Masih perlu penguatan daya juang yang maksimal untuk menjadikan keterbukaan
informasi. Berdasarkan data dari hasil monitoring dan evaluasi yang disampaikan oleh
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 895
Ketua KIP hasil monev keterbukaan BP, bahwa dari 348 BP yang dimonitor sepanjang
tahun 2020, mayoritas masih Sangat Rendah kepatuhan dalam melaksanakan keterbukaan
informasi publik yaitu 72,99 persen (254 BP), 17,53 persen (61 BP) hanya masuk
katergori Cukup Informatif, 13,51 persen (47 BP) Kurang Informatif dan 41,95 persen
(146 BP) Tidak Informatif.
Kategori BP Informatif hanya 17,43 persen (60 BP) dan Menuju Informatif 9,77
persen (34 BP) yang dapat dinilai telah melaksanakan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
keterbukaan Informasi Publik. Disampaikannya nilai setiap kategori, yaitu Informatif
bernilai 90-100, Menuju Informatif 80-89,9, sedangkan Cukup Informatif hanya bernilai
60-79,9 (termasuk rendah keterbukaan informasinya), Kurang Informatif (40-59,9), dan
Tidak Informatif (0-39,9), ternyata masih ada BP bernilai dibawah 10 bahkan 0. Besarnya
prosentase BP yang masih masuk kategori Cukup Informatif, Kurang Informatif bahkan
Tidak Informatif masih memprihatinkan, maka harus digarisbawahi bahwa Keterbukaan
Informasi Publik di Indonesia masih jauh dari tujuan yang diamanatkan oleh UU KIP.
Penjelasan di atas, menunjukkan praktek keterbukaan informasi di Indonesia
masih belum berjalan dengan baik, demokrasi dan komunikasi yang diharapkan oleh
reformasi bangsa Indonesia 1998 masih perlu diperjuangkan karena masih belum adanya
komitmen dan perhatian dari BP yang memegang amanah dari rakyat. BP yang menjadi
tulang punggung reformasi belum berjalan dengan baik. Proses perwujudan keterbukaan
informasi publik cenderung dipengaruhi oleh seberapa besar kemauan dan komitmen dari
pemegang otoritas dan penyedia informasi publik (Pratikno, 2012).
Sebagai salah satu lembaga non struktural, KPPU dibentuk berdasarkan Undang
Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Azas dari UU No 5 Tahun 1999, lahir sebagai produk reformasi dalam
mewujudkan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antar
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Undang-Undang ini memberikan
mandat kepada KPPU untuk menjalankan tugas menegakkan hukum persaingan usaha.
Selain itu, KPPU merupakan lembaga independen yang terlepas dari kekuasaan
pemerintah maupun pihak- pihak lain yang terkait dengan masalah persaingan usaha.
Selain mengawasi pelaksanaan UU No 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat, berdasarkan UU no. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah juncto Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2013
tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, KPPU
juga diberikan kewenangan untuk mengawasi kemitraan.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Kelembagaan KPPU terdiri dari 9
komisioner dan dibantu oleh Sekretariat Jenderal, Deputi Pencegahan, dan Deputi
Penegakan Hukum sebagai dukungan dalam menegakkan persaingan usaha yang sehat.
Kinerja KPPU dari tahun 2002 sampai tahun 2020 telah menangani perkara sebanyak
sebesar 423 perkara dengan tren perkara seperti dalam Grafik 1 di bawah ini.
Grafik 1. Tren Tahunan Perkara
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 896
Sumber : Panitera KPPU, 2020
Dilihat dari perkara yang masuk, dapat dibedakan menjadi tender dan non tender
dengan jumlah 273 perkara tender dan150 perkara non tender, seperti pada Grafik 2 di
bawah ini.
Grafik 2. Perbandingan Perkara
KPPU sebagai Badan Publik wajib mendukung Undang Undang Keterbukaan
Publik dengan komitmen yang kuat dari Pimpinan dan Sekretariat KPPU. Implementasi
Undang Undang Keterbukaan Pulik membuahkan hasil yaitu KPPU pernah mendapatkan
penghargaan dari KIP dalam Kategori Keterbukaaan Informasi Badan Publik Tahun 2019
sebagai Kategori Lembaga Non Struktural sebagai Cukup Informatif dalam Implementasi
UU No 14 Tahun 2008 yang diberikan pada tanggal 21 November 2019 dan di tahun
2020 (65,07%). Pada tahun sebelumnya diberikan penganugerahan KPI sebagai Peringkat
V Kategori LNS pada tanggal 15 Desember 2015. Hasil penilaian implementasi UU
Keterbukaan Publik masih belum memenuhi harapan pemangku kepentingan di
lingkungan internal, namun KPPU berkomitmen untuk meningkatkan kinerja keterbukaan
informasi.
Perjalanan dan pengalaman selama kurang lebih 10 tahun implementasi UU KIP
tersebut sejak ditetapkan pada tahun 2008 lalu tentu perlu dipelajari dan dikaji lebih
mendalam lagi dengan ruang lingkup pada Implementasi Kebijakan Keterbukaan
Informasi Publik di Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 897
Berdasarkan penjelasan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan “Bagaimana Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi di Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek/objek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta yang tampak. Populasi dan sampel sasaran pada penelitian ini
adalah seluruh komponen (implementator) yang terlibat dalam implementasi kebijakan
pusat informasi publik pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI, yang terdiri dari
pejabat dan staf Bagian Humas. untuk mengetahui bagaimana proses implementasi
kebijakan keterbukaan informasi publik pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
dilihat dari pengembangan kelembagaan dan pencapaian substantif. Aspek substantif ini
tersusun atas tiga indikator, yakni ketersediaan media penyampai, produk dan jenis
informasi yang sudah dipublikasikan, dan kemudahan akses bagi publik untuk
mendapatkan informasi tersebut.
