Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Juni 2021, 1 (6), 622-632
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
10.36418/cerdika.v1i6.113 622
HAMBATAN DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN 1000
HARI PERTAMA KEHIDUPAN: A REVIEW
Aprilia Dwi Purwanti
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
aprilia.dwi.purwanti-2017@fkm.unair.ac.id
Abstract
Received:
Revised :
Accepted:
20-05-2021
25-06-2021
26-06-2021
Stunting is a form of the growth failure in children due to the
inadequacy of nutrients ranging from pregnancy until the age
of 24 months. Intervention in First 1000 Days of Life focuses
on two types of interventions, namely interventions nutrition
specific intervention's nutrition sensitive. This study aims to
identify the barriers to the implementation of the program of
the First 1000 Days of Life. The method used in writing this
article is a literature review. It has not yet been reached such
as on the intervention specific to the high prevalence of
anemia in pregnant women due to the low coverage of the
Tablet Add Blood on the teens and pregnant women, and the
low coverage of supplementation of Fe, the low participation
of mothers who BREAST-feed exclusively, the low
participation of the community to the health center, the
coverage of basic immunization has not reached the target,
and the intervention of sensitive that is the low Group of
Family Development the Young and the low Group of Family
Development Elderly. Barriers of the implementation of the
program of the First 1000 Days there is still no involvement
of stakeholders, limited the adequacy of the support
facilitiesinfrastructures, and labors, the absence of budgeting
specifically, the lack of monitoring and evaluation activities
of the Movement of the First 1000 Days of Life.
Keywords: First 1000 Days of Life; Stunting; Barriers to the
Movement of 1000 days of life; Intervention
Specific; the Intervention of Sensitive.
Abstrak
Stunting merupakan suatu bentuk dari kegagalan
pertumbuhan pada anak yang diakibatkan ketidakcukupan
nutrisi mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Intervensi
pada 1000 Hari Pertama Kehidupan berfokus pada dua jenis
intervensi, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi
sensitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
hambatan dalam implementasi program Gerakan 1000 Hari
Pertama Kehidupan. Metode yang digunakan dalam
penulisan artikel ini adalah literature review. Hal yang
belum tercapai seperti pada intervensi spesifik tingginya
prevalensi anemia pada ibu hamil karena rendahnya cakupan
Tablet Tambah Darah pada remaja dan ibu hamil dan
Aprilia Dwi Purwanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(6), 622-632
Hambatan Dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan: A Review
623
rendahnya cakupan suplemen Fe, rendahnya partisipasi ibu
yang memberi ASI eksklusif, rendahnya partisipasi
masyarakat ke Posyandu, cakupan imunisasi dasar belum
mencapai target, dan intervensi sensitif yaitu rendahnya
Kelompok Bina Keluarga Remaja dan rendahnya Kelompok
Bina Keluarga Lansia. Hambatan dari implementasi program
Gerakan 1000 Hari Pertama yaitu masih belum adanya
keterlibatan pemangku kepentingan, masih terbatasnya
kecukupan dukungan sarana, prasarana, dan tenaga, belum
adanya penganggaran khusus, minimnya monitoring dan
evaluasi kegiatan program Gerakan 1000 Hari Pertama
Kehidupan.
Kata kunci: 1000 Hari Pertama Kehidupan; Stunting;
Hambatan Gerakan 1000 HPK; Intervensi
Spesifik; Intervensi Sensitif.
Coresponden Author : Aprilia Dwi Purwanti
Email : aprilia.dwi.purwanti-2017@fkm.unair.ac.id
PENDAHULUAN
Di Indonesia terdapat dua permasalahan gizi yang terjadi yaitu masalah
kekurangan gizi dan kelebihan gizi. Yang menjadi perhatian akhir-akhir ini adalah
masalah kekurangan gizi yaitu stunting atau masalah kurang gizi kronis dalam bentuk
anak pendek dan wasting atau kurang gizi akut dalam bentuk anak kurus (Aryastami &
Tarigan, 2017). Kekurangan gizi pada ibu hamil dan anak menyebabkan lebih dari
sepertiga kematian bayi dan anak dan 11% beban penyakit di dunia (Husnah, 2017).
