Gambaran Hematuria Terhadap Lokasi Batu Pada Pasien Batu Saluran Kemih di RSUD dr. H. Chasan Boesoirie

�����������

Radila H. Wahab1, Prita Aulia M. Selomo2, Liasari Armaijn3

Universitas Khairun Ternate, Indonesia1*23

E-mail : [email protected]*

 

�Kata Kunci

Abstrak

 

Batu Saluran Kemih, Hematuria , RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie

Batu Saluran Kemih adalah pembentukan batu di saluran kemih akibat pengendapan berupa kristal di urin. Pengendapan ini timbul pada bagian sel epitel yang mengalami lesi sehingga terjadi hematuria. Penyakit BSK merupakan penyakit tersering ketiga di bidang urologi serta belum ada penelitian yang terkait dengan gambaran hematuria terhadap lokasi batu pada pasien BSK di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hematuria terhadap lokasi batu pada pasien BSK. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dengan sampel pasien BSK di rekam medik RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie tahun 2018-2022 sampel yang diambil sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil dari penelitian ini yaitu dari sampel 27 pasien, kejadian hematuria sebanyak 19 sampel (70,4%). Lebih banyak ditemukan pada perempuan sebanyak 12 sampel (63,2%) dibandingkan laki-laki yaitu 7 sampel (36,8%), dan tertinggi pada usia 35-45 tahun sebanyak 7 sampel (36,8% ) dan 46-55 tahun yaitu 7 sampel (36,8%). Kejadian hematuria terhadap lokasi batu pada pasien BSK yang menempati proporsi tertinggi yakni pada batu ginjal, lebih banyak ditemukan pada perempuan, usia tertinggi pada kelompok 35-45 tahun dan 46-55 tahun.

 

Keywords

�Abstract

Hematuria, RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie, Urolithiasis

Urinary stones (urolithiasis) is the formation of stones in the urinary tract due to the deposition of crystals in the urine. This deposition occurs in the lesioned epithelial cells resulting in hematuria. Urolithiasis disease was the third most common disease in the field of urology and there has not been research related to the description of hematuria to the location of stones in urolithiasis patients, especially at RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate. The purpose of this study was to determine the description of hematuria to the location of stones in urolithiasis patients. This research was descriptive study with a cross sectional approach with a sample on urolithiasis patients at the medical record of Dr. H. Chasan Boesoirie Hospital in 2018-2022. Samples taken according to inclusion and exclusion criteria. The results of this study were a sample 27 samples, the incidence of hematuria was 19 samples (70.4%). More were found in women as many as 12 samples (63.2%) compared to men, namely 7 samples (36.8%), and the highest at the age of 35-45 years as many as 7 samples (36.8%) and 46-55 years namely 7 samples (36.8%). The incidence of hematuria on stone location in urolithiasis patients, which occupies the highest proportion of kidney stones, was found more in women, the highest age was 35-45 years and 46-55 years groups.


*
Correspondence Author: Radila H. Wahab

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Hematuria merupakan salah satu gejala pada pasien dengan Batu Saluran Kemih (BSK) (Rasyid et al., 2018). Hematuria dibagi menjadi hematuria makroskopis dan hematuria mikroskopis (Afif & Solihin, 2022). American Urological Association (AUA) mendefinisikan hematuria mikroskopis sebagai ≥5/LPB sel darah merah per lapang pandang besar pada mikroskop (Ariyadi, 2016). Hematuria makroskopis adalah adanya darah dalam urin yang dapat terlihat jelas secara visual (Tandjungbulu et al., 2023);(Matulewicz et al., 2023).

Penyakit BSK adalah pembentukan batu di saluran kemih akibat pengendapan berupa kristal yang berada di urin (Anggraeny et al., 2021). Berdasarkan lokasi batu saluran kemih dibagi menjadi empat lokasi, yaitu batu ginjal (nephrolithiasis), batu ureter (ureterolithiasis), batu buli (vesicolithiasis), dan batu uretra (urethra lithiasis) (Zamzami, 2018). Batu saluran kemih merupakan penyakit tersering ke tiga setelah infeksi saluran kemih (ISK) dan penyakit pada prostat (Garc�a-Perdomo et al., 2016). Angka kejadian BSK meningkat di negara Asia sekitar 5-19,1% (Anggraeny et al., 2021). Menurut RISKESDAS tahun 2013 angka kejadian batu ginjal berdasarkan wawancara dokter di Indonesia adalah 0,6%, tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta 1,2% di ikuti oleh Aceh 0,9%, dan terendah di Provinsi Bangka Belitung yaitu 0,1%. Sedangkan, Maluku Utara angka kejadian batu ginjal 0,4% (KemenKes, 2013);(Noegroho et al., 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayah tahun 2016 mengenai hubungan lokasi batu ureter dengan manifestasi klinis pada pasien ureterolithiasis menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara batu ureter dan hematuria (Hidayah, Nugroho and Widianto, 2016). Hasil penelitian Tabagus 2016 menunjukkan angka kejadian BSK paling banyak pada laki-laki dan kelompok usia 48-57 tahun dengan lokasi tersering di daerah ginjal (Tubagus et al., 2017).