Secara substantif kajian ini mempertimbangkan aspek capaian, kendala dan
peluang yang terjadi selama implementasi kebijakan dilangsungkan. Dari gambaran
tersebut dapat terpetakan problem utama implementasi, apakah berkaitan dengan masalah
mendasar regulasi, desain kelembagaan penyelenggaraan, kapasitas aparat atau
sumberdaya penyedia, ataukah sekadar teknis di lapangan. Selebihnya ragam inovasi dan
terobosan positif yang berhasil dipotret memberi jejak pelajaran berharga yang
memungkinkan direplikasi di daerah lain sesuai konteksnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Model Implementasi Publik di KPPU:
Biro Humas dan Kerjasama telah merespon secara cepat keluarnya Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sejak tahun 2009,
baik dengan mempertegas struktur kelembagaan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID), meningkatkan ketersediaan jenis informasi serta memperluas
aksesibilitasnya. Capaian keterbukaan informasi publik pada KPPU dianalisis dari dua
indikator yaitu: kelembagaan dengan melihat dari pembentukan PPID; penetapan PPID;
dan peraturan dan juknis terkait keterbukaan informasi publik dan substantif dengan
melihat dari aspek media penyampai; produk dan jenis informasi yang disampaikan
kepada publik; serta aspek kemudahan akses.
Kelembagaan:
Pada aspek kelembagaan, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
KPPU telah memiliki PPID walaupun masih dalam tugas Biro Humas dan Kerjasama,
yang merupakan lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU Keterbukaan
Informasi Publik. Sebagai BP pelaksana PPID, Biro Humas dan Kerjasama bertugas
mengkoordinasikan pengumpulan seluruh informasi publik secara fisik dari setiap
unit/satuan kerja yang meliputi: informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara
berkala; informasi yang wajib tersedia setiap saat; informasi terbuka lainnya yang diminta
pemohon informasi publik. Dalam rangka tanggungjawab, PPID dalam rangka membuat
dan memutakhirkan Daftar Informasi Publik setelah dimutakhirkan oleh pimpinan
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 898
masing-masing unit/satuan kerja, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan.
Penyimpanan informasi publik telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dibidang kearsipan. Penyediaan dan pelayanan seluruh informasi publik
merupakan tanggungjawab dan dikoordinasikan oleh Biro Humas dan Kerjasama yang
dapat diakses oleh publik, dalam hal ini Bagian Hubungan Masyarakat. Dalam rangka
tanggungjawab, PPID bertugas mengkoordinasikan penyediaan dan pelayanan Informasi
Publik melalui pengumuman dan/atau permohonan. Dalam hal kewajiban mengumumkan
informasi publik, bertugas untuk mengkoordinasikan: pengumuman informasi publik
melalui media yang secara efektif dapat menjangkau seluruh pemangku kepentingan; dan
penyampaian informasi publik dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setiap
informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi publik dengan
mekanisme yang cepat dan tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana.
Substantif:
Untuk menganalisis capaian keterbukaan informasi publik pada KPPU dilihat
dari 3 indikator, yaitu media penyampai, produk dan jenis, serta kemudahan akses.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa media penyampai dalam implementasi
keterbukaan informasi publik pada KPPU adalah melalui www.kppu.go.id. Namun
demikian belum memiliki website tersendiri, dan direncanakan tahun 2021 akan dibentuk
website tentang informasi publik KPPU yang terpisah.
Ketersediaan media penyampai:
Media penyampai informasi publik saat ini menggunakan media website
kppu.go.id, apalagi di tengah kondisi pandemi virus corona, diusahakan seminimal
mungkin media menggunakan tatap muka. Sesuai dengan informasi yang dipublikasikan
melalui website tersebut dapat dilakukan dengan surat maupun email.
Produk dan jenis informasi yang sudah dipublikasikan:
Informasi yang disampaikan kepada pihak yang memerlukan terdiri dari daftar
yang tidak dikecualikan yang terdiri dari dokumen administrasi seperti laporan keuangan
dan sejenisnya yang dikeluarkan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan, Laporan Kinerja
masing-masing Unit Kerja dan KPPU RI secara keseluruhan secara berkala. Sedangkan
dokumen yang terkait dengan tugas utama KPPU adalah Daftar Kajian terkait Persaingan
Usaha, Hasil Kajian terkait Persaingan Usaha, Saran dan Pertimbangan terhadap
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat, Hasil Advokasi kepada Pemerintah/Regulator/pihak terkait Persaingan Usaha
dan sejenisnya secara berkala.
Kemudahan akses bagi publik untuk mendapatkan informasi:
Akses bagi publik untuk mendapatkan informasi tersebut dapat dilakukan dengan
datang langsung ke Kantor Pusat KPPU di Jalan Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat,
melalui surat atau via email dengan alur permohonan sebagai berikut:
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 899
Gambar 1. Alur Permohonan Informasi Publik di KPPU
Sumber: KPPU, 2021 B. PEMBAHASAN
B. Pembahasan
Keterbukaan Informasi Publik
Pemerintah pada prinsipnya menjalankan tiga tugas utama, yaitu:
menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, dan menyelenggarakan
pelayanan publik. Pelayanan publik yang didasarkan pada keterbukaan informasi, akan
mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik. Berdasarkan data atau fakta
empiris, pelayanan publik di Indonesia masih belum optimal. Kualitas pelayanan publik
yang belum optimal, sebagaimana harapan masyarakat, akan mengurangi esensi tujuan
pemerintah (negara) untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia (Wibawa, 2019).
Pelayanan publik yang baik dimulai dengan adanya keterbukaan informasi,
namun kadang kala tidak semua pelayanan yang diberikan bersifa terbuka, sehingga
informasi yang tertutup atau sikap tidak transparan tentu akan berdampak buruk bagi
pemerintahan, terutama dalam hal pelayanan publik dan juga akan berdampak rendahnya
kualitas pengetahuan masyarakat. Pengaruh transparansi secara parsial sangat
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik (Hermansyah et al., 2018). Jika informasi
tertutup, maka pemerintahan dianggap otoriter atau pemerintahan yang berkuasa sendiri
dan tidak demokratis. Hal ini menjadikan perlunya transparansi informasi, sehingga dapat
tercipta keadilan yang menyeluruh bagi masyarakat.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 atau dikenal dengan Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik merupakan undang-undang yang disahkan oleh pemerintah
di tahun 2008. Undang-undang ini mewajibkan lembaga pemerintah untuk
menyebarluaskan informasi yang harus diumumkan kepada publik atau masyarakat
sebagai bentuk transparansi dalam hal pemenuhan informasi kepada pemohon informasi.