Berdasarkan hasil Riskesdas, pada Riskesdas 2013 angka stunting turun dari 37,2 persen
menjadi 30,8 persen pada (Kemenkes, 2018). Permasalahan gizi tersebut juga terjadi di
beberapa negara berkembang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusulkan target
global pada tahun 2025 yaitu penurunan kejadian stunting pada anak dibawah usia lima
tahun sebesar 40%. Stunting merupakan suatu bentuk dari kegagalan pertumbuhan pada
anak yang diakibatkan ketidakcukupan nutrisi mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan
(Halimatusyadiah, 2020).
Periode 0-24 bulan atau bisa disebut dengan 1000 Hari pertama kehidupan
merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan sehingga disebut dengan
periode emas. Periode ini cukup sensitif karena dampak yang ditimbulkan akan bersifat
permanen, untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat. Kurangnya asupan
makanan dan adanya penyakit infeksi merupakan penyebab langsung dari kejadian
stunting. Faktor lainnya dari penyebab tingginya kejadian stunting yaitu faktor individu
contohnya seperti kurangnya pengetahuan ibu, faktor keluarga contohnya seperti pola
asuh yang salah, sanitasi dan hygiene buruk dan faktor pelayanan kesehatan yang rendah
(Halimatusyadiah, 2020).
Status gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan memberikan pengaruh terhadap
kualitas kesehatan, intelektual, dan produktivitas pada masa yang akan datang
(Rahmawati et al., 2016). Maka dari itu sangat di perlukan penangan permasalahan
stunting yang dapat berpengaruh dalam penurunan stunting. Penanganan stunting secara
secara keseluruhan tidak cukup hanya dilakukan pada sektor kesehatan saja, tetapi juga
harus dilakukan pada aspek lainnya seperti aspek sosial dan ekonomi (Aryastami &
Tarigan, 2017). Koordinasi yang dilakukan juga perlu dari lintas sektor dan melibatkan
berbagi pemangku kepentingan seperti pemerintah, dunia usaha, masyarakat dan lainnya.
Pada tahun 2010 Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan program Scalling Up
Aprilia Dwi Purwanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(6), 622-632
Hambatan Dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan: A Review
624
Nutrition (SUN) yang merupakan sebuah upaya bersama dari pemerintah dan masyarakat
dalam mewujudkan visi bebas rawan pangan dan kurang gizi melalui penguatan
kesadaran dan komitmen terhadap jaminan akses makanan yang bergizi kepada
masyarakat (Husnah, 2017). 18 Dari 35 negara yang tergabung dalam gerakan global,
Indonesia merupakan salah satunya yang telah mengimplentasikan SUN movement dalam
program Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (Ulfah, 2019). Negara-negara di dunia
memberikan respon terhadap kondisi status gizi di sebagian besar negara berkembang
dengan adanya Gerakan Scalling Up Nutrition (SUN).
Di Indonesia, Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) dikenal dengan Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan yang memiliki landasan berupa Peraturan Presiden No. 42 tahun
2013 yang berisi mengenai Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Peraturan
Presiden No. 42 tahun 2013 diterbitkan untuk mendukung upaya mengumpulkan atau
menggalakan partisipasi dan kepedulian dari pemangku kepentingan secara sistematis
terencana dan terkoordinir dengan tujuan untuk memercepat perbaikan gizi pada 1000
Hari Pertama Kehidupan.1 Intervensi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan berfokus pada
dua jenis intervensi, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif (Kabupaten
Trenggalek, n.d.). Untuk mencapai percepatan perbaikan gizi sangat dibutuhkan
dukungan dari lintas sektor, sektor kesehatan berkontribusi 30%, sedangkan sektor non
kesehatan berkontribusi sebesar 70% dalam penangulangan masalah gizi. Terdapat tiga
elemen dari program Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupam yaitu aksi pada tingkat
Nasional, berdasarkan bukti yang nyata dan intervensi yang cost effective, dan
pendekatan bersifat multisektor (Ruaida, 2018).
Dalam implementasi program Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan terdapat
beberapa hambatan yang mempengaruhi kurang berhasilnya program tersebut. Berhasil
atau tidak berhasilnya implementasi program ini dapat dilihat dari tercapainya atau tidak
tercapainya indikator sepeti indikator pada intervensi spesifik yaitu cakupan suplemen Fe,
cakupan suplemen vitamin A, Cakupan Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri,
dll. dan intervensi sensitif yaitu penduduk dengan konsumsi energi, kelompok bina
keluarga remaja, kelompok bina keluarga lansia, dan lain sebagainya (Nisa, 2018). Untuk
mengetahui mengapa implementasi program tersebut belum terlaksana dengan baik maka
diperlukan identifikasi hambatan dalam implementasi program tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi hambatan dalam implementasi program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah literature review.