Berdasarkan latar belakang di atas dan belum ada penelitian yang terkait dengan gambaran hematuria terhadap lokasi batu pada pasien batu saluran kemih di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut.

 

METODE PENELITIAN

Desain, tempat dan waktu

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional dengan melihat data sekunder di rekam medik RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie tahun 2022 pada bulan Januari 2023.

Jumlah dan cara pengambilan subjek

Sampel dalam penelitian ini pasien BSK di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari subyek penelitian dengan menggunakan metode total sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah 327 sampel dengan sampel yang memenuhi kebutuhan peneliti yaitu 27 sampel penelitian.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien yang terdiagnosis BSK di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie tahun 2018-2022.

Pengolahan dan analisis data

Data yang terkumpul akan dilakukan pengolahan menggunakan. program statistik komputer setelah data dikumpulkan dari rekam medis pasien (IBM SPSS version 27). Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui metode analisis univariat yang disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan narasi.

Etik Penelitian

Hal-hal yang berkaitan dengan etika dalam penelitian ini adalah:

1.      Surat pengantar dari Fakultas Kedokteran Universitas Khairun diberikan kepada Direktur RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2.      Menjaga kerahasiaan identitas pasien yang tercatat pada rekam medik, dengan tidak mencantumkan nama pasien pada data yang diambil.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pasien BSK dengan Kejadian Hematuria

Hematuria Mikroskopik

N

%

< 5/LPB

8

29.6

≥ 5/LPB

19

70.4

Total

27

100.0

 

Tabel 1 menunjukkan distribusi frekuensi pasien dengan batu saluran kemih (BSK) yang mengalami hematuria mikroskopik. Sebanyak 70,4% dari pasien mengalami hematuria mikroskopik dengan jumlah sel darah merah ≥ 5/LPB, sedangkan 29,6% lainnya mengalami hematuria dengan jumlah sel darah merah < 5/LPB. Ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien BSK mengalami hematuria mikroskopik dalam jumlah yang signifikan.

 

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pasien BSK dengan Kejadian Hematuria Mikroskopik ≥ 5/LPB Berdasarkan Lokasi Batu

Lokasi Batu

Hematuria Mikroskopik ≥ 5/LPB

%

Batu Ginjal

19

100

Batu Ureter

0

0

Batu Buli

0

0

Batu Uretra

0

0

Total

19

100

 

Tabel 2 ini menunjukkan distribusi frekuensi hematuria mikroskopik ≥ 5/LPB berdasarkan lokasi batu pada pasien BSK. Seluruh pasien yang mengalami hematuria mikroskopik ≥ 5/LPB memiliki batu ginjal, sementara pasien dengan batu di ureter, buli, dan uretra tidak mengalami hematuria mikroskopik yang signifikan. Ini menandakan bahwa kejadian hematuria lebih sering terkait dengan adanya batu di ginjal dibandingkan dengan lokasi lain.

 

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pasien BSK dengan Kejadian Hematuria Mikroskopik ≥ 5/LPB Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Hematuria Mikroskopik ≥ 5/LPB

%

Perempuan

12

63.2

Laki-laki

7

36.8

Total

19

100.0

 

Tabel 3 ini menampilkan distribusi frekuensi pasien dengan kejadian hematuria mikroskopik ≥ 5/LPB pada batu ginjal berdasarkan jenis kelamin. Mayoritas pasien yang mengalami hematuria mikroskopik ≥ 5/LPB adalah perempuan (63,2%), sementara laki-laki mencapai 36,8%. Ini menunjukkan bahwa perempuan cenderung lebih banyak mengalami hematuria mikroskopik dengan batu ginjal dibandingkan laki-laki.

�

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pasien BSK dengan Kejadian Hematuria Mikroskopik ≥ 5/LPB Berdasarkan Usia

Usia

Hematuria Mikroskopik ≥ 5/LPB

%

18-25 tahun

0

0.0

26-35 tahun

1

5.3

36-45 tahun

7

36.8

46-55 tahun

7

36.8

56-65 tahun

2

10.5

> 65 tahun

2

10.5

Total

19

100.0

 

Tabel 4 ini menunjukkan distribusi frekuensi pasien dengan kejadian hematuria mikroskopik ≥ 5/LPB pada batu ginjal berdasarkan usia. Pasien dalam rentang usia 36-45 tahun dan 46-55 tahun mendominasi kejadian hematuria mikroskopik, masing-masing dengan 36,8%. Tidak ada pasien dalam kelompok usia 18-25 tahun yang mengalami hematuria mikroskopik, sementara pasien berusia >65 tahun masing-masing mewakili 10,5%. Ini menunjukkan bahwa hematuria mikroskopik ≥ 5/LPB lebih banyak terjadi pada kelompok usia menengah dibandingkan dengan usia yang lebih muda atau lebih tua.