Selain informasi yang boleh disebarkan kepada masyarakat tentunya ada juga informasi
yang tidak boleh disebarkan, seperti informasi yang dapat merugikan negara, rahasia
negara atau bahkan informasi yang mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik
Indonesia. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik menjadi bagian penting dalam
mengembangkan masyarakat yang sadar akan pentingnya keterbukaan informasi publik.
Melalui undang-undang ini masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengontrol setiap
kebijakan pemerintah. Adanya kontrol masyarakat ini mendorong penyelenggaraan
pemerintahan yang transparan dan akuntabel, sehingga membatasi terjadinya
penyalahgunaan kewenangan dalam pemerintahan (Prabowo et al., 2014). Keberadaan
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 900
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di era saat ini sangat penting dimiliki
setiap lembaga pemerintahan, apalagi banyaknya kasus-kasus korupsi yang terjadi di
negara kita, maka dengan adanya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini
lembaga pemerintah diwajibkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat melalui
media penyebaran informasi, sehingga masyarakat bisa melihat transparansi lembaga
pemerintah atau bahkan masyarakat juga bisa berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan
publik. Dengan kebijakan ini tentunya diharapkan terciptanya pelayanan yang baik dan
tata kelola pemerintahan yang bersih.
Mengacu pada UU KIP, informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim,
dan/atau diterima oleh suatu BP yang berkaitan dengan penyelenggara dan/atau BP
lainnya yang sesuai dengan UU ini serta informasi lain, berkaitan dengan kepentingan
publik. Pemerintah dapat memberikan pemahaman dan menyampaikan informasi terkait
penyelenggaraan negara kepada masyarakat seperti suatu keputusan atau kebijakan publik
yang dilakukan oleh BP. BP sebagai obyek keterbukaan informasi menjadi ujung tombak
bagi terwujudnya pemerintahan yang transparan, akuntabel dan partisipatif. Salah satu
elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak
publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak
atas informasi menjadi sangat penting karena semakin terbuka penyelenggaraan negara
untuk diawasi publik, maka penyelenggaraan negara tersebut semakin dapat
dipertanggungjawabkan. Hak setiap orang memperoleh informasi juga relevan untuk
meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik.
Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan
informasi publik (Ardipandanto, 2016).
Demokrasi Deliberatif:
Keterbukaan informasi tidak bisa dipisahkan dari konsep komunikasi yang
dibangun oleh demokrasi deliberatif yang tidak lepas dari pengaruh Habermas yang
meyakini bahwa rasio tetap menduduki jantung komunikasi manusia, yang baginya
merupakan mesin utama emansipasi manusia (Ingram, 2011). Dalam bahasa lain
disebutkan sebagai rekonstruksi teori tindakan komunikatif bidang politik untuk
melengkapi kelemahan komplementer dalam liberalisme dan komunitarianisme
(Devenney, 2004).
Menurut (Habermas, 2015), komunikasi merupakan ciri dasar kehidupan bersama
manusia. Untuk mengembangkan teori tindakan komunikatif, Habermas membuat
distinksi tegas antara kerja dan komunikasi sebagai dua yaitu komunikasi berkenaan
dengan hubungan antar manusia demi terwujudnya saling pengertian diantara subjek-
subjek yang berkomunikasi (West, 1996). Dalam bahasa Habermas sendiri, demokrasi
deliberatif adalah suatu teori yang menerima diskursus rasional diantara para warga
sebagai sumber legitimasi politik (Habermas, 2015)
Persyaratan demokrasi deliberatif menurut Norval mensyaratkan semua pihak
untuk saling memperlakukan sebagai partner setara (equal), di mana setiap individu diberi
ruang untuk bicara, saling mendengarkan, dan saling mempertanggungjawabkan posisi
masing-masing (Critchley & Marchart, 2012). Dalam demokrasi deliberatif para
partisipan diberikan ruang public untuk bisa saling berinteraksi.
Ruang publik adalah sebuah ruang otonom yang berbeda dari negara dan pasar.
Otonomi karena tidak hidup dari kekuasaan administratif maupun ekonomi kapitalistis,
melainkan dari masyarakat sipil. Ruang publik politis ini bukanlah sebuah lembaga
formal, melainkan ruang informal yang melaluinya para warga berkomunikasi. Ruang
publik adalah arena dimana perdebatan publik terjadi. (Habermas, 2015) mengatakan
bahwa ruang publik politis tidak lain daripada hakikat kondisi-kondisi komunikasi yang
dengannya sebuah formasi opini dan aspirasi diskursif sebuah publik yang terdiri dari
para warga negara dapat berlangsung (Hardiman, 2020). Ruang publik yang sehat harus
memenuhi dua persyaratan, yakni bebas dan kritis. Bebas artinya setiap pihak dapat
berbicara dimanapun, berkumpul, dan berpartisisipasi dalam debat politik dan kritis
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 901
bermakna siapa saja boleh secara adil dan bertanggungjawab menyoroti proses-proses
pengambilan keputusan (Reza, 2007)
Salah satu kunci utama dalam pengelolaan kebijakan yang berkualitas adalah
tingginya intensitas partisipasi publik. Dialog dengan publik adalah kebenaran suatu
kebijakan dan mengkado sarana utama untuk kebijakan yang siap digunakan (Sinambela,
2019). Dengan kata lain pengelolaan kebijakan publik sangat tergantung pada ada
tidaknya ruang publik dan partisipasi publik.
Demokrasi deliberatif dalam masyarakat sipil, mempertemukan ide-ide, gagasan-
gagasan dan usulan-usulan dalam kebijakan publik untuk mencapai kebijakan yang pro
terhadap rakyat yang menurut bahasa Habermas sebagai diskursus yang bersifat inklusif,
egaliter dan bebas dominasi, menghilangkan sekat-sekat birokrasi dalam berkomunikasi
antar sesama warga masyarakat maupun dengan pemerintah (Badan Publik) yang dikenal
dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, akan menghasilkan informasi
yang dibutuhkan oleh masyarakat (Hardiman, 2020).
Pendekatan politik terhadap demokrasi deliberatif didasarkan pada teori politik
yang normatif untuk mengevaluasi keberhasilah sebuah teori politik dengan jumlah kritik
dan demokrasi deliberatif juga telah menarik perhatian warga negara, aktivis, organisasi
reformasi, dan para pembuat keputusan di seluruh belahan dunia. Penerapan praktis dari
ide-ide deliberatif dalam inovasi politik menyediakan sumber pelajaran yang kaya dari
pengalaman yang dapat ditambahkan ke teori dan ilmu sosial (Curato, Nicole et all, 2017:
28-29).