Yaitu merupakan pencarian literatur nasional yang dilakukan dengan pencarian di google
schoolar. Kriteria inklusi dalam strategi pencarian literatur yaitu artikel dari jurnal
nasional dengan tahun publikasi 2016 sampai 2020 menggunakan kata kunci “Gerakan
1000 HPK”, “Stunting”, dan “Perbaikan Gizi 1000 HPK”. Dan kriteria eksklusinya yaitu
dari artikel yang mengandung kata kunci tersebut artikel internasional tidak
dipergunakan, artikel yang berisi hubungan, perilaku, pengaruh, pengetahuan, dan sikap
tidak dipergunakan. Hanya sekitar 20 artikel yang relevan dan dua buku pedoman dari
Bappenas.
Aprilia Dwi Purwanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(6), 622-632
Hambatan Dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan: A Review
625
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Tabel 1. Literature Review
No
Topik/Judul
Penulis
Tahun
Desain Penelitian
Hal yang belum tercapai dari
Implementasi :
Hambatan:
1.
Implementasi
Gerakan 1000
Hari Pertama
Kehidupan
Di Kabupaten
Pasaman 2017
Nesra
Nefy, Nur
Indrawati
Lipoeto,
Edison
2019
studi kebijakan
dengan pendekatan
kualitatif,
pengumpulan data
melalui indepth
interview, telaah
dokumen dan
observasi, jumlah
informan 19 orang.
a. Intervensi Spesifik
1. Cakupan suplemen Fe (kurang)
2. Cakupan suplemen vitamin A
(Kurang)
3. Cakupan TTD Remaja Putri (Kurang)
b. Intervensi Sensitif
1. Penduduk dengan konsumsi energi
(Kurang)
2. Kelompok Bina Keluarga Remaja
(Kurang)
3. Kelompok Bina Keluarga Lansia
(Kurang)
1. Belum adanya regulasi tertulis khusus
tentang gerakan 1000 HPK
2. Belum ada penganggaran khusus untuk
gerakan 1000 HPK
3. Masih kurang dalam hal monitoring
evaluasi kegiatan
4. Belum ada keterlibatan pemangku
kepentingan
2.
Evaluasi
Pelaksanaan
Program
Pencegahan
Stunting Ditinjau
Dari Intervensi
Gina
Muthia
, Edison
, Eny
Yantri3
2019
Penelitian
ini dilaksanakan di
Puskesmas Pegang
Baru menggunakan
rancangan kualitatif
Intervensi gizi spesifik
1. Cakupan imunisasi dasar (Belum
mencapai target)
2. ASI ekslusif (belum mencapai target)
1. Tidak ada dana khusus untuk intervensi
gizi spesifik
2. Kurangnya tenaga gizi
3. Belum ada pedoman dan SPO tentang
penanganan Growth faltering
4. Belum semua intervensi gizi spesifik
mempunyai pencatatan pelaporan
Aprilia Dwi Purwanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(6), 622-632
Hambatan Dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan: A Review
626
No
Topik/Judul
Penulis
Tahun
Desain Penelitian
Hal yang belum tercapai dari
Implementasi :
Hambatan:
Gizi Spesifik
Gerakan 1000
HPK Di
Puskesmas
Pegang Baru
Kabupaten
Pasaman
5. Tidak ada dana khusus untuk intervensi
gizi spesifik
3.
Analisis Program
Penurunan Status
Gizi Buruk Balita
Oleh Dinas
Kesehatan Kota
Banda Aceh
Maulya
Ulfah,
Dr.Mahdi
Syahbandir,
S.H.,M.Hu
m. Alfi
Rahman,
M.Si., Ph.D
2019
Metode dalam
penelitian ini
adalah
diskriptif kualitatif
1. Rendahnya partisipasi masyarakat ke
Posyandu
2. Keadaan ekonomi keluarga kurang
mencukupi memberikan makanan
yang bergizi
3. Penyakit bawaan sejak lahir yang
memperparah kondisi balita gizi
buruk.
1. Komunikasi dan sumber daya manusia
2. Sarana prasarana masih kurang memadai.
4.
Evaluasi
Kebijakan
Program 1000
Hari Pertama
Kehidupan Dalam
Penanganan
Stunting Pada
Agustuti
Handayani
2019
tipe penelitian
deskriptif dengan
pendekatan
kualitatif.