 

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 didapatkan kejadian hematuria pada pasien BSK sebanyak 70,4%, dan pada tabel 2 didapatkan hasil kejadian hematuria berdasarkan lokasi batu tertinggi di batu ginjal yaitu 100% sampel. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim tentang factors associated with absent microhematuria in symptomatic urinary stone patients tahun 2018 sebanyak 94,0% mengalami hematuria, sedangkan 6,0% sampel urin tidak memiliki bukti hematuria. Kelompok dengan tidak adanya hematuria lebih cenderung memiliki lokasi batu yang lebih rendah (terletak di area dari ureter distal ke kandung kemih) (Rasyid et al., 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Bhuvanagiri tentang association between haematuria and urinary tract calculi tahun 2018 hematuria makroskopik ditemukan pada 84,3% pasien, dimana 64% ditemukan memiliki batu saluran kemih. Hematuria mikroskopik pada 15,7% pasien, dimana 16,64% pasien memiliki batu saluran kemih (Bhuvanagiri et al., 2018). Berdasarkan literatur menyebutkan bahwa 97% batu berada di ginjal dan ureter dibandingkan dengan di buli dan uretra yaitu 3%. Anatomi kolekting sistem ini menentukan bentuk batu yang akan terbentuk sebagai adaptasi struktur sekitar (Hesse et al., 2002).

Batu pertama kali terbentuk di ginjal karena ginjal merupakan organ ekskresi utama yang akan menghasilkan urin sebagai produk akhir. Dari segi anatomi, batu dapat ditemukan pada ureter, kandung kemih, dan uretra bila ukuran batu tersebut dapat melewati penyempitan pada ginjal sebelum memasuki ureter. Batu ginjal terbentuk jika ditemukan beberapa faktor pembentuk kristal dalam jumlah berlebihan. Diperkirakan agregasi kristal menjadi besar sehingga tertinggal dan biasanya ditimbun. Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian sel epitel yang mengalami lesi sehingga terjadi hematuria (Sudoyo et al., 2006).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3 didapatkan perempuan sebanyak 63,2% dan laki-laki sebanyak 36,8% penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kim tentang factors associated with absent microhematuria in symptomatic urinary stone patients tahun 2018 dengan hasil penelitian angka kejadian tertinggi pada laki-laki yaitu 68,7% dan 31,3% perempuan. Hal ini dikarenakan sedikitnya sampel yang didapat yaitu 19 sampel dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu 750 sampel (Kim et al., 2018). Hal ini dikarenakan kadar kalsium dalam urin yang berperan dalam pembentukan batu lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, dan juga kadar sitrat yang berperan menghambat pembentukan batu lebih rendah pada laki-laki. Di samping itu terdapat pula peran hormon seks, yaitu hormon estrogen pada perempuan berperan sebagai penghambat agregasi garam kalsium, serta menurunkan ekskresi oksalat dan konsentrasi oksalat plasma. Berbeda halnya dengan hormon testosteron pada laki-laki yang memiliki peran berlawanan dengan hormon estrogen yaitu meningkatkan oksalat endogen yang kemudian memudahkan terjadinya kristalisasi. Panjang ureter manusia 20-30 cm, saluran kemih laki-laki lebih sempit daripada wanita. Laki-laki lebih aktif beraktifitas daripada wanita walaupun tidak 100%. Hal ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi laki-laki lebih berisiko daripada wanita (Simanullang & Esther, 2022).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 ini didapatkan kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 36,8% dan usia 46-55 tahun sebanyak 36,8%, berdasarkan literatur yang menyebutkan terdapat 95% eritrosit dalam urin dengan jenis kelamin pria pada usia yang lebih tua (Ridwan et al., 2015). Tingginya angka kejadian pada usia tersebut disebabkan karena lebih rentannya seseorang mengalami gangguan peredaran darah seperti hipertensi dan kolesterol yang akan menyebabkan terjadinya pengapuran ginjal, agregasi kalsium oksalat dan kasium fosfat yang kemudian berubah menjadi batu pada saluran kemih. Selain itu, pada usia tersebut perkembangan ukuran tubuli proksimal mencapai ukuran maksimal yang kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan kapasitas konsentrasi ginjal sehingga terjadi pula peningkatan kristalisasi pada lengkung Henle (Ridwan et al., 2015).