Dalam membangun masyarakat yang demokrasi deliberatif memerlukan
informasi kepada setiap warga negaranya tentang hak dan tanggung jawab mereka,
bagaimana setiap warga negara dapat secara aktif terlibat dalam aktivitas pemerintahan
dengan cara mengekspresikan suara mereka, meminta pertanggungjawaban yang
berkuasa dan secara kolektif menentukan kebaikan bersama. Media memainkan peranan
kunci dalam memenuhi tugas-tugas ini, terutama dalam masyarakat pasca-kolonial dalam
transisi menuju demokrasi yang stabil. Namun peran mereka menghadapi serangkaian
tantangan yang berbeda yaitu bagaimana komitmen dan norma media terhadap
kepentingan publik ketika kepentingan dikemukakan secara luas, keberpihakan dan
kekuasaan yang dimaknai sebagai kekuatan yang tidak material atau sebagai kebersamaan
antara orang-orang, yang hanya dapat dihasilkan bersama untuk menyelesaikan beberapa
tantangan praktik sosial demokratis, seperti yang terkait dengan peran media dalam
masyarakat transisi (Tavernaro-Haidarian, 2020).
Sistem demokrasi deliberatif telah menjadi hal yang biasa bagi para sarjana
untuk menghadirkan tujuan berbeda yang dicapai momen musyawarah atau komunikatif
yang berbeda dalam sistem politik yang lebih luas. Menurut Owen dan Smith bahwa
tipologi untuk membedakan antara praktik komunikatif musyawarah dan non-
musyawarah, saya berharap dapat membantu mengatasi 'bahaya kembar dari "peregangan
konsep" dan "pelemahan kriteria"' yang muncul dalam beberapa aplikasi pendekatan
sistem musyawarah yang menilai semua praktik politik sejauh mana mereka sengaja atau
berkontribusi pada musyawarah. Mengabaikan praktik diskursif non-musyawarah
berisiko memperluas konsep musyawarah dan membawa bahaya bahwa 'hampir setiap
tindakan komunikatif dapat dikualifikasikan sebagai "musyawarah" (Beauvais, 2020).
Kebijakan Publik:
Dalam tataran keilmuan, kebijakan publik dapat dipandang sebagai suatu proses
yang berkesinambungan dan saling terkait yang dilakukan pemerintah bersama
stakeholder lain dalam mengatur, mengelola dan menyelesaikan berbagai jurusan publik,
masalah publik. dan sumber daya yang ada untuk kepentingan bersama. Berbagai proses
tersebut meliputi formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan (Mulyadi, 2016).
Anderson (2011:6) mendefinisikan sebagai a stable purposive course of action
followed by an actor or set of actor in dealing with a problem or matter of concern.
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 902
Thomas Dye (2011:1) mendefinisikan sebagai segala sesuatu yang dikerjakan
pemerintah, mengapa mereka melakukan dan hasil yang membuat sebuah kehidupan
bersama tampil berbeda (Sadhana, 2011) dengan tugas kebijakan publik adalah
membangun rakyat, sehingga rakyat biasa dapat bekerja dengan luar biasa, dan
menjadikan negara biasa menjadi negara yang luar biasa. Kebijakan publik dimaksudkan
untuk memperkuat demokrasi dalam suatu negara yang mempunyai peraturan perundang-
undangan termasuk penguatan kebijakan publiknya, mengutip pendapat (Sadhana, 2011)
yaitu:
government is the relationship between government and citizens that enable
public policies and programs to be formulated, emplemented and evaluated.
Pendapat lain tentang kebijakan publik adalah arah tindakan yang dilakukan
pemerintah (Kismartini, 2019). Kebijakan publik adalah apa yang pejabat publik dalam
pemerintahan, dan lebih luas lagi warga yang mereka wakili, pilih untuk dilakukan atau
tidak dilakukan tentang masalah publik. Masalah publik mengacu pada kondisi yang
secara luas dianggap tidak dapat diterima oleh publik dan oleh karena itu memerlukan
intervensi. Masalah seperti degradasi lingkungan, akses yang tidak memadai ke layanan
perawatan kesehatan, atau seperti yang disebutkan di atas, keselamatan konsumen di
wahana taman hiburan dapat diatasi melalui tindakan pemerintah; tindakan pribadi, di
mana individu atau perusahaan mengambil tanggung jawab; atau kombinasi keduanya.
Dalam kasus tertentu, pilihan tergantung pada bagaimana publik mendefinisikan masalah
dan pada sikap masyarakat yang berlaku tentang tindakan swasta dalam kaitannya dengan
peran pemerintah (Kraft & Furlong, 2019).
Menurut (Dunn, 2000) setiap kebijakan publik mencakup beberapa tahapan yang
saling bergantung menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan,
adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan (Dunn, 2000).
Menurut (Winarno, 2002) kebijakan publik secara garis besar mencakup tahap-tahap
perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Definisi
yang lain lebih nyata pada pencapaian tujuan nasional yang meletakkan kebijakan publik
sebagai manajemen pencapaian tujuan nasional (Sadhana, 2011).