1. tidak tercapainya Rencana Jangka
Menengah yang menargetkan
penurunan prevalensi gizi buruk tidak
tercapai
2. Masih terdapat bayi kekurangan gizi.
4. Masih tingginya prevalensi anemia
pada ibu hamil
1. Terbatasnya kecukupan dukungan
sarana, prasarana, dan tenaga
2. Keterpaduan perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, pelayanan, monitoring, dan
evaluasi
3. Kurangnya pemberdayaan masyarakat;
4. Kurangnya pemahaman dan kesepakatan
Aprilia Dwi Purwanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(6), 622-632
Hambatan Dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan: A Review
627
No
Topik/Judul
Penulis
Tahun
Desain Penelitian
Hal yang belum tercapai dari
Implementasi :
Hambatan:
Dinas Kesehatan
Kota Bandar
Lampung
5. serta masih rendahnya partisipatif Ibu
yang memberi ASI Eksklusif
tujuan bersama akan pentingnya
menangani masalah 1000 HPK;
5. Terbatasnya kemampuan masyarakat
miskin untuk memenuhi kebutuhan
pangan dengan gizi seimbang
6. terbatasnya jangkauan daerah yang
mendapatkan kegiatan 1000 HPK
Sumber refrensi data tabel: Author
Berdasarkan hasil artikel yang dikumpulkan dan analisa penulis didapatkan implementasi program Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan
terdapat dua jenis intervensi yaitu intervensi spesifik dan sensitif.
1. Intervensi spesifik
Intervensi spesifik merupakan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat jangka pendek yang ditujukan khusus untuk kelompok 1000 Hari
Pertama Kehidupan pada perencanaannya. Umumnya intervensi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan.2 Jenis jenis intervensi spesifik seperti
pemberian suplemen Fe, imunisasi dasar lengkap, pemberian makanan tambahan ibu hamil dan balita, vitamin A, monitoring pertumbuhan balita di
posyandu, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), promosi ASI eksklusif, MP-ASI dan sebagainya.5 10
2. Intervensi Sensitif
Intervensi sensitif merupakan kegiatan pembangunan yang di luar sektor kesehatan dengan sasarannya adalah masyarakat umum. Kombinasi
dari intervensi spesifik dan sensitif dapat membuat program akan bersifat sustainable dan jangka panjang. Intervensi gizi sensitif meliputi kelompok
bina keluarga remaja, kelompok bina keluarga lansia, penyediaan air besih dan sanitasi, ketahanan pangan dan gizi, Keluarga Berencana, Jaminan
Kesehatan Masyarakat, Jaminan Persalinan Dasar, pendidikan gizi masyarakat, intervensi untuk remaja perempuan dan pengentasan kemiskinan.2
Aprilia Dwi Purwanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(6), 622-632
Hambatan Dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan: A Review
628
Implementasi program gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan masih belum
berjalan dengan efektif karena ada beberapa hal yang belum tercapai seperti pada
intervensi spesifik tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil karena rendahnya cakupan
Tablet Tambah Darah pada remaja dan ibu hamil dan rendahnya cakupan suplemen Fe,
rendahnya partisipasi ibu yang memberi ASI eksklusif, rendahnya partisipasi masyarakat
ke Posyandu, cakupan imunisasi dasar belum mencapai target, dan intervensi sensitif
yaitu rendahnya Kelompok Bina Keluarga Remaja dan rendahnya Kelompok Bina
Keluarga Lansia. Hambatan dari implementasi program Gerakan 1000 Hari Pertama
yaitu masih belum adanya keterlibatan pemangku kepentingan, masih terbatasnya
kecukupan dukungan sarana, prasarana, dan tenaga, belum adanya penganggaran khusus,
minimnya monitoring dan evaluasi kegiatan program Gerakan 1000 Hari Pertama
Kehidupan.