Peningkatan proporsi batu saluran kemih seiring dengan pertambahan usia menimbulkan kecurigaan adanya peningkatan penyakit degenerative. Proses degeneratif merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh seiring dengan pertambahan usia, dalam hal ini penurunan fungsi ginjal. Batu saluran kemih yang terjadi pada usia muda mungkin disebabkan oleh faktor herediter, namun bisa juga disebabkan oleh gaya hidup dan pola makan yang salah (Suryanto & Subawa, 2017).

 

KESIMPULAN

Kejadian hematuria terhadap lokasi batu pada pasien BSK yang menempati proporsi tertinggi yakni pada batu ginjal, lebih banyak ditemukan pada perempuan, usia tertinggi pada kelompok 35-45 tahun dan 46-55 tahun.

 

REFERENSI

Afif, A. N., & Solihin, R. M. (2022). Laki-Laki Usia 68 Tahun dengan Hematuria. Proceeding Book Call for Papers Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, 977�985.

Anggraeny, S. F., Soebhali, B., Sulistiawati, S., Nasution, P. D. S., & Sawitri, E. (2021). Gambaran Status Konsumsi Air Minum pada Pasien Batu Saluran Kemih. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 3(1), 58�62.

Ariyadi, R. (2016). Pengaruh penundaan jumlah sel eritrosit pada sedimen urine hematuria. Skripsi.

Bhuvanagiri, S. R. V. P., Pichika, S., Akkur, R., Chaganti, K., Madhusoodhanan, R., & Pusapati, S. V. (2018). Integrated Approach for Modeling Coastal Lagoons: A Case for Chilka Lake, India. In Handbook of statistics (Vol. 39, pp. 343�402). Elsevier.

Garc�a-Perdomo, H. A., Solarte, P. B., & Espa�a, P. P. (2016). Pathophysiology associated with forming urinary stones. Urolog�a Colombiana, 25(2), 118�125.

Hesse, A., Tiselius, H.-G., & Jahnen, A. (2002). 2, 8-Dihydroxyadenine stones. In Urinary Stones (pp. 148�157). Karger Publishers.

KemenKes, R. I. (2013). Riset kesehataan dasar 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kim, T. H., Oh, S. H., Park, K. N., Kim, H. J., Youn, C. S., Kim, S. H., Lim, J., Moon, H. K., & Kim, H. J. (2018). Factors associated with absent microhematuria in symptomatic urinary stone patients. The American Journal of Emergency Medicine, 36(12), 2187�2191.

Matulewicz, R. S., Meeks, W., Mbassa, R., Fang, R., Pittman, A., Mossanen, M., Furberg, H., Chichester, L.-A., Lui, M., & Sherman, S. E. (2023). Urologists� perceptions and practices related to patient smoking and cessation: a national assessment from the 2021 American Urological Association Census. Urology, 180, 14�20.

Noegroho, B. S., Daryanto, B., Soebhali, B., Kadar, D. D., Soebadi, D. M., Hamiseno, D. W., Myh, E., Satyagraha, P., Birowo, P., & Monarfa, R. A. (2018). Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih.

Rasyid, N., Wirya, G., Duarsa, K., Atmoko, W., Noegroho, B. S., Daryanto, B., Soebhali, B., Kadar, D. D., Soebadi, D. M., & Hamiseno, D. W. (2018). Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).

Ridwan, M. S., Timban, J. F. J., & Ali, R. H. (2015). Gambaran ultrasonografi ginjal pada penderita nefrolitiasis dibagian radiologi FK unsrat blu RSUP prof. dr. RD kandou manado periode 1 januari�30 juni 2014. E-CliniC, 3(1).

Simanullang, M. T., & Esther, J. (2022). Kedudukan Hasil Autopsi Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan (Studi di Kepolisian Resor Pematangsiantar). NOMMENSEN LAW REVIEW, 1(1), 117�134.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Fkui, 400�411.

Tandjungbulu, Y. F., Herman, H., Nurdin, N., Virgiawan, A. R., Askar, M., & Nurfadillah, B. (2023). Variasi hasil pemeriksaan sedimen urin pada pasien suspek infeksi saluran kemih. Jurnal Media Analis Kesehatan, 14(1), 32�42.

Tubagus, Y. E., Ali, R. H., & Rondo, A. G. (2017). Gambaran CT-Scan Tanpa Kontras pada Pasien dengan Batu Saluran Kemih di Bagian Radiologi FK Unsrat/SMF Radiologi RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado Periode Juli 2016-Juni 2017. E-CliniC, 5(2).

Zamzami, Z. (2018). Penatalaksanaan Terkini Batu Saluran Kencing di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, Indonesia. Jurnal Kesehatan Melayu, 1(2), 60�66.

 

 

� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).