Kebijakan publik adalah apa yang pejabat publik lakukan dalam pemerintahan,
dan lebih luas lagi warga yang mereka wakili, pilih untuk dilakukan atau tidak dilakukan
tentang masalah publik. Masalah publik mengacu pada kondisi yang secara luas dianggap
tidak dapat diterima oleh publik dan oleh karena itu memerlukan intervensi. Masalah
seperti degradasi lingkungan, akses yang tidak memadai ke layanan perawatan kesehatan,
atau seperti yang disebutkan di atas, keselamatan konsumen di wahana taman hiburan
dapat diatasi melalui tindakan pemerintah; tindakan pribadi, di mana individu atau
perusahaan mengambil tanggung jawab; atau kombinasi keduanya. Dalam kasus tertentu,
pilihan tergantung pada bagaimana publik mendefinisikan masalah dan pada sikap
masyarakat yang berlaku tentang tindakan swasta dalam kaitannya dengan peran
pemerintah (Kraft & Furlong, 2019)
Pengertian kebijakan publik mempunyai banyak tafsir dan makna, tetapi secara
prinsip dan esensi adalah sama. Pandangan dan paradigma kebijakan publik sebagai
sebuah ilmu mempunyai cara pandang tersendiri bagi sebagian ahli. Para ahli
mengklasifikasian makna kebijakan publik ke dalam 4 sudut pandang, yaitu: Pertama,
kebijakan sebagai keputusan. Beberapa makna/definisi mengenai kebijakan publik yang
termasuk dalam sudut pandang ini. Thomas R. Dye dalam buku Kebijakan Publik Untuk
Negara-negara Berkembang, yang ditulis oleh (Hayat, 2018) mendefinisikan bahwa
kebijakan publik sebagai “Whatever governments choose to do or not to do”, yaitu segala
sesuatu atau apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
Dye juga memaknai kebijakan publik sebagai suatu upaya untuk mengetahui apa
sesungguhnya yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa mereka melakukannya, dan apa
yang menyebabkan mereka melakukannya secara berbeda-beda. Lebih lanjut, dikatakan
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 903
bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan, maka tindakan
tersebut harus memiliki tujuan.
Menurut Dody Hermana, dkk (2019) istilah Kebijakan Publik (Public Policy)
dalam administrasi negara menjadi sangat populer karena ruang lingkupnya sangat luas
menangani aneka ragam cakupan substantif, didalamnya terdapat suatu program untuk
mencapai tujuan, nilai-nilai, dan praktek-praktek yang terarah, yang merupakan praktek
sosial. Pada hakekatnya kebijakan merupakan kajian terhadap peraturan atau program
dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kebijakan selalu dihubungkan dengan upaya
penyelesaian masalah memuat tiga elemen, yaitu:
1. Identifikasi dan tujuan yang ingin dicapai.
2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik
dan strategi.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik
memiliki ciri-ciri antara lain: 1) bersifat positif berupa tindakan-tindakan pemerintah
untuk mengatasi masalah tertentu, 2) dibuat dan dilakukan oleh pemerintah, 3) perlu
partisipasi publik, 4) didasari oleh suatu peraturan perundang- undangan dan bersifat
memaksa, 5) mengatur kepentingan publik, dan 6) memerlukan sumber daya. Sementara
itu kegiatan kebijakan publik meliputi tiga kegiatan pokok yaitu: 1) Perumusan Kebijakan
Publik, 2) Implementasi Kebijakan Publik, dan 3) Evaluasi Kebijakan Publik.Dengan
demikian kebijakan publik sebagai tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti
dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu
masalah tertentu. Lebih lanjut Anderson dalam (Thoha & Dharma, 1995), menyebutkan
bahwa terdapat implikasi-implikasi dari adanya pengertian kebijakan publik tersebut,
yaitu:
1. bahwa kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan
yang berorientasi kepada tujuan.
2. bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat
pemerintah.
3. bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah,
jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan sesuatu atau
menyatakan akan melakukan sesuatu.
4. bahwa kebijakan publik itu bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk
tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti
merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
5. bahwa kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang penting didasarkan atau
selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik
memiliki ciri-ciri antara lain: 1) bersifat positif berupa tindakan-tindakan pemerintah
untuk mengatasi masalah tertentu, 2) dibuat dan dilakukan oleh pemerintah, 3) perlu
partisipasi publik, 4) didasari oleh suatu peraturan perundang- undangan dan bersifat
memaksa, 5) mengatur kepentingan publik, dan 6) memerlukan sumber daya. Sementara
itu kegiatan kebijakan publik meliputi tiga kegiatan pokok yaitu: 1) Perumusan Kebijakan
Publik, 2) Implementasi Kebijakan Publik, dan 3) Evaluasi Kebijakan Publik.
Implementasi Kebijakan Publik:
Setiap Badan Publik wajib mengimplementasikan Undang-Undang No. 14 Tahun
2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Implementasi merupakan salah satu tahapan
dari kebijakan publik yang diwujudkan dalam langkah nyata dari suatu peraturan
perundangan. Menurut (Azmi, 2017), implementasi kebijakan publik adalah cara agar
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 904
sebuah kebijakan dapat mencapai tunjuannya. Masalah implementasi kebijakan adalah
hal yang berat, karena disini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai di dalam
konsep muncul di lapangan karena keberhasilan ditentukan oleh rencana 20%,
implementasi 60% dan 20% sisanya adalah pengendalian.
Implementasi kebijakan sebagai suatu proses menurut pendapat Van Meter dan
Van Horn dalam (Winarno, 2002), membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah
maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tahap implementasi kebijakan
mencakup usaha-usaha mengubah keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional
maupun usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil. Tahap ini
baru terjadi setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai
implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan adalah suatu proses transformasi keputusan ke dalam
tindakan nyata dalam rumusan kebijakan publik yang telah ditetapkan baik pada tingkat
politik maupun administratif yang kemudian tahap berikutnya maka kebijakan itu akan
diimplementasikan. Pemerintahan yang baik dan efektif apabila ada keinginan politik
yang positif untuk mendukung imlementasi kebijakan yang telah ditetapkan. Berbagai
temuan berkenaan pencapaian implementasi undang-undang dapat dipilahkan secara
sederhana menjadi dua (Pratikno, 2012) yaitu: pengembangan kelembagaan, dan
pencapaian substantif. Aspek substantif ini tersusun atas tiga indikator, yakni 1)
ketersediaan media penyampai, 2) produk dan jenis informasi yang sudah dipublikkan,
dan 3) kemudahan akses bagi publik untuk mendapatkan informasi tersebut. Peran
pelaksana implementasi sangat menentukan terimplementasikannya suatu kebijakan
sehingga pelaksana implementasi harus benar-benar memahami kebijakan yang akan
dilaksanakan. Disamping itu faktor eksternal perlu diperhatikan pula untuk dapat
mendukung kelancaran dalam implementasi kebijakan tersebut. Untuk mengetahui apa
yang sebenarnya terjadi setelah suatu kebijakan dibuat dan dirumuskan adalah subyek
implementasi kebijakan.
Penelitian tentang Partisipasi Warga dalam Implementasi Kebijakan Publik Cina
dalam Big Data, bahwa di Big Data Age ditemukan bahwa dalam proses pelaksanaan
kebijakan publik, badan eksekutif berpartisipasi dan mengawasi secara bersama-sama.