B. Pembahasan
Beberpa hal yang belum tercapai dari implementasi program Gerakan 1000 Hari
Pertama Kehidupan, pada intervensi spesifik yaitu;
1. Tingginya prevalensi anemia
Tingginya prevalensi anema pada ibu hamil yang disebabkan karena rendahnya
cakupan Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil dan remaja dan rendahnya
cakupan suplemen Fe. Kelompok yang rentan terkena anemia adalah ibu hamil dan
anemia ini sebabkan karenena kurangnya zat besi dalam tubuh yang digunakan dalam
pembuatan haemoglobin. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan berkurangnya
suplai oksigen ke sel tubuh maupun otak, gejala nya seperti letih, lesu, cepat lelah dan
gangguan nafsu makan. Hal ini dapat berdampak pada keadaan gizi ibu
(Kementerian, n.d.). Rendahnya cakupan suplemen Fe ini dikarenakan kurangnya
perencanaan dalam pengadaan dan distribusi suplenmen Fe serta kurangnya
pendidikan gizi dan kesehatan di masyarakat.
2. Rendahnya partisipasi ibu yang memberi ASI eksklusif
Pemberian ASI eksklusif merupakan ibu yang memberikan ASI tanpa tambahan
cairan lain (susu formula, jeruk, madu, air teh, air,dll.) dan tanpa tambahan makanan
padat (pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, dll. Beberapa kelebihan ASI
dibandingkan dengan susu formula, susu hewan, atau makanan-makanan lain adalah
kandungan protein dalam ASI lebih rendah, kandungan kasein dalam ASI lebih
sedikit, keseimbangan asam amino esensial dalam ASI selalu ideal, kandungan
laktosa dalam ASI lebih banyak, zat besi dalam ASI lebih mudah diserap,dll
(Kampung, 2016).
3. Rendahnya partisipasi masyarakat ke Posyandu
Rendahnya partisipasi masyarakat yang datang ke Posyandu khususnya adalah
masyarakat yang memiliki balita akan melewati beberapa kegiatan posyandu seperti
penimbangan, imunisasi lengkap serta pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh
posyandu (Kementerian, n.d.). Hal ini dapat memberikan dampak yang tidak baik
bagi masyarakat, contohnya seperti perbedaan informasi yang didapat masyarakat
yang mendapatkan informasi langsung dari posyandu dan yang tidak, balita tersebut
tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap, dan lain sebagainya. Rendahnya
pengetahuan ibu secara tidak langsung sebagai penyebab kunjungan tidak rutin ke
posyandu yang kemudian membuat terjadinya stunting pada baduta (Saragih, 2018).
4. Cakupan imunisasi dasar belum mencapai target
UCI (Universal Child Immunization) merupakan indikator yang dapat menilai
keberhasilan pelaksanaan imunisasi (Kusumawati et al., 2016). Target imunisasi
dasar belum tercapai juga dapat dikarenakan rendahnya partisispasi masyarakat
khususnya yang memiliki balita ke Posyandu.
Aprilia Dwi Purwanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(6), 622-632
Hambatan Dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan: A Review
629
Pada intervensi sensitif yaitu;
a. Rendahnya Kelompok Bina Keluarga Remaja
Bina Kelurga Remaja merupakan salah satu kegiatan pembinaan ketahanan
keluarga dengan sasaran dan memiliki anggota yaitu orang mempunyai anak
berusia remaja. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan ketrampilan para orang tua dalam mendidik/membimbing/mempersiapkan
putera-puterinya sehingga remaja tersebut memiliki kesiapan secara
mental/spiritual dalam menyikapi segala permasalahan (Kampung, 2016).
Menurut peneliti berdasarkan penelitian (Saragih, 2018) rendahnya Kelompok
Bina Keluarga Remaja diakibatkan masih kurangnya kesadaran pasangan usia
untuk ikut berpartisipasi dan juga kurangnya sarana dan prasarana dalam
menunang kegiatan Kelompok Bina Keluarga Remaja.
b. Rendahnya Kelompok Bina Keluarga Lansia.
Bina Keluarga Lansia merupakan salah satu kegiatan pembinaan ketahanan
keluarga dengan sasaran dan memiliki anggota yaitu keluarga yang mempunyai
lansia. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan para kelurga dalam menghadapi lansia, sehingga lansia merasa
dihargai dan disayangi dan masih produktif (Kampung, 2016). Menurut peneliti
berdasarkan penelitian Kamila 2018, rendahnya Kelompok Bina Keluarga Lansia
diakibatkan masih kurnangnya pemahaman kelompok mengenai fungsi dari
adanya kelompok BKL dan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
pentingnya kesehatan lansia.