Dengan demikian, efek implementasi tidak akan menyimpang dari efek yang diharapkan
atau menghasilkan deviasi kecil yang kondusif bagi terwujudnya tujuan kebijakan publik.
Tujuan kebijakan publik adalah memaksimalkan kepentingan sosial dan melindungi
kepentingan sosial. Apakah tujuan kebijakan publik dapat memaksimalkan kepentingan
publik tergantung pada apakah warga negara berpartisipasi dalam proses implementasi
kebijakan publik dan kedalaman serta luasnya proses tersebut. Jika partisipasi warga
dalam proses sangat positif, ini akan secara langsung mempengaruhi implementasi
kebijakan publik atau ini merupakan peran pengawasan. Dalam proses implementasi
kebijakan publik, sulit bagi semua subjek untuk memastikan bahwa tidak ada situasi
"rent-seek". Setelah warga berpartisipasi, subjek pelaksanaan kebijakan publik akan
diperkuat pengawasan eksternal, tidak menyimpang dari arah yang ditetapkan dalam
proses pelaksanaan kebijakan publik, dan akan kondusif untuk mencapai tujuan subjek
pelaksanaan kebijakan publik dengan lebih baik (Xiaodong et al., 2019).
Implementasi kebijakan merupakan bagian ilmu kebijakan. Dalam ranah
implementasi kebijakan, salah satu definisi yang paling banyak disitas adalah pendapat
Mazmanian and Sabatier yakni “the carrying out of a basic policy decision, usually
incorporated in a statute but which can also take the form of important executive orders or
court decisions” pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dimasukkan dalam
undang-undang, tetapi yang juga dapat mengambil bentuk perintah eksekutif atau
keputusan pengadilan yang penting. Implementasi fokus pada bagaimana seseorang dapat
menghasilkan perubahan melalui intervensi tertentu (Sig, 2017). Implementasi kebijakan
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 905
dimaknai sebagai pelaksanaan atau penerapan suatu kebijakan. Implementasi kebijakan adalah
tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan sebuah kebijakan, seperti halnya pasal-pasal
sebuah undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan
keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi
masyarakat yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupannya. Jika sebuah kebijakan
diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses
implementasi tidak tepat, namun bahkan sebuah kebijakan yang brilian sekalipun jika
diimplementasikan dengan buruk, bisa gagal untuk mencapai tujuan para perancangnya.
Implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan
suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat)
untuk mencapai tujuan kebijakan. Fungsi dan tujuan implementasi ialah untuk membentuk
suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik
(politik) dapat diwujudkan sebagai outcome(hasil akhir) dari kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah. Implementasi dapat disebut sebagai policy delivery system”. Kebijakan dibuat
pada prinsipnya adalah untuk dilaksanakan atau diimplementasikan. Dengan harapan bahwa
implementasi kebijakan itu sesuai dengan tujuan atau alasan kebijakan tersebut dibuat.
Beberapa alasan yang mendasari bahwa suatu kebijakan harus diimplementasikan, menurut
berbagai referensi adalah mengharapkan agar dapat ditunjukkan konfigurasi dan sinergi dari
tiga variabel yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan, yakni hubungan segi tiga
variabel kebijakan, organisasi, dan lingkungan kebijakan (Widuri, 2020).
Model Implementasi Kebijakan:
Model implementasi kebijakan perlu untuk menjelaskan proses implementasi
kebijakan. Ada beberapa model implementasi kebijakan yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian diantaranya yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn
(Winarno, 2002), menekankan pada variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan
dalam proses implementasi kebijakan yaitu: 1) ukuran dasar dan tujuan kebijakan, 2)
sumber-sumber kebijakan, 3) komunikasi antar organisasi kegiatan-kegiatan pelaksanaan,
3) karakteristik badan-badan pelaksana, 4) kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik,
dan 5) kecenderungan pelaksana.
Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan berguna didalam menguraikan
tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, hendaknya dirumuskan dengan
jelas agar tujuan dapat tercapai dimana kejelasan rumusan standard dan tujuan kebijakan
sangat menentukan kinerja kebijakan dari isi rumusan kebijakan tersebut. Dengan adanya
petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang ada dapat menjadi pegangan bagi pelaksana
kebijakan sehingga tidak menyimpang dari tujuan yang sebenarnya.
Sumber-sumber kebijakan atau sumber daya diperlukan untuk mendukung
kelancaran implementasi kebijakan secara efektif yang meliputi sumber daya manusia
misalnya keahlian, dedikasi, kreatifitas, keaktifan dan sumber daya dana, sarana maupun
prasarana. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan menyangkut
kejelasan, ketepatan, konsistensi, dalam mengkomunikasikan ukuran-ukuran dan tujuan
tersebut sehingga akan memudahkan pelaksana dalam pencapaian tujuan kebijakan.
Dengan demikian keberhasilan implementasi memerlukan jalinan komunikasi yang baik.
Komunikasi tersebut mencakup baik intern maupun ektern, yakni hubungan didalam
lingkungan sistem politik dengan kelompok sasaran maupun antar organisasi.
Karakteristik-karakteristik badan-badan pelaksana menyangkut norma-norma dan pola-
pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang
mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki
dengan menjalankan kebijakan, yang terdiri dari ciri-ciri struktur formal dari organisasi-
organisasi dan atribut-atribut yang tidak formal dari personil mereka. Kondisi sosial,
ekonomi, dan politik, adalah tersedianya sumber daya ekonomi yang dapat mendukung
kelancaran implementasi kebijakan dan menyangkut lingkungan sosial dan politik
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 906
(dukungan elit) yang mempengaruhi yurisdiksi atau organisasi dimana implementasi
dilaksanakan. Kecenderungan pelaksana (implementor) menyangkut persepsi-persepsi
pelaksana untuk mendukung atau menentang kebijakan. Tanpa adanya persepsi yang
sama antara pelaksana dan pembuat keputusan akan menghambat bagi kelancaran
implementasi kebijakan.