Hambatan dari ketidaktercapaian implementasi program Gerakan 1000 Hari
Pertama Kehidupan yaitu;
1. Masih belum adanya keterlibatan pemangku kepentingan
Pemangku Kepentingan dalam program gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan yaitu
pemerintah, mitra pembangunan, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan mitra
pembangunan/organisasi PBB. Pemerintah memiliki peran sebagai inisiator,
fasilitator, dan motivator gerakan 1000 HPK. Mitra Pembangunan memiliki tugas
untuk memperkuat kepemilikan nasional dam kepemimpinan. Organisasi
Kemasyarakatan memiliki tugas untuk memperkuat mobilisasi, advokasi,
komunikasi, riset dan analisasi kebijakan dan pelaksanaannya dalam menangani
kekurangan gizi. Dunia Usaha memiliki tugas untuk pengembangan produk, control
kualitas, distribusi, riset, pengembangan teknologi informasi, komunikasi, promosi
perubahan perilaku untuk hidup sehat. Mitra Pembangunan/ Organisasi PBB
memiliki tugas untuk memperluas dan mengembangkan kegiatan gizi sensitif dan
spesifik melalui harmonisasi keahlian dan bantuan teknis antar mitra pembangunan
seperti UNICEF, WHO, FAO dan IFAD, SCN (Standing Committee on Nutrition)
(Kementerian Sosial, 2018). Pemangku kepentingan merupakan aktor dalam sebuah
kebijakan yang merupakan individu atau kelompok yang berkaitan langsung dengan
sebuah kebijakan yang dapat mempengaruhi kebijakan tersebut (Muthia et al., 2020).
2. Masih terbatasnya kecukupan dukungan sarana, prasarana, dan tenaga
Untuk melaksanakan Program Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan dengan sukses
dibutuhkan kecukupan dukungan dalam hal sarana, prasarana, dan tenaga. Posyandu
sudah tersedia dalam setiap desa, bisa ditambahkan lagi jumlahnya dengan alasan
untuk menjangkau masyarakat hingga titik terjauh. Alat ukur tinggi badan dan
timbangan untuk memantau balita sering kali dalam kondisi yang kurang baik (Ulfah,
2019). Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung terkait dengan program
gerakan 1000 HPK, contohnya seperti sarana dan prasarana pemantauan pertumbuhan
balita di Puskesmas dan Posyandu (Muthia et al., 2020). Selain sarana dan prasarana,
tenaga kesehatan juga memiliki peran dalam kegiatan posyandu yaitu untuk
memantau pertumbuhan dan perkembangan balita.9 Edukasi tentang Stunting pada
kader posyandu juga dapat ikut membantu tenaga kesehatan dalam memantau
Aprilia Dwi Purwanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(6), 622-632
Hambatan Dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan: A Review
630
pertumbuhan dan perkembangan balita, sehingga dapat membuat program Gerakan
1000 Hari Pertama Kehidupan menjadi berhasil (Kabupaten Trenggalek, n.d.).
Sarana, Prasarana, dan Tenaga masih belum memenuhi dikarenakan alokasi dana
yang belum terfokus pada hal tersebut dan anggaran yang diberikan masih terbatas.
3. Belum adanya penganggaran khusus
Pembiayaan khusus untuk kegiatan intervensi gizi spesifik masih belum ada dan
masih menggunakan dana JKN karena pencairan dana BOK yang terlambat (Rakyat,
2012). Menurut peneliti, ketersedian dana khusus dari pemerintah untuk program
intervensi diperlukan agar kegiatan yang dilaksanakan dapat ditingkatkan lagi dari
segi kualitas.
4. Minimnya monitoring dan evaluasi kegiatan program Gerakan 1000 Hari Pertama
Kehidupan.
Pengawasan untuk intervensi dilakukan berjenjang mulai dari pusat ke provinsi,
provinsi ke kabupaten, kabupaten ke puskesmas atau langsung dari kabupaten ke
nagari yang dilakukan secara rutin. Pengawasan ini dilakukan satu kali sebulan oleh
dinas kesehatan melalui bidang kesehatan masyarakat melalui Seksi gizi dan
Kesehatan keluarga (Rakyat, 2012). Menurut peneliti, pengawasan harus melibatkan
seluruh pemegang program di puskesmas dan lintas sektoral, agar kendala dapat
diselesaikan dengan secepatnya dan dibutuhkan pencatatan dan pelaporan.
KESIMPULAN
Beberpa hal yang belum tercapai dari implementasi program Gerakan 1000 Hari
Pertama Kehidupan, pada intervensi spesifik yaitu Tingginya prevalensi anemia,
Rendahnya partisipasi ibu yang memberi ASI eksklusif, Rendahnya partisipasi
masyarakat ke Posyandu , dan Cakupan imunisasi dasar belum mencapai target. Pada
intervensi sensitif yaitu Rendahnya Kelompok Bina Keluarga Remaja dan Rendahnya
Kelompok Bina Keluarga Lansia. Hambatan dari ketidaktercapaian implementasi
program Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan yaitu Masih belum adanya keterlibatan
pemangku kepentingan, Masih terbatasnya kecukupan dukungan sarana, prasarana, dan
tenaga, Belum adanya penganggaran khusus, dan Minimnya monitoring dan evaluasi
kegiatan program Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan.
BIBLIOGRAFI
Aryastami, n. K., & tarigan, i. (2017). Kajian kebijakan dan penanggulangan masalah gizi
stunting di indonesia. Buletin penelitian kesehatan, 45(4), 233240.
Halimatusyadiah, l. (2020). Faktor-faktor yang berhubungan dengan stunting pada anak
usia 24-59 bulandi puskesmas curug kota serang provinsi banten tahun 2019. Jurnal
ilmiah kesehatan delima, 4(1), 18.
Husnah, h. (2017). Nutrisi pada 1000 hari pertama kehidupan. Jurnal kedokteran syiah
kuala, 17(3), 179183.DOI: https://doi.org/10.24815/jks.v17i3.9065
Kabupaten trenggalek, t. I. (n.d.). Intervensi gizi spesifik pada target 1000 hpk dalam
pencegahan kejadian stunting.
Kampung, k. B. (2016). Pentingnya kampung kb.
Aprilia Dwi Purwanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(6), 622-632
Hambatan Dalam Implementasi Program Gerakan 1000
Hari Pertama Kehidupan: A Review
631
Kemenkes, r. (2018). Hasil utama riskesdas 2018. Jakarta: kementerian kesehatan badan
penelitian dan pengembangan kesehatan.
Kementerian, p. P. N. (n.d.). Bappenas.(2018). Pedoman pelaksanaan intervensi
penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota. Rencana aksi nasional dalam
rangka penurunan stunting: rembuk stunting, november, 151.
Kementerian sosial, r. I. (2018). Modul kesehatan dan gizi. Progr. Kel. Harapan
kementeri. Sos. Ri, 1117.
Kusumawati, e., rahardjo, s., & sari, h. P. (2016). Upaya perbaikan gizi 1000 hari pertama
kehidupan dalam rangka pencegahan stunting balita melalui optimalisasi peran
tenaga gizi di kabupaten banyumas. Kesmas indonesia, 8(2), 92101.
Muthia, g., edison, e., & yantri, e. (2020). Evaluasi pelaksanaan program pencegahan
stunting ditinjau dari intervensi gizi spesifik gerakan 1000 hpk di puskesmas pegang
baru kabupaten pasaman. Jurnal kesehatan andalas, 8(4).
Nisa, l. S. (2018). Kebijakan penanggulangan stunting di indonesia. Jurnal kebijakan
pembangunan, 13(2), 173179.
Rahmawati, w., wirawan, n. N., wilujeng, c. S., fadhilah, e., nugroho, f. A., habibie, i. Y.,
fahmi, i., & ventyaningsih, a. D. I. (2016). Gambaran masalah gizi pada 1000 hpk di
kota dan kabupaten malang (illustration of nutritional problem in the first 1000 days
of life in both city and district of malang, indonesia). Indonesian journal of human
nutrition, 3(1), 2031.DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.3
Rakyat, k. K. B. K. (2012). Pedoman umum penyaluran raskin tahun 2012: subsidi beras
untuk masyarakat miskin. Jakarta: kementerian koordinator bidang kesejahteraan
rakyat.
Ruaida, n. (2018). Gerakan 1000 hari pertama kehidupan mencegah terjadinya stunting
(gizi pendek) di indonesia. Global health science (ghs), 3(2), 139151.DOI:
http://dx.doi.org/10.33846/ghs.v3i2.245
Saragih, f. D. (2018). Peran bina keluarga remaja (bkr) dalam mewujudkan
keharmonisan keluarga di kelurahan durian payung kecamatan tanjung karang
pusat bandar lampung. Uin raden intan lampung.
Ulfah, m. (2019). Analisis program penurunan status gizi buruk balita oleh dinas
kesehatan kota banda aceh. Etd unsyiah.
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY ND)
license (https://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).