Model implementasi kebijakan yang sering terjadi selama ini adalah model
“bottom-up" merupakan transmisi informasi yang sangat umum. Selain itu juga terdapat
mode utama transmisi informasi yang lain adalah mode "top-down" di China, yang
mentransfer informasi dari atas ke bawah. Manfaat dari pendekatan ini terbukti dengan
sendirinya, tetapi juga banyak masalah. Ketika atasan pemerintah menyampaikan
informasi kepada pemerintahan tingkat bawah, maka pemerintahan yang lebih rendah
akan secara selektif mengirimkan informasi kepada bawahannya sendiri. Memilih
informasi yang bermanfaat untuk tingkat mereka sendiri akan terus diteruskan kepada
pemerintahan yang lebih rendah, tetapi informasi yang tidak menguntungkan bagi tingkat
mereka sendiri tidak akan ditransmisikan atau transmisi selektif sesedikit mungkin.
Model transfer "bottom-up" hanya menggantikan mode transfer "top-down". Partisipasi
warga dalam proses implementasi kebijakan publik juga suatu bentuk umpan balik dari
bawah ke atas, yang memungkinkan warga negara untuk merefleksikan penyimpangan
yang timbul dari pelaksanaan kebijakan publik pada waktunya, sehingga pemerintah
dapat merespon dengan tepat waktu. dan menyesuaikannya tepat waktu. Partisipasi warga
dalam pelaksanaan kebijakan publik kondusif untuk implementasi model kebijakan
publik “bottom-up”. Partisipasi warga negara dalam implementasi kebijakan yang
kondusif untuk memahami kepentingan dan kebutuhan publik pada waktunya, dan dapat
meningkatkan kesadaran warga dan dukungan terhadap konten implementasi kebijakan
publik, meningkatkan rasa percaya kepada pemerintah dapat secara aktif mempromosikan
implementasi kebijakan publik, dan meningkatkan kinerja implementasi kebijakan publik.
Partisipasi warga negara dalam proses implementasi kebijakan publik kondusif untuk
menyuarakan kepentingannya sendiri, dan dapat memberikan nasehat kepada pembuat
kebijakan pemerintah. Respon tepat waktu dari pejabat pemerintah pelaksana kebijakan
publik kondusif untuk penegasan warga negara tentang pemerintah, staf pemerintah dan
kebijakan publik. Respon tepat waktu dari praktisi kebijakan publik pemerintah kondusif
untuk penegasan warga negara terhadap pemerintah, staf pemerintah dan kebijakan
publik. Hal ini juga kondusif bagi efisiensi, keilmuan, demokrasi dan supremasi hukum
pemerintahan dalam proses pengelolaan, dan kondusif bagi kepentingan semua pihak.
Selain itu, dapat mendorong maksimalisasi kepentingan publik (Xiaodong et al., 2019).
Menurut (Supriati & Pangalila, 2019), bahwa penerapan kebijakan publik yang
merupakan salah satu kegiatan dalam proses kebijakan publik seringkali kontradiktif,
padahal produk kebijakan mampu membatasi pembuat kebijakan itu sendiri. Oleh karena
itu, implementasinya membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang studi kebijakan
publik. Dengan kata lain, konteks yang terkait dengan implementasi, terdiri dari beberapa
kategori. Draf pertama, program dengan penjelasan tugas yang lengkap, rumusan tujuan
yang tidak dikaburkan, serta penetapan capaian yang jelas terkait biaya dan waktu.
Kedua, mengimplementasikan program dengan memanfaatkan struktur, personel, dana
serta sumber daya lain, serta prosedur dan teknik yang benar. Ketiga, menyusun program
yang sesuai, mengupayakan pengawasan secara dengan proses, teknik, operasi, dan
kemampuan eksekutif yang berwenang untuk menafsirkan dan menggunakan kebijakan
publik untuk mencapai dan memahami visi dan harapan yang diinginkan. Pandangan ini
akan membantu peneliti lebih memahami kebijakan publik, meskipun telah dirumuskan
dengan benar dalam pelaksanaannya, realisasinya menantang.
Model Implementasi Kebijakan:
Kebijakan mengarah pada implementasi dan aktualisasi model. Banyak faktor
yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan, dan masing-masing saling
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 907
berhubungan. Untuk memperdalam pemahaman tentang beberapa faktor yang terlibat,
Model Merilee S. Grindle mendefinisikan teori implementasi sebagai proses politik dan
administrasi yang didorong oleh isi kebijakan dan latar belakangnya. Ia juga mengklaim
bahwa proses implementasi kebijakan dimulai setelah tujuan dan sasaran telah
dikembangkan, program aksi digariskan, dan sejumlah cadangan uang yang dialokasikan
untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Menurut (Supriati & Pangalila, 2019)
implementasi kebijakan adalah latihan yang diusulkan untuk melaksanakan suatu
program sambil berkonsentrasi pada tiga tindakan utama; 1) Pengaturan, pembuatan atau
pemindahan sumber daya, unit dan prosedur untuk membantu dalam berfungsinya
program, 2) Interpretasi dan pemahaman program, 3) Fungsi, yang berkaitan dengan
penyelenggaraan kegiatan konvensional yang melibatkan penataan barang dan jasa. Ini
juga menegaskan sudut pandang bahwa mengubah, membatasi, dan mengaksesi adalah
pendekatan penting dalam teknik implementasi.
Dari model yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn maka dapat
disimpulkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan. Untuk memenuhi ukuran dasar dan tujuan kebijakan, karakteristik, serta
birokrasi pelaksana diperlukan adanya komunikasi yang tepat. Juga diperlukan adanya
sumber daya meliputi sumber daya manusia dan sumber dana, sarana maupun
prasarana agar kebijakan dapat terimplementasikan, serta tersedianya sumber daya
ekonomi dan lingkungan sosial dan politik yang dapat mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini mengambil model Van Meter dan Van
Horn dengan satu variabel yang diambil yakni kondisi sosial, ekonomi dan politik yang
diduga mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Dengan pertimbangan
variabel kondisi sosial ekonomi dan politik mempunyai relevansi dengan permasalahan
penelitian yang ada yang terjadi di lingkungan masyarakat saat ini.
KESIMPULAN
Melalui proses, teknik, operasi, dan kemampuan eksekutif yang berwenang untuk
menafsirkan dan menggunakan kebijakan publik untuk mencapai dan memahami visi dan
harapan yang diinginkan. Pandangan ini akan membantu peneliti lebih memahami
kebijakan publik, meskipun telah dirumuskan dengan benar dalam pelaksanaannya,
realisasinya menantang.
Dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPPU, perlu
dilakukan pemberdayaan masyarakat persaingan usaha melalui advokasi kepada
stakeholder, dan memperkuat jaringan sinergi dan komunikasi yang lebih intensif kepada
Pemerintah Pusat dan Daerah. Secara substansi perlu dibuatkan website tersendiri tentang
PPID serta pengaturan implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik dalam
peraturan internal KPPU, agar bisa dipahami dan diimplementasikan secara keseluruhan.
Program implementasi keterbukaan informasi publik harus menjadi bagian
program PPID KPPU RI dalam memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Untuk itu diperlukan penyediaan anggaran PPID KPPU yang memadai
dalam mendukung kegiatan keterbukaan informasi publik KPPU. Struktur organisasi
perlu ditetapkan secara jelas disertai dukungan sumber daya manusia yang memiliki
kapasitas yang memadai. Diperlukan Standar Layanan Informasi untuk mendukung
implementasi keterbukaan informasi publik, juga diperlukan kegiatan Advokasi,
Sosialisasi, dan Edukasi tentang Keterbukaan Informasi Publik guna menguatkan
kapasitas sumber daya manusia yang ditugaskan di PPID, pimpinan Satuan Kerja serta
seluruh pegawai di lingkungan KPPU RI. Tidak kalah pentingnya diperlukan adanya
kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi keterbukaan informasi publik
KPPU RI, mendorong partisipasi stakeholder dalam penguatan implementasi keterbukaan
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 908
informasi publik di KPPU RI. Selanjutnya, Bagian Humas perlu melakukan kegiatan
monitoring dan evaluasi secara langsung dalam meningkatkan kualitas layanan informasi
publik.
BIBLIOGRAPHY
Ardipandanto, A. (2016). Kelemahan Pelaksanaan PILPRES 2014: Sebuah Analisis.
Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan
Internasional, 6(1).
Azmi, H. (2017). Implementasi Program Pelatihan ExBuruh Rokok Dari Penggunaan
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (Dbhcht) Kabupaten Kudus. Faculty of
Social and Political Science.
Beauvais, E. (2020). Deliberation and Non-Deliberative Communication. Journal of
Deliberative Democracy, 16(1).
Critchley, S., & Marchart, O. (2012). Democratic decisions and the question of
universality: rethinking recent approaches ALETTA NO RVAL. In Laclau (pp.
150176). Routledge.
Devenney, M. (2004). Ethics and politics in contemporary theory between critical theory
and post-Marxism. Routledge.
Dunn, W. N. (2000). Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Terjemahan), Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gajah Mada.
Habermas, J. (2015). Between facts and norms: Contributions to a discourse theory of
law and democracy. John Wiley & Sons.
Hardiman, F. B. (2020). Demokrasi Deliberatif" Menimbang Negara Hukum, dan Ruang
Publik dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas. Kanisius.
Hayat, H. (2018). Buku Kebijakan Publik. Universitas Islam Malang Malang, Indonesia.
Hermansyah, I., Rahman, R., & Suherman, M. (2018). Pengaruh Akuntabilitas dan
Transparansi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Survei Pada Dinas Daerah
Kotatasikmalaya)Hermansyah, I., Rahman, R., & Suherman, M. (2018). Pengaruh
Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Survei Pada.
Jurnal Akuntansi, 13(1), 2129.
Ingram, D. (2011). Habermas: Introduction and analysis. Cornell University Press.
Kismartini, K. (2019). Analisis Kebijakan Publik (Kerangka Dasar).
Kraft, M. E., & Furlong, S. R. (2019). Public policy: Politics, analysis, and alternatives.
Cq Press.
Maddox, B. (2007). From Models to Mechanisms: Multi-Disciplinary Perspectives on
Literacy and Development.
Mulyadi, D. (2016). Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik: Konsep dan Aplikasi
Proses Kebijakan Publik Berbasis Analisis Bukti Untuk Pelayanan Publik.
Yogi Sumarsono Wibowo, Gabriella Susilowati
,
Riant Nugroho /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(7), 892-909
Analisis Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia 909
Prabowo, R. D., Manar, D. G., & Adhi, S. (2014). Implementasi undang-undang
keterbukaan informasi publik dalam upaya mewujudkan good governance (kajian
tiga badan publik: Bappeda, Dpkad Dan Dinas Pendidikan Kota Semarang). Journal
of Politic and Government Studies, 3(3), 187195.
Pratikno. (2012). Kajian implementasi keterbukaan informasi dalam pemerintahan lokal:
pasca Undang-Undang nomor 14 tahun 2008. Fisipol UGM.
Reza, A. A. (2007). Melampaui Negara Hukum Klasik. kanisius.
Sadhana, K. (2011). Realitas Kebijakan Publik.
Signé, L. (2017). Policy implementationA synthesis of the study of policy
implementation and the causes of policy failure. OPC Policy Center, PP-17, 3, 9
22.
Sinambela, L. P. (2019). Reformasi pelayanan publik: teori, Kebijakan dan implementasi.
Supriati, A., & Pangalila, T. (2019). Transparency Policy Implementation Process
Manado City Government.
Tavernaro-Haidarian, L. (2020). Deliberative Theory and African Philosophy: The Future
of Deliberation in Transitional Societies. Journal of Deliberative Democracy, 16(1).
Thoha, M., & Dharma, A. (1995). Birokrasi Indonesia Dalam Era Globalisasi. Pusdiklat
Pegawai Depdikbud [Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai ….
West, D. (1996). An introduction to continental philosophy.
Wibawa, K. C. S. (2019). Urgensi Keterbukaan Informasi dalam Pelayanan Publik
sebagai Upaya Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik. Adm. Law Gov.
J, 2(2), 218234.
Widuri, N. R. (2020). Studi Implementasi Kebijakan Work From Home pada Pustakawan
di LIPI. Media Pustakawan, 27(3), 168177.
Winarno. (2002). Teori dan proses kebijakan publik. Media Pressindo.
Xiaodong, L., Xiaoping, L., & Feng, F. (2019). Research on Citizen Participation in the
Implementation of Public Policy in Big Data Age. Journal of Physics:
Conference Series, 1168(3), 32013.
